Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Viral Lokal

7 Tempat Parkir Alternatif di Jalan Tunjungan Surabaya, UPTSA Siola hingga TEC

Pelarangan parkir di sepanjang Jalan Surabaya berlaku mulai 15-31 Juli 2025. Ada 7 lokasi alternatif lahan parkir.

Dok. Istimewa/KOMPAS.com
PARKIR ALTERNATIF - Potret sepanjang Jalan Tunjungan Surabaya saat malam hari. Pelarangan parkir di Jalan Tunjunan berlaku mulai 15-31 Juli 2025, Selasa (15/7/2025). 

Dia berencana memasukkan sepeda motor ke lokasi itu.

"Kita jadikan atensi untuk yang posisi di Jalan Tunjungan nanti. Karena kita sudah ada kantong-kantong parkir, sehingga nanti yang di tepi jalan umum kita masukkan semuanya," ujarnya.

Dengan demikian, kata Eri, masalah kemacetan tidak ada lagi di Jalan Tunjungan.

Selain itu, pihaknya juga bisa semakin mudah untuk mengkontrol jumlah kendaraan yang terparkir.

"Nanti kita sosialisasikan, kita akan jaga, memang tujuannya adalah satu mengurangi kemacetan yang kedua mengurangi agar bisa dikontrol. Maka kita letakkan parkir di kantong-kantong yang sudah disediakan," jelasnya.

Jalan Tunjungan menjadi salah satu kawasan ikonik di Kota Surabaya.

Dulu dikenal dengan nama Petoenjoengan, kawasan ini tumbuh sebagai koridor penghubung antara Kota Lama (Kota Indisch, 1870-1900) di sekitar Jembatan Merah dan Kota Baru (Kota Gemeente, 1905-1940) di sekitar Darmo dan Gubeng.

Baca juga: Pantas Tagihan Parkir Motor ini Rp 21,9 Juta, 4 Tahun Ada di Stasiun, Jukir: Ambil, Biar Kita Untung

Kini, Jalan Tunjungan dikenal sebagai salah satu pusat budaya, sejarah dan perdagangan Surabaya yang kental dengan nuansa kolonial.

Jalan Tunjungan mulai dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-20.

Kawasan ini berkembang menjadi shopping street dengan jalur pejalan kaki yang lebar, lengkap dengan shopping arcade yang menjadi daya tarik kota.

Lagu legendaris "Rek Ayo Rek Mlaku Mlaku Nang Tunjungan" turut memopulerkan kawasan ini sebagai destinasi favorit bagi warga Surabaya.

Selain menjadi pusat perbelanjaan, Tunjungan juga menyimpan bangunan-bangunan bersejarah, seperti Gedung Siola.

Dibangun pada 1920-an oleh konglomerat Inggris Robert Laidlaw, gedung ini awalnya merupakan pusat grosir White Away Laidlaw and Co., yang dikenal sebagai salah satu pertokoan terbesar di Hindia Belanda.

Gedung ini kemudian diambil alih oleh Jepang dan dinamai Toko Chiyoda pada 1940, sebelum akhirnya dikenal sebagai Gedung Siola, akronim dari nama-nama pendirinya: Soemitro, Ing Wibisono, Ong, Liem, dan Aang.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved