Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ketua LK PBNU Gus Ufik Beber Bahaya Sound Horeg bagi Kesehatan Telinga

Ketua Lembaga Kesehatan PBNU, KH M Zulfikar Asad atau Gus Ufik, beberkan bahaya sound horeg bagi kesehatan telinga.

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Dwi Prastika
Instagram Darul Ulum Official
KONTROVERSI SOUND HOREG - Ketua Lembaga Kesehatan (LK) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH M Zulfikar Asad atau yang akrab disapa Gus Ufik, saat dilantik menjadi Rektor Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Jombang, pada 5 Juli 2023. Ia beberkan bahaya paparan getaran sound horeg untuk kesehatan telinga. 

Namun ketika tradisi berpotensi mengganggu atau bahkan mencelakai, maka intervensi melalui edukasi dan regulasi menjadi penting. 

Dalam hal ini, Gus Ufik memberikan apresiasi terhadap langkah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang mengeluarkan fatwa soal larangan penggunaan sound horeg secara berlebihan.

“Saya yakin fatwa tersebut bukan keputusan seketika. Pasti ada gelombang keluhan dari masyarakat yang resah,” katanya.

Namun demikian, Gus Ufik menekankan pentingnya pendekatan edukatif.

Menurutnya, pembatasan atau bahkan pelarangan tidak akan efektif tanpa diikuti oleh peningkatan kesadaran masyarakat, khususnya para penyedia jasa sound system dan para penyelenggara hajatan.

Solusi ideal bukan berarti mematikan hiburan rakyat. Yang dibutuhkan adalah penggunaan sound system yang bijak dan sesuai standar kesehatan.

Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta tokoh masyarakat punya peran penting dalam membangun pemahaman ini.

“LK PBNU siap untuk melakukan edukasi dan advokasi terkait persoalan ini. Kita perlu bicara bukan hanya dari sisi agama atau estetika, tapi juga dari sisi medis dan dampaknya terhadap kualitas hidup masyarakat,” ujar Gus Ufik yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Peterongan Jombang ini. 

Paparan suara 100 desibel ke atas bahkan tidak aman lebih dari 15 menit.

Dalam praktiknya, hajatan dengan sound horeg bisa berlangsung berjam-jam, bahkan semalaman. 

Ini ibarat menabung kerusakan yang suatu saat akan memunculkan ‘bunga penyakit’ dalam bentuk gangguan pendengaran.

Gus Ufik menutup pernyataannya dengan satu pesan kunci, kebijakan bisa dibuat, tapi jika masyarakat belum memahami dampaknya, kebisingan akan tetap menjadi musuh dalam selimut.

“Kalau masyarakat, terutama penyedia dan pengguna sound system, bisa sadar bahwa yang mereka lakukan itu bisa membahayakan telinga orang lain, maka pengendalian akan jauh lebih mudah dilakukan. Bukan dengan marah-marah, tapi dengan paham,” pungkasnya. 

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved