TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut mayoritas calon kepala daerah dibiayai oleh sponsor saat pilkada.
Hal inilah yang membuat kepala daerah tersandera kebijakan transaksional apabila terpilih.
Direktur Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPK, Wawan Wardiana mengungkapkan sebanyak 82,3 persen dari calon kepala daerah mengungkap adanya pembiayaan dari sponsor.
• 2.500 Calon PPDP Jalani Rapid Test Jelang Pilkada Sumenep 2020, Bila Hasil Reaktif Dipastikan Gugur
"Hal ini dilihat dari pelaksanaan pilkada dua event terakhir," kata Wawan pada diskusi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur.
Besarnya peranan donatur di pilkada tak lepas dari besarnya modal yang dibutuhkan oleh para calon kepala daerah.
Dalam jajak pendapat yang dilakukan KPK, sebanyak 14,1 persen menyebut anggaran yang dibutuhkan dalam pilkada mencapai Rp10-15 miliar.
• Kisah Pernikahan Berakhir Pilu, Sang Ibu Ngamuk & Hentikan Acara: Setop, Mempelai Wanita Nangis
Kemudian, 11,6 persen membutuhkan dana senilai Rp15-30 miliar, 10,6 persen menghabiskan Rp30-50 miliar, dan 7,1 persen mengeluarkan di atas Rp50 miliar.
"Besaran dana tersebut dialokasikan mulai dari sebelum masa pencalonan hingga pasca pemungutan suara," katanya.
Namun, besarnya anggaran yang dibutuhkan tak selaras dengan finansial para calon.
• Machfud Arifin Belum Pilih Pasangan Pilkada Surabaya, Jaringan Madura Milenial Rekomendasi 2 Sosok
Pada 2018 (dikutip data dari KPK), sebanyak 84,4 persen calon kepala daerah mengeluarkan dana pribadinya 'hanya' maksimal sebesar 10 miliar.
Rinciannya, kurang dari satu miliar sebanyak 38,4 persen, Rp1-5 miliar sebanyak 37,9 persen, dan sisanya Rp5-10 miliar.
"Lantas darimana kekurangannya? Para calon menerima dari para donatur," katanya.
• KPK Blak-blakan OTT Kepala Daerah Marak di Masa Pilkada, Singgung Modal Rp 20 M: Tak Selaras
Tidak mengherankan apabila sebanyak 76,3 persen calon kepala daerah pun menyebut para donatur mengharap adanya imbalan dari para kepala daerah ketika terpilih.
"Bahkan, 53,50 persen di antaranya diungkapkan secara tertulis dan lisan," ungkapannya.
KPK juga mengungkap sejumlah harapan para donatur kepada para kandidat terpilih.
• KPU dan Bawaslu Pastikan 19 Daerah Jatim Siap Pilkada 2020, Anggaran Protokol Covid-19 Rp 600 M Siap
Di antaranya, kemudahan perizinan bisnis, kemudahan ikut serta dalam tender proyek pemerintah, hingga keamanan dalam menjalankan bisnis.
Ada juga, harapan akses donatur untuk menjabat di pemerintah daerah dan BUMD. Serta, keikutsertaan menentukan kebijakan pemerintah hingga menjadi prioritas sebagai penerima bansos.
Balas jasa yang demikian membuat para kepala daerah pun tersandera kepentingan kala menjabat.
• Peluang PDIP di Pilkada Surabaya 2020 Kata Pakar, Duet Nasionalis-Santri Ideal Bagi PDI Perjuangan
Bahkan, beberapa terobosan yang dibuat untuk menguntungkan donatur seringkali berlawanan dengan hukum.
Dalam enam tahun terakhir, kepala daerah menempati peringkat kedua sebagai pelaku kejahatan korupsi setelah Anggota DPR/DPRD. Jumlahnya mencapai 120 kasus.
"Terbanyak di 2018 bertepatan saat pilkada serentak. Kemudian di 2020, sudah ada satu kasus," terangnya.
Pihaknya pun mengajak seluruh stakeholder, termasuk pengawas pemilu untuk mengantisipasi penggunaan anggaran berlebihan oleh para kandidat.
Di antaranya, dengan mempertimbangkan sumber anggaran hingga besaran yang diberikan pada saat kampanye.
"Sayangnya, belum ada sanksi tegas dari penyelenggara apabila ada selisih dana antara yang dikeluarkan calon selama pelaksanaan pilkada dengan penerimaan. Sebetulnya, salah satu antisipasi penggunaan dana berlebih ada di situ," katanya.
Penulis: Bobby Koloway
Editor: Arie Noer Rachmawati