Sejumlah Produsen Tahu dan Tempe di Sidoarjo Mogok Produksi, Berharap Pemerintah Lebih Peduli

Penulis: M Taufik
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Imbauan mogok produksi tahu dan tempe yang tertempel di Koperasi Karya Mulya, Sepande, Sidoarjo, Minggu (3/1/2021).

Laporan Wartawan TribunJatim.com, M Taufik

TRIBUNJATIM.COM, SIDOARJO - Sejumlah produsen tahu dan tempe di Sidoarjo mogok produksi.

Meski tidak semua, tapi sebagian besar memilih ikut mogok setelah mendapat imbauan dari Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo).

Menurut Sukari, Ketua Primer Koperasi Karya Mulya di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Sidoarjo, arahan mogok produksi dari Gakoptindo tersebut bersifat wajib, khusus di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Sedangkan di Jawa Timur sifatnya hanya imbauan. 

"Meski sifatnya imbauan, sekitar 75 persen produsen tahu yang tergabung di koperasi ini sepakat ikut mogok. Sejak tanggal 1 sampai 3 Januari 2021," kata Sukari, Minggu (3/1/2021).

Aksi mogok produksi itu tujuannya agar harga tempe dan tahu di pasaran bisa terdongkrak naik sehingga produsen tidak merugi akibat bahan baku yang semakin melambung tinggi harganya.

Meski ada aksi mogok produksi selama tiga hari, harga kedelai di pasaran masih tinggi. Di kisaran Rp 9.200 per kilogram.

Baca juga: Berkunjung ke Tempat Wisata di Sidoarjo, Wisatawan Wajib Bawa Surat Sehat

Padahal, pada Meret 2020 harganya di kisaran Rp 7.000 per kilogram.

Menurut Sukari, kenaikan harga bahan baku utama pembuatan tempe dan tahu ini dikarenakan perdagangan kedelai dikendalikan swasta.

Saat ini, pasokan kedelai di Indonesia mengandalkan impor lantaran produksi kedelai dalam negeri tidak mencukupi.

"Dalam setahun, kebutuhan kedelai mencapai 3 juta ton. Sedangkan produksi kedelai di dalam negeri hanya 400-500 ton setiap tahun. Mayoritas masih impor," ungkapnya.

Baca juga: Melanggar Jam Malam, Toko Swalayan di Waru Sidoarjo Ditutup Paksa Petugas

Baca juga: Liburan Berakhir, Siswa di Kota Mojokerto Mulai Masuk Sekolah Besok, Tetap Pembelajaran Daring

Sukari dan produsen tahu dan tempe berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengendalikan harga kedelai. Sebab harga tempe tahu di pasaran sulit sekali dinaikkan.

Ketika bahan baku melambung tinggi, harga jual tempe dan tahu di pasaran tetap. Sehingga produsen yang harus mengalami kerugian.

Disebut Sukari, ada dua hal yang membuat harga tempe dan tahu di pasaran sulit naik. Yang pertama, antarprodusen tempe tahu belum ada kekompakan untuk menentukan harga jualnya. 

Kedua, disebutnya produsen dan pembeli itu sudah seperti saudara.

"Sehingga ada rasa sungkan dan tidak enak hati bila menaikkan harga," ujarnya. 

Baca juga: KPU Gelar Tes Swab untuk Komisioner dan Penyelenggara Pilkada Sidoarjo 2020, Cegah Klaster Covid-19

Baca juga: Pemkot Surabaya Lakukan Kajian Ulang Soal Sekolah Tatap Muka, Dewan Minta Matangkan Pertimbangan

Padahal ketika harga kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe dan tahu melambung tinggi sedangkan harga jual tetap, tentu produsen merugi.

Dengan mogok produksi, para produsen berharap agar pemerintah bisa memperhatikan nasib mereka. Serta memberikan solusi.

"Melalui aksi mogok ini, kami juga berharap pemerintah bisa lebih peduli dengan industri tempe dan tahu," lanjutnya.

Selama terjadi aksi mogok produksi, tahu dan tempe sulit ditemukan di pasaran. Warga pun banyak penasaran. Di warung-warung, kios, tukang sayur, dan sebagainya jarang yang jual tahu dan tempe.

"Kalau ada yang jualan, harganya mahal. Tempe yang biasanya Rp 2.000 sekarang jadi Rp 5.000," kata Rosita, warga Waru, Sidoarjo.

Hal serupa disampaikan warga Gedangan, Buruan, Tulangan, Sukodono, dan beberapa daerah lain. Semua mengaku kesulitan mendapat tahu dan tempe selama tiga hari terakhir.

Editor: Dwi Prastika

Berita Terkini