48 Hektare Aset Pemkab Tulungagung Bekas Sungai Ngrowo Masih Dikuasai Warga, DPKP Mendata Ulang

Penulis: David Yohanes
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Tulungagung memasang patok di lahan bekas Sungai Ngrowo, Jumat (26/2/2021).

Reporter: David Yohanes | Editor: Dwi Prastika

TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Tulungagung mencatat ada 78 hektare lahan bekas Sungai Ngrowo, yang dikenal dengan istilah kali mati.

Dari jumlah itu, 30 hektare sudah berhasil didata dan dicatatkan dalam aset Pemkab Tulungagung.

Sedangkan 48 hektare lainnya masih dalam proses pendataan.

Petugas DPKP terus memasang patok tanda batas kali mati tersebut.

Sementara hasil dari pendataan, banyak lahan yang sudah berubah fungsi menjadi hunian.

“Banyak dipakai warga dengan mendirikan bangunan permanen di atasnya,” terang Kepala DPKP Tulungagung, Anang Pratistianto, Jumat (26/2/2021).

Baca juga: Niat Perbaiki Rumah, Petani di Tulungagung Malah Masuk Penjara Karena Potong Kayu Jati Perhutani

Baca juga: Berikut 16 Syarat Pengelola Wisata Tulungagung yang Ajukan Izin Kembali Beroperasi di Masa Pandemi

Anang menegaskan, bangunan permanen di atas bekas Sungai Ngrowo itu melanggar Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai.

Selain itu juga melanggar Peraturan Menteri PUPR Nomor 8/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Irigasi.

Bangunan yang didirikan mulai dari rumah hunian, toko, ruko dan pergudangan.

“Tahun ini kami mendata 30 hektare lagi. Dari proses pendataan itulah diketahui bangunan permanen di atasnya,” sambung Anang.

Baca juga: Resmi Dilantik Sebagai Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko: Kami Siap Lompat Mengejar Ekspetasi Rakyat

Baca juga: Tergoda Bisnis Batu Bara di Kalimantan, Petani Madiun Gadaikan 3 Mobil Temannya Buat Tambah Modal

Meski ada bangunan di atasnya, DPKP tidak serta merta melakukan pembongkaran.

Pemilik bangunan ini didata untuk menjadi bahan pembahasan.

Anang menduga, sikap mereka ini karena ketidaktahuannya.

“Untuk sementara masih sekadar didata. Ke depannya masih dalam proses pembahasan,” sambung Anang.

Tahun 2020, lahan seluas 30 hektare ada di Kelurahan Kedungsoko dan sekitarnya.

Sedangkan 30 hektare yang masuk pendataan tahun ini, dan sisa 18 hektare ditargetkan masuk tahun berikutnya.

Baca juga: Pokdarwis di Tulungagung Tekor, Berharap Pemkab Segera Merelaksasi Tempat Wisata

Baca juga: Mas Ipin-Syah Beberkan Program Andalan Setelah Dilantik Jadi Bupati-Wakil Bupati Trenggalek

Tanah-tanah itu selain didata juga dilegalkan sebagai aset Pemkab Tulungagung.

“Prosesnya dilakukan bertahap menyesuaikan dengan anggaran yang ada,” ungkap Anang.

Selama proses pendataan, petugas tidak menemui konflik dengan warga yang menempati lahan.

Mereka rata-rata tahu jika lahan yang ditempati adalah milik negara.

Ke depan DPKP juga akan melakukan sosialisasi terkait pemanfaatan lahan-lahan tersebut.

“Kalau memang mau menempati wajib membayar retribusi. Semua sudah diatur dalam Perda 6 tahun 2016, tentang retribusi pemakaian kekayaan daerah,” papar Anang.

Baca juga: Jabat Plt Ketua DPD PAN Kota Blitar, Heri Romadhon Janji Kembalikan Kursi PAN di DPRD

Baca juga: Peringati Hari Pers Nasional, PWI Kediri Tanam 2.000 Pohon di Kawasan Gunung Klotok

Jika lahan itu dimanfaatkan untuk lahan pertanian, maka besar retribusi yang dibayarkan Rp 5.000 per meter persegi per tahun.

Sedangkan untuk kepentingan usaha maka akan dikenakan retribusi Rp 50.000 per meter persegi per tahun.

Tarikan retribusi ini untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah, yang bersumber dari pemanfaatan aset pemkab.

Sejarah kali mati ini bermula dari upaya pemerintah meluruskan aliran Sungai Ngrowo, puluhan tahun silam.

Baca juga: RSUD dr Iskak Membuka Lowongan, Pemohon SKCK di Polres Tulungagung Membeludak

Baca juga: Percepat Komunikasi, Diskominfo Kota Madiun Distribusikan 30 HT ke Camat dan Lurah

Sungai ini terhubung dengan Parit Agung, dan bermuara di Teluk Popoh.

Sementara bekas aliran sungai yang lama kemudian tertutup tanah, lambat laun jadi daratan.

Warga sekitar kemudian memanfaatkannya untuk berbagai keperluan.

Berita Terkini