Wawancara Eksklusif

Jenderal Polisi Bintang 1 BNPT-RI Kupas Tuntas Akar Kekerasan Kelompok Teroris di Indonesia

Penulis: Luhur Pambudi
Editor: Ndaru Wijayanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT-RI, Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid saat memberi penyuluhan bahaya radikalisme di sebuah forum nasional

Penanggulangannya harus dilakukan secara holistik dari hulunya berupa soft approud, pendekatan yang soft, ya. Karena memang belum ada regulasinya. Untuk radikalismenya. Dan hard approach. sudah memahami unsur tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 5/2018, maka dianggap namanya hak penegakan hukum lain. 

(1) Soft approach

Ada tiga cara, menurut Undang-Undang di Indonesia ini, yang pertama dilakukan strategi yang namanya;
 
Pertama. Strategi kesiapsiagaan nasional

Kesiapsiagaan nasional ini berupa upaya untuk membentengi atau vaksinasi mengimunisasi terhadap mayoritas masyarakat bangsa Indonesia yang belum terpapar. Setiap manusia punya potensi untuk terpapar. Yang belum terpapar ini dibentengi, diberi vaksin, diberi imunisasi tidak terpapar atau imun terhadap ideologi radikal tadi. 

Kedua. Strategi kontra radikalisasi

Yang kedua, undang-undang mengamanahkan dengan strategi kontra radikalisasi. Kontra radikalisasi ini isinya berupa kontra narasi, kontra ideologi, kontra propaganda. 

Dilakukan moderasi beragama. Terhadap mereka-mereka yang sudah terpapar. Tetapi dalam kader yang rendah dan menengah.

Misalnya dia intoleran. Dia juga ada sebagian yang eksklusif. Dia sudah membidahkan budaya-budaya atau tradisi-tradisi kearifan lokal; kenduri, bidah. Tariqah sesat. Karena memang, jaringan teror konteks Indonesia ini yang namakan Islam, ini biasanya berpaham Salafi, Wahabi. Tapi kan tidak semua Salafi-Wahabi, otomatis menjadi teroris. 

Ada Salafi Wahabi dakwah, Salafi Wahabi Takriri yang mengikuti sistem. Salafi Wahabi Jihadis, yang merupakan kombatan atau terorisme. Itu radikalisasi. Sehingga orang-orang yang terpapar, paham rendah dan menengah ini, supaya tidak naik level menjadi terpapar kadar tinggi dan tidak masuk ke dalam jaringan teror, maka dilakukan kontrak radikalisasi.

Ketiga. Strategi Deradikalisasi

deradikalisasi ini upaya pencegahan atau upaya untuk mengurangi kadar radikal seseorang, mengembalikan kadar radikal menjadi moderat. Jadi pencegahan yang ketiga ini sejatinya dilakukan supaya yang sudah terpapar pada level tinggi, supaya tidak melakukan aksi teror. Kalau sudah unsurnya terpenuhi. Itu biasanya kita preventif strike tindakan.

Sebelum melakukan aksi undang-undangnya sudah terpenuhi unsurnya tangkap saja. Termasuk seperti si Fahim cs yang ditangkap di Jawa Timur ini. Dia kan belum melakukan aksi teror kan.

Tapi dia sudah persiapan perang, ngumpulin senjata, ideologinya sudah radikal sudah masuk dalam jaringan teror dia sudah. Dan dia memang menyusun kekuatan, merekrut untuk melakukan tindakan-tindakan perebutan kekuasaan, next kalau mereka diangkat sudah besar atau kuat begitu. 

#Mengapa mudah merekrut generasi muda?

Karena generasi muda itu, pertama, emosionalnya masih labil. Masih mencari jati diri, masih mencari eksistensi diri dan biasanya keagamaannya itu muncul militannya itu tinggi. Sehingga ketika tidak diimbangi dengan pemahaman agama yang cukup, itu gampang sekali di radikalisasi oleh kelompok mereka. 

Misalnya contoh mereka menanyakan kelompok radikal ini kan selalu membenturkan atau mendikotomi antara negara dan agama, agama dan budaya, agama dengan nasionalis, agama dengan nasionalisme. 

Misalnya begini, mana Pancasila dengan Al-Quran, kan gitu. Kemudian bagus mana Pak Jokowi dengan Nabi Muhammad. Bagus mana negara Islam dengan negara atau negara kafir. Sebenarnya sesat itu. Untuk pertanyaan yang menyesatkan itu.

Tapi kalau misalnya, kamu menanyakan ke saya, bagus mana Nabi Muhammad sama Pak Jokowi? Saya mengatakan bagus Nabi Muhammad. Cuma sayangnya Nabi Muhammad tidak ada sekarang. Sudah wafat, kalau ada tak jadikan presiden gitu. 

Bagus mana antara Al-Quran dan Pancasila? Bagus semua. Karena semua sila-sila dalam dalam Pancasila. Itu perintah Allah dalam Al-Quran. Mengamalkan Pancasila sejatinya mengamalkan agama. Jadi ya kan enggak bisa dibandingkan.

Bagus mana negara Islam sama negara kafir? Saya bilang, negara Islam itu yang bagaimana? Karena menurut saya negara Indonesia ini sudah syar'i, sudah Islam menjadi islami. karena sudah ada khalifahnya, sudah ada apa namanya, struktur organisasi yang memenuhi unsur-unsur sebagai negara Islam, hanya nomenklaturnya bukan negara Islam. 

Jadi memang anak-anak muda itu gampang sekali dihasut. Misalnya gini (baca ayat) dan lain sebagainya. Nah tuh, Allah menjadikan syariah dalam agama. Maka ikutilah syariah itu. Nah, berarti kita kan harus berdasarkan syariat.

Sementara kita kan berdasarkan undang-undang dasar, ini kan bukan syariat. Nah, pemahaman itu kan jadinya? Ya kan untuk mengatakan syariah itu apa saja kan mereka sudah, anak muda kan enggak semuanya tahu. Nah itu akan terpapar.

#Bagaimana kelompok terorisme mendanai kaderisasi dan aksinya?

(1) Patungan antar anggota. Urunan dari mereka. Tidak semua mereka itu orang miskin Banyak juga yang kaya untuk menginfakkan.

(2) Kotak amal. Kotak amal seperti yang di Lampung yang kita ungkap itu. Dan kemungkinan di Jawa Timur juga ini baru kita dalami. Untuk fenomena penggalangan dana melalui kotak amal

(3) Menghimpun dana dengan prinsip Fai. Mereka juga sering melakukan Fai. ada yang rampok, ada yang masuk mungkin di jaringan narkoba, ada yang penting kan mereka ini karena menganggap negara ini negara kafir, negara Thogut, sehingga dia kelompok teroris ini cenderung menghalalkan atas nama agama.

Dianggap misalnya ngerampok itu Fai. Kemudian bagaimana kita mencari Ghanimah harta rampasan? termasuk menipu, dan lain sebagainya. 

(4) Support Jaringan Internasional. Untuk fenomena radikalisme itu juga didanai oleh kepentingan politik kotor digerakkan. Tapi kalau untuk terorismenya ini ya bisa jadi juga ada sumber dari beberapa jaringan internasional. Karena kan jaringan terorisme itu kan transnasional.

(5) Mendulang dana dari Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan atau pengusaha, menggunakan penyamaran (taqqiyah).

Karena mereka itu kan menyamar ke beberapa ormas keagamaan. Dia mencari sumbangan-sumbangan dana melalui dana-dana CSR perusahaan, termasuk CSR perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan mungkin orang-orang kaya yang memang ahli atau rajin sedekah.

Dia kan ndak ngerti, ini siapa, ini siapa, yang penting kan tampilannya kan agamis, iya kan, pakai jubah, pakai koko, apalah, dengan ayat-ayat.

(6) Donatur Internasional. Perlu kita garis bawahi juga donatur internasional. Misalnya kayak wahabi internasional. Mohon maaf, ini untuk saya bicara bicara radikalismenya, karena kan karena kan terorisme ini kan hilirnya, radikalisme itu kan hulunya. 

Lah kalau misalnya wahabisasi internasional masih merebak, ada support dana dari internasional, misalnya kayak untuk media, untuk apa yang ini kan juga tetap ini. Meskipun belum jaringan teror ini ya. Tapi kan semua paham itu kan akan menjiwai ke sana. 

(7) Penggalangan dana klaim membantu warga timur tengah melalui sarana informasi poster dan baliho di banyak fasilitas publik

Iya, melalui, melalui ACT segala macam itu kan banyak juga yang lari ke sana. Kan tidak semuanya ke pure ke kelompok-kelompok bantuan sosial, atau untuk kemanusiaan. Tapi juga diarahkan di kelompok-kelompok radikal. Ini masih kita dalami terus. 

Prinsipnya bahwa kita kan bertindak sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. Kita itu negara demokrasi, salah satu unsur di dalam negara demokrasi itu supremasi hukum.

Yang kedua, penghormatan hak asasi manusia. Yang ketiga partisipatoris melibatkan partisipasi publik atau masyarakat. Kemudian ada good and clean government. 

Kalau kita, supremasi hukum kita parameternya hukum, lah kita bisa menilai si fulan, si fulan, si fulan kelompok ini radikal. Tapi belum ada regulasi yang melarang paham radikal itu bagaimana? Enggak bisa. Ya akhirnya kita soft approach. Melalui radikalisasi atau mereka yang belum terpapar, kita, kita putus logistiknya, kita putus kaderisasinya, kita putus sebaran media jalur propagandanya, dan lain sebagainya.

#Bagaimana anda melihat kelompok terorisme yang mengatasnamakan Agama Islam?

Bukan cenderung keliru ya, itu sudah keliru. Kenapa? Radikalisme dan terorisme agama dalam konteks ini mengatasnamakan Islam. Adalah fitnah bagi Islam. 

Kenapa? Karena paham ideologi sikap dan tindakannya bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang rahmatan lil alamin. Prinsip Islam yang mewajibkan mengajarkan ke kasih sayang toleransi. Kemudian menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam. Dan menimbulkan islamofobia terhadap Islam. Kan menjadi fitnah. 

Radikalisme dan terorisme mengatasnamakan agama adalah musuh agama dan musuh negara. Musuh agama karena memang ideologi dan tindakannya ini kan bertentangan dengan prinsip agama, memecah belah agama, dan menimbulkan fitnah dalam agama.

Musuh negara, karena sikap tindakannya, ideologi yang di bawahnya, yang diusungnya, bertentangan dengan perjanjian-perjanjian yang sudah menjadi kesepakatan segenap warga bangsa. Yaitu yang tertuang di dalam konstitusi nasional kita berupa konsensus nasional yaitu bertentangan dengan Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. 

Silahlan kamu mau bicara hal-hal yang sifatnya fiqih dan khilafiah. Apakah khilafah itu bagian dari sejarah Islam, atau ajaran Islam, silakan itu ijtihad. Kalau namanya ijtihad itu bisa menimbulkan kebenaran relatif. Karena masing-masing ulama bisa berbeda interpretasinya.

Tapi semua ulama, semua agama, semua masa mewajibkan setiap umat untuk mentaati perjanjian-perjanjian. Perjanjian yang sudah dikonvensi sudah jelas. Indonesia ini Pancasila.

Jadi apa pun yang melepaskan diri dari ketaatan terhadap perjanjian ataupun melepaskan diri dari ketaatan terhadap pemimpin atau pemerintahan yang sah, meskipun hanya satu jengkal kalau mati, dalam keadaan jahiliah. Ini Sahih Bukhari lho. Karena mereka-mereka sering tanya dalilnya mana.

#Bagaimana proses deradikalisasi terhadap narapidana teroris (Napiter) selama ini?

Deradikalisasi itu adalah proses atau upaya untuk mengembalikan atau kelompok orang menjadi paham radikal menjadi moderat. Minimal mengurangi kadarnya. Tetapi di radikalisasi itu diperuntukkan untuk tersangka napiter, terdakwa terpidana, narapidana dan mantan narapidana tindak pidana terorisme. 

Sementara yang terpapar dalam kadar rendah dan menengah misalnya dengan indikasi intoleran; antipemerintahan. Anti bukan berarti oposisi bukan, oposisi boleh mengkritik, boleh, kalau memang pemerintahan dinilai salah, dikritik.

Tetapi mengkritiknya yang konstruktif, bukan destruktif, bukan menyebar hoax, memfitnah, mengadu domba. Silakan tapi oposisi yang konstruktif bukan destruktif karena memang niscaya di dalam negara demokrasi begitu. 

Karena memang terorisme dan radikalisme atas nama agama, kemudian gerakan politik sebenarnya ini. politik memanipulasi atau mengatasnamakan agama untuk merebut kekuasaan guna mengganti ideologi negara menjadi ideologi agama. Nah, untuk orang-orang yang terpapar tadi, intoleransi, audit pemerintah ini dilakukan moderasi. 

Termasuk mereka-mereka yang misalnya potensial, sudah terpicu ada niat, motif radikal karena disebabkan oleh faktor-faktor korelatif kriminogen. Itu dilakukan misalnya, di daerah miskin sana, itu sudah pahamnya kayak ini.

Nah, itu kita kerja sama dengan Kementerian dan lembaga terkait. Disupport dengan bansos, disupport dengan Kementerian Agama ataupun dihadirkan di sana Ustad-Ustad atau ulama-ulama yang moderat dan lain sebagainya. 

Khusus untuk deradikalisasi tadi, jadi memang hanya untuk mereka-mereka yang sudah terpapar dalam kadar tinggi, yaitu tersangka, terpidana, narapidana, terdakwa, dan eks narapidana.

1) Upaya mengembalikan atau minimal mengurangi. Diberikan kegiatan, diberikan diajari itu namanya, keterampilan-keterampilan menjahit, mungkin jadi tukang. Itu kan di lembaga pemasyarakatan, tentu kita kerja sama dengan kementerian lembaga terkait. Dan BNPT itu kan hanya fungsi koordinasi saja.

2) Karena akar masalah radikalisme dan terorisme ini adalah ideologi. Maka tolak ukur seseorang itu benar-benar sudah tercabut atau sudah hilang radikalnya. Kalau ideologinya sudah tergantikan. Jadi kalau dia masih Salafi, Wahabi, jihadis, ideologinya itu masih ekstrim atau berbasis kekerasan, ideologi kekerasan, ya itu hanya terkurangi saja, mungkin kooperatif.

Tapi kalau dia sudah cabut akar ideologi kekerasannya, yaitu Salafiah Jihadisnya. Syukur-syukur kalau dia sudah bertariqah atau bertasawuf, nah, itu salah satu indikator seseorang itu sudah moderat. 

#Apa saja indikator orang terpapar paham radikal yang mengarah ke teroris?

Jadi begini, ada tiga Indikator seseorang itu dinyatakan radikal atau teroris. 

(1) Manipulasi agama 

Memanipulasi agama. Memanipulasi agama, gerakan politik yang memanipulasi agama yang ingin mengganti ideologi dan sistem negara. Antipemerintahan.

Anti bukan oposisi loh ya, kalau oposisi boleh. Tapi anti, kalau anti itu pokoknya semuanya salah; Harus khilafah, harus daulah, harus menegakkan syariah.

(2) Mengkafirkan (takfiri)

Mengkafirkan yang tidak sepaham yang tidak sekelompok atau yang berbeda. Intoleransi, menghalalkan segala cara atas nama agama, antibudaya lokal, kalau ada kenduri, yasinan, tahlilan, maulidan, bidah, (dianggap) sesat. 

Meskipun belum terorisme. Tapi sudah embrio. Kenapa sih? Karena kearifan lokal itu mempersatukan agama, mempersatukan umat, gotong-royong silaturahmi. Isinya doa dan silaturahmi dan lain sebagainya.

Bangsa ini bangsa yang heterogen yang terdiri dari ribuan suku bangsa ini sangat rentan untuk diadu domba dan rentan terhadap perpecahan. Sehingga bangsa Arab, satu suku bangsa pecah menjadi beberapa negara. Eropa, satu, suku bangsa pecah menjadi beberapa negara. Indonesia, seribu lebih suku bangsa, seribu lebih bahasa lokal, 17.400 lebih pulau, bahkan ada pulau yang belum dikasih nama itu ada 4 ribu pulau. 

Coba cari di dunia mana pun. Enggak ada. Itu disatukan dalam satu wadah namanya NKRI Negara Kesehatan, kenapa? Kita punya Pancasila yang mempersatukan, ideologi mempersatu bangsa. Nah, makanya kalau masih antipancasila, enggak mau hormat bendera, enggak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya. 

(penampilan) tidak mutlak itu. Misalnya mohon maaf, itu berjenggot. Ya memang ada aturannya sunnah, boleh. Celananya cingkrangnya boleh-boleh saja mungkin di hati-hati dari najis. Misal, tanda di kening. Itu yang bukan indikasi, bisa jadi karena memang rajin sujud, enggak punya sajadah.

Artinya menyandarkan indikator-indikator yang kabur semacam itu juga semacam enggak bisa ya. Enggak bisa itu, bukan kalau yang tampilan-tampilan. Tapi konten informasi atau narasi yang kerap muncul. Misalnya dengan ideologinya, akhlaknya, perilakunya, nilai-nilai kebangsaan dan nasionalismenya. 

(3) Anti Tariqah, Tasawuf dan Tawassul

Adalah mereka antithariqah, antitasawuf, antitawasul. Anti di sini bukan berarti tidak atau belum. Karena banyak umat atau masyarakat yang belum berthariqah, belum bertasawuf.

Tapi mereka anti. anti di sini adalah sikap membenci dengan membidahkan, menyesatkan. Ya. Bahkan mengkafirkan amalan-amalan tarekat, amalan malam para ulama-ulama tasawuf atau ulama-ulama

Berita Terkini