Mengingat bahwa tidak mudah untuk dapat lulus dengan sangat cepat di kampus yang terbilang kompetitif di Eropa.
Apalagi jika dilihat dari latar belakangnya, Choirul Anam bukanlah lahir dari keluarga kaya raya.
Bahkan ayahnya pernah menjadi juru parkir di parkiran Universitas Jayabaya Jakarta tahun 1986-1987 dan di Bekasi tahun 1987-1990.
Selama lima tahun menjadi juru parkir, almarhum Moch Sahlun sang ayah kala itu hanya mampu menempati rumah kontrakan sempit.
Di kontrakan berukuran 2x3 meter, ia tinggal bersama Choirul Anam kecil dan keluarganya.
Kala itu listrik hanya hidup 11 jam, dari jam enam malam dan akan mati jam lima pagi.
"Hal yang paling saya ingat adalah kalau ingin mendengarkan radio harus bangun jam 4 pagi karena jm 5 listrik sudah mati.
Kami juga tinggal di kontrakan ber-lima bersama paman dan bibi," kata Anam dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/8/2023).
Baca juga: Wisuda di Usia 56 Tahun, Haji Sukadi Didampingi 3 Istrinya, Ungkap Rahasia Rukun & Punya 18 Anak
Namun meski dia waktu kecil hidup di dalam kesulitan, tetapi tidak mematahkan semangat juangnya untuk berkuliah tinggi.
Bahkan Choirul Anam dapat menyelesaikan studi S1 Akuntansi dan Studi S2 MPKP Fak Ekonomi Universitas Indonesia (UI).
Prestasi yang diraihnya ini tentu tidak didapat dengan mudah karena melalui berbagai usaha dan kerja keras yang luar biasa.
Tak heran jika Choirul Anam juga pernah menjabat sebagai Koordinator Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia 2020-2021.
"Kuncinya adalah pantang menyerah dan yakin bahwa setiap usaha baik dan maksimal akan mendapat hasil yang baik dan maksimal pula," kata Choirul Anam.
Sementara itu seorang tukang ojek asal Garut, Jawa Barat, Wagiman (51), berhasil menyekolahkan anaknya hingga meraih gelar doktor di Universitas Padjajaran (Unpad).
Bahkan anak tukang ojek tersebut berhasil meraih gelar doktor termuda FMIPA di Universitas Padjajaran.