Bahkan pernah ban sepeda motor yang ia tumpangi bocor di tengah perjalanan.
"Berangkat dari rumah jam 06.30 WIB. Sampai di sekolah 07.30 WIB."
"Pernah bocor, karena tidak ada tambal ban saya menuntun, alhamdulillah saat itu ditolong teman saya memanggil montir," kenang Dian.
Dirinya mengungkapkan, pendekatan yang dilakukan selama ini antara lain memahami kultur budaya lingkungan sekitar.
Ia juga berkenalan dengan murid maupun wali murid.
Perlahan-lahan, lanjut Dian, muncul ikatan batin yang kuat.
Bahkan ibu dua anak ini juga muncul pemikiran yang berbeda.
Dian tak tega meninggalkan sekolah tempat ia mengajar, meski letaknya terpencil.
"Jika seandainya meninggalkan sekolah ini, timbul kasihan untuk anak-anak, tentang kebutuhan pendidikan mereka nanti gimana. Karena rumah mereka jauh," ucapnya.
Menurutnya, jumlah total murid dari kelas 7 sampai dengan 9 sebanyak 23 siswa, sedangkan jumlah guru hanya enam orang.
Otomatis, mau tidak mau ia harus merangkap jabatan.
"Saya merangkap dari Waka Kurikulum, guru IPA, sama Operator PIP."
"Kalau gaji jumlahnya sama, tidak ada insentif tambahan," terangnya.
SMPN Satu Atap Gemarang, lanjut Dian, sudah berdiri sejak tahun 2007.
Jumlah peserta didik paling banyak yang dimiliki sekolah tersebut hanya sekitar 50 siswa, pada tahun ajaran 2012/2013.