“Jadi, setelah kami melihat situasi di sumber air sumur ada kekurangan debit sehingga untuk sampai kepada masyarakat agak telat dan bergilir juga ada jamnya, kadang malam,” kata Zubaidi, Selasa.
Ia sudah berusaha mencari sumber mata air lain.
Ada kerja sama dengan beberapa peneliti tetapi hasilnya debit air tersebut kurang dan rasanya masih asin.
“Kami sudah coba mencari sumber air yang bagus, ada semacam titik yang bisa dibor. Tapi masalahnya pada bulan segini puncak kemarau, debit air kurang,” sebutnya.
Ia masih mengharapkan ada bantuan sumur bor dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan air warga.
Desa Labuhan Kuris memiliki 9 dusun terdiri dari 4.000 lebih penduduk.
“Dua dusun saja yakni Labuan Kuris dan Labuan Terata yang manfaatkan air bersih dari sumur di Dusun Ngali sekitar 2 Km jaraknya. Sedangkan di dusun lain ada sumur meski rasanya asin,” jelasnya.
Zubaidi menyampaikan terima kasih kepada Pemda melalui BPBD yang sudah membantu masyarakat.
Ia pun ada permintaan.
"Kami kemarin dapat satu tangki bantuan air bersih. Tapi masih kurang. Sekali lagi kami berharap agar ada penambahan bantuan air bersih dari pemerintah daerah,” pungkasnya.
Baca juga: Abah Edi Nelangsa Sudah 10 Hari Keliling Pikul Lemari Belum Laku Juga, Terpaksa Utang Buat Makan
Sementara itu, warga padukuhan Nglumbung, Kalurahan Giricahyo, Kapanewon Purwosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta, sudah merasakan dampak kemarau sejak Maret 2024 lalu.
Warga sudah menghabiskan belasan tangki air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tak sedikit yang menjual ternak demi bisa membeli air bersih dan pakan ternak.
“Sudah sejak Maret kami mulai merasakan kekeringan,” kata Dukuh Nglumbung, Walidi Mustofa saat ditemui di Nglumbung, Senin (26/8/2024).
Berada di Kawasan perbukitan karst dan berongga, wilayah ini tidak memiliki sumber air.