Ada beberapa kali penelitian yang dilakukan di kawasan ini.
Hasilnya, tidak ditemukan sumber air yang diharapkan masyarakat.
Selain itu, pipa PDAM pun belum masuk wilayah tersebut.
Baca juga: Tak Punya Suami, Sarinah Terpaksa Ajak Anak Ngamen dan Biarkan Tak Sekolah, Mujur Bertemu Penolong
Bahkan telaga pun tidak ada.
Praktis, warga Padukuhan Nglumbung yang terdiri dari 178 Kepala keluarga di 7 RT hanya mengandalkan bak penampungan air hujan (PAH) untuk memenuhi kebutuhan.
PAH milik warga hanya bertahan beberapa minggu setelah hujan terakhir mengguyur.
“Tidak ada sumber air, karena wilayah kami berbatu, dan berongga,” kata Walidi.
Walidi berharap, ke depan ada solusi nyata yang diberikan pemerintah maupun pihak swasta. Mengingat air adalah kebutuhan mendasar hidup.
Walidi mengatakan, rata-rata warga sudah menghabiskan belasan tangki air bersih yang dibeli dari pihak swasta. Selain itu mengandalkan bantuan dari swasta dan pemerintah.
“Bantuan kami prioritaskan untuk warga kurang mampu, setiap RT kami minta mendata warganya yang kurang mampu untuk mendapatkan bantuan air bersih,” ucap dia.
Salah satu warga Nglumbung, Ponijo mengaku, sudah membeli air bersih lebih dari 10 tangki sejak beberapa bulan lalu.
Sebagai pekerja serabutan, dirinya harus menyisihkan sebagian penghasilan untuk membeli air.
“Air itu kebutuhan utama, yang lain ditunda terlebih dahulu,” kata Ponijo.
Ponijo menuturkan, 5.000 liter air dibeli dengan harga Rp 130.000-150.000. Itu pun harus mengantre dan bergantian giliran dengan warga lain.
“Harus antre karena banyaknya warga yang membutuhkan air bersih,” kata dia.