"Lalu saksi (MAM), saudara tersangka, dia posisinya memang dimintai bantuan (tersangka), tidak ikut kegiatan membantu atau memperlancar, dia tidak tahu sama sekali," jelasnya.
Bahkan, menurut Jumhur, saat misteri penemuan mayat mutilasi dalam koper tersebut bermuara pada penangkapan terhadap tersangka, dan membuatnya harus diperiksa berjam-jam oleh penyidik kepolisian, Saksi MAM merasa syok, dongkol, dan marah kepada tersangka.
Karena, Saksi MAM merasa tersangka menyalahgunakan hubungan kekerabatan dengannya dalam upaya menghilangkan barang bukti potongan mayat tubuh korban.
"Dia saat baru tahu, ya marah, gak percaya; kok awakmu ngunu (kok kamu begitu). Untungnya dia merasa gak tahu dan tidak merasa dilibatkan juga kan. Tapi dia kaget dan marah," ungkapnya.
Lalu, bagaimana dengan kondisi tersangka selama menjalani masa penahanan di Mapolda Jatim untuk melengkapi pemberkasan perkara.
Menurut Jumhur, berdasarkan pemantauan selama ini, terdapat perubahan perilaku pada tersangka yang belakangan ini cenderung lebih banyak berdiam diri, merenung, dan berdoa.
Namun, secara umum, tersangka cenderung berperilaku lebih wajar sebagaimana sosok orang yang menyadari telah melakukan kejahatan.
Artinya, ungkap Jumhur, tersangka kini cenderung menerima segala bentuk takdir jalan hidup yang kini membuatnya mendekam di penjara sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kelakuannya.
"Dia banyak merenung, dia banyak berdoa, kondisinya lebih normal, sudah mulai menerima, kalau saya lihat. Pokoknya dia mau menjalani (proses hukum ini)," katanya.
Namun, jangan sekali-kali menyinggung soal anaknya. Menurut Jumhur, tersangka masih begitu rapuh tatkala diajak ngobrol seputar anaknya.
Bahkan, tersangka benar-benar tidak dapat mengendalikan kondisinya hingga tangis air matanya tak terbendung karena sangat menyayangi anak-anaknya.
"Tapi kalau diomongin masalah anak, nah nangis dia. Bagaimana pun dia merasa bersalah dan yang kena imbasnya pun, ya keluarga. Iya (menyesal dia)," pungkasnya