"Setelah pertemuan pertama, tiga hari kemudian Tami dan Cai Fang Lei kembali untuk memastikan pernikahan. Mereka juga menyerahkan uang mahar sebesar Rp 45 juta, yang dipotong Rp 5 juta untuk Tami dan sisanya digunakan untuk biaya pernikahan," ujar Jaenuri.
Baca juga: Tangis Belasan TKW di Arab Minta Dipulangkan, Sakit Keras Malah Diisolasi Majikan, Alami Kekerasan
Pada 6 Desember 2024, Sugi menikah secara siri di rumah orang tuanya. Setelah itu, ia dibawa ke Jakarta selama tiga hari sebelum akhirnya diberangkatkan ke China pada 28 Desember 2024, menyusul suaminya yang telah lebih dulu pulang.
Namun, sesampainya di China, Sugi mendapati bahwa janji-janji yang diberikan kepadanya tidak terealisasi.
Ia tidak diberi nafkah yang layak dan hanya diberikan uang untuk membeli sayuran setiap hari, yang harus ia makan berdua dengan suaminya.
"Setiap meminta uang untuk dikirim ke keluarga di kampung, permintaannya selalu ditolak. Ia juga harus terus melayani suaminya meskipun dalam keadaan sakit. Jika menolak, ia dimarahi dan diusir," ungkap Jaenuri.
Sugi bahkan diancam harus membayar Rp 65 juta jika ingin kembali ke Indonesia. Berdasarkan kronologi tersebut, SBMI menyimpulkan bahwa Sugi menjadi korban TPPO dengan modus pengantin pesanan untuk tujuan eksploitasi seksual.
SBMI pun telah melaporkan kasus ini ke Polres Indramayu dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) guna membantu pemulangan korban ke tanah air.
"Kami melaporkan dengan dasar Pasal 4 Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO serta Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)," kata Jaenuri.
Baca juga: Tangis TKW Dewi Disuruh Bayar Rp 26 Juta Jika Ingin Pulang, di Kampung Hanya Punya Gubuk: Nggak Laku
Setelah mengalami penderitaan selama lebih dari satu bulan, Sugi akhirnya berhasil kabur berkat bantuan seorang teman sesama Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Indonesia di Taiwan yang meminjamkan uang kepadanya.
"Saya bisa pulang setelah terjadi cekcok dengan suami. Saat itu, ia sempat mengusir saya," ungkap Sugi.
Selama di China, Sugi merasa tidak diperlakukan selayaknya seorang istri. Ia tidak diberi nafkah, hanya mendapat makanan seadanya, serta dipaksa terus melayani suaminya.
Jika menolak, ia mendapat ancaman dan dilaporkan ke pihak agen pernikahan.
"Saya baru tahu kalau saya direkrut hanya untuk mengurus rumah. Itu yang membuat saya kerap melakukan perlawanan dan sering terlibat cekcok dengan suami," ujar Sugi.
Saat cekcok, suaminya kerap mengusirnya dan meninggalkannya sendirian tanpa uang serta makanan. Kini, setelah berhasil pulang ke kampung halamannya, Sugi berharap kasusnya bisa diusut tuntas agar tidak ada lagi korban lain yang mengalami nasib serupa.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com