Modusnya, Ganjar menerima gratifikasi tersebut melalui perannya sebagai Pegawai Pembuat Komitmen (PPK). Sebagai PPK, dia memiliki tanggungjawab dalam menetapkan perjanjian dengan pihak ketiga untuk pelaksanaan kegiatan, melaksanakan pengadaan barang/jasa, memantau kemajuan pekerjaan, mengusulkan pembayaran atas beban APBN/APBD, hingga memastikan hasil pekerjaan sesuai spesifikasi dan ketentuan kontrak.
Pemberian gratifikasi tersebut diduga berkaitan dengan tugas tersebut.
"Oleh pelaku, uang gratifikasi ini masuk ke rekening sendiri dan untuk menghilangkan jejaknya pelaku membeli deposito hingga investasi lainnya," kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar.
Baca juga: Wali Kota Eri Cahyadi Minta Pemilik Usaha Siapkan Jukir Resmi, Ada Rompi Khusus dan Bebas Parkir
Praktik tersebut bertentangan dengan peran yang saat itu sedang diemban tersangka. Sebagai pegawai negeri, Ganjar seharusnya melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ganjar dijerat dengan Pasal 12B junto Pasal 12C junto Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Juga, Pasal 3 junto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sekalipun demikian, Kejati Jatim menyebut dugaan gratifikasi yang dilakukan Ganjar tidak membuat negara mengalami kerugian.
"Ini gratifikasi," katanya.