Adapun desain yang akhirnya terpilih adalah desain tugu yang kini tengah berdiri megah.
Uwim juga menyebut bahwa proyek pembangunan Tugu Pesut ini dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024 dengan total anggaran Rp 1,1 miliar.
Selain pembangunan tugu yang baru, area di sekitarnya juga dipercantik dengan lampu sorot, jalur pejalan kaki, dan area hijau.
Sehingga kawasan tugu yang baru tidak hanya dirancang untuk mempercantik kota namun juga dapat memberikan ruang publik yang nyaman bagi masyarakat.
Baca juga: Bangunan Roboh saat Dipakai Berteduh, Pemuda asal Jombang Tewas Jatuh ke Jurang di Kediri
Di sisi lain, polemik desain Tugu Pesut juga ditanggapi oleh Farid Nurrahman, seorang pengamat tata kota.
Farid memberikan pandangannya terkait peran dan fungsi tugu tersebut dalam konteks tata kota.
"Ini jatuhnya kalau di bidang citra tata kota adalah landmark atau penanda. Fungsinya juga untuk estetika kota, tapi kalau bicara soal estetika kota sebenarnya tidak ada patokannya, hanya mengikuti esensi si pembuat yang disesuaikan dengan karakteristik kota atau budayanya," ujar Farid.
Menurutnya, desain serupa sudah lazim di kota besar, seperti Denpasar, meskipun selera seni tidak bisa diukur hanya dengan anggaran.
"Namun ini kembali lagi ke selera seni yang tidak bisa dinilai dengan uang, tapi orang yang paham tentang seni pasti paham," sebutnya.
Farid menilai langkah memperkenalkan Tugu Pesut sebagai landmark baru di Samarinda adalah hal yang positif.
"Kalau kacamata pengamat tata kota, ya itu menjadi sesuatu yang baik saja. Artinya, dari Pemkot punya niatan untuk menaruh suatu landmark di suatu kawasan," katanya.
Keberadaan tugu ini dinilai berhasil menarik perhatian publik, meski tanggapan masyarakat beragam.
"Kalau sekarang tugu itu jadi perhatian orang ya sesuai tujuannya sebagai landmark yang berhasil, karena berhasil mendapat perhatian. Sentimentalitasnya, positif atau negatif, itu kembali lagi ke selera masing-masing. Belum tentu pendapat masyarakat yang terdengar di publik menjadi anggapan yang diterima semua masyarakat," tuturnya.
Ia juga melihat hal ini sebagai proses pembelajaran seni kota bagi masyarakat.
"Masyarakat kita mungkin masih belum bisa menerima, bisa jadi literatur terhadap seni di kota kita masih terbatas, sehingga wajar belum paham, tapi bisa menjadi pelajaran juga," tambahnya.
Farid berharap masyarakat lebih memahami seni kota dan mendorong partisipasi publik dalam desain kota di masa depan, seperti sayembara logo yang dilakukan di beberapa daerah.
"Misal masyarakat bisa diajak untuk berpartisipasi dalam pemilihan desain di Taman A, Taman B, dan lain-lain," ujar Farid.
Ia juga menyarankan Pemkot melibatkan asosiasi arsitek dalam desain kota.
"Pasti mereka juga punya beribu ide," pungkasnya.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya diĀ Googlenews TribunJatim.com