Menurutnya, dalam situasi jalur normal, warungnya sehari bisa memasak beras sebanyak 50 kilogram.
Namun, sejak dilakukan penutupan jalur, mentok cuma masak beras 10 kilogram.
"Jadi sangat turun banget produksi masak dan juga pembelinya. Daripada tutup yang penting tetap jualan, karena rumah saya di sini juga," kata Sulastri.
Lebih lanjut, kata Sulastri, dalam sehari biasanya bisa dapat untung Rp5 juta.
Tetapi sejak dilakukan penutupan, pendapatan warungnya sehari cuma Rp500 ribu.
"Kalau sekarang dapatnya mungkin, Rp500 ribu. Kalau sebelum nutup bisa dapat kisaran Rp5 jutaan sehari," kata Sulastri.
Pembelian di warungnya sejak penutupan Jalur Gumitir juga seadanya.
Rata-rata mereka hanya pesan kopi dan minuman, tidak ada yang pesan makanan berat.
"Sementara yang beli makanan jarang, karena yang paling banyak beli makan itu tamu yang mau berangkat ke Bali."
"Tapi sejak ditutup jalur, mereka sudah tidak mampir kesini sudah," tuturnya.
Oleh karena itu, Sulastri mengaku harus mengurai produksi makanan yang dijual, agar bisnis rumah makan ini tetap bisa bertahan di tengah penutupan Jalur Gumitir.
"Seperti ikan biasanya ambil 10 kilogram, sekarang mungkin ambil 2 kilogram, daripada tidak laku," ungkapnya.
Baca juga: Tempuh Ribuan Kilometer Jualan Bendera Agustusan, Petani Agus Sepi Pembeli