Polemik Larangan Impor Pakaian Bekas
Kisah Pilu Romli, Hampir 3 Dekade Hidup Jualan Thrifting, Kini Bingung Jika Dagangannya Dilarang
Rencana Pemerintah melarang impor baju bekas ilegal (balpres) atau Thrifting, sebagaimana yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Sudarma Adi
Ringkasan Berita:
- Lokasi & Ancaman: Pedagang thrifting di Pasar Gembong, Surabaya, sangat cemas terhadap rencana pelarangan impor pakaian bekas (balpres).
- Dampak Livelihood: Muhammad Romli (35 tahun berdagang) dan Fadli (pengusaha baru pasca-pandemi) mengkhawatirkan kehilangan pekerjaan massal.
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Rencana Pemerintah melarang impor baju bekas ilegal (balpres) atau Thrifting, sebagaimana yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, beberapa waktu lalu, membuat cemas para pedagang Thrifting di Pasar Gembong, Jalan Gembong Tebasan, Kapasari, Genteng, Surabaya.
Muhammad Romli (60) misalnya. Ia mengaku tak tahu bakal bekerja apa lagi, jikalau rencana tersebut benar-benar diterapkan secara masif.
Hampir 35 tahun lamanya, ia menggantungkan hidup dengan berjualan pakaian bekas.
Kakek empat cucu itu, tak menampik, keluarga besarnya, terutama dari silsilah keluarga sang istri, sejak dahulu menggantungkan hidup dari berjualan pakaian.
Baca juga: Pedagang Thrifting Banyuwangi Kecewa dengan Larangan Impor Baju Bekas, Minta Pemerintah Lebih Bijak
"Sejak 1990-an. 8 tahun, dulu pakaian lokal, hasil penggadaian dan lelang. Saat Soeharto turun, banjir barang Thrifting ini," ujarnya saat ditemui TribunJatim.com, di lapaknya, Jumat (14/11/2025).
Omzet Menurun dan Pasokan Seret Jadi Masalah Ganda
Selama kurun waktu lebih dari tiga dekade itu, dirinya bisa menghidupi keluarga kecilnya, dan berhasil menyekolahkan kedua anaknya hingga bergelar sarjana.
Membayangkan rencana Menkeu Purbaya benar-benar diterapkan di kemudian hari, ia cuma bisa menggelengkan kepala dan mengelus dada.
"Kalau distop ya jutaan orang kehilangan kerja. Dulu 2016, pernah dibongkar depan ini, Saya enggak punya lapak, saat itu. Saya banting setir (kerja bidang lain), eh makan habis jual 1 rumah (buat biaya hidup) karena bukan profesinya," keluh pria asal Pasuruan itu.
Sebenarnya, bisnis tersebut juga tak begitu mendulang cuan seperti beberapa tahun sebelumnya. Omzetnya, diakui menurun, kisaran Rp20-25 juta per bulan.
Dua lapak bangunan yang disewa tepat di pinggir Jalan Gembong Tebasan, terpaksa dijaga sendiri bersama sang istri, mulai pukul 07.00-16.00 WIB.
Beberapa tahun lalu, ia memiliki sejumlah karyawan; anak muda yang ingin bekerja atau memperoleh penghasilan sendiri di usia belia.
Namun, belakangan terpaksa diberhentikan, karena keuntungan dan pengeluaran membayar gaji para karyawan bak peribahasa besar pasak daripada tiang.
"Dulu menantu saya bisa bantu berjaga sampai malam hari, semenjak saya pulang sore. Tapi menantu saya meninggal dunia, pada awal covid, enggak bisa lagi saya lama-lama," jelasnya.
Romli mengakui, pembatasan demi pembatasan impor pakaian bekas sudah mulai dilakukan oleh Pemerintah beberapa tahun terakhir.
Buktinya, ia dan seluruh pedagang Thrifting di Pasar Gembong mengaku kesulitan memperoleh pasokan bahan pakaian bekas untuk dijual.
Kurun waktu tahun ini, ia sempat kesulitan pasokan selama 4-6 bulan. Informasi yang diperolehnya, suplier di Bandung Jabar, mulai kesulitan memperoleh barang kiriman impor dari luar negeri.
"Barang dari Bandung, ada suplier online gitu. Datang ke saya gak menentu. Lihat situasi di sana, katanya enggak aman," ungkapnya.
Jikalau pada suatu hari pasokan itu tiba, maka harganya bisa naik berlipat-lipat. Sehingga, terpaksa, Romli harus menjual pasokan pakaiannya itu kepada pelanggan dengan harga agak mahal.
"Nah, kalau gitu itu terus apalagi dilarang-larang, barangnya tambah mahal, ya tambah enggak bisa makan," katanya.
Menanggapi rencana tersebut, Romli cuma bisa berharap Pemerintah tidak menutup bisnis penjualan barang bekas. Ia lebih menghendaki, adanya pengaturan ulang penjualan Thrifting, ketimbang pelarangan yang membuat masyarakat terutama para pedagang seperti dirinya bakal gulung tikar.
"Kalau bisa ya diresmikanlah. Dilegalkan. Supaya enggak bingung. Selama ini kan masih dikatakan ilegal. Jadi kalau mau kulakan itu was-was. Khawatir gitu loh maksudnya itu," pungkasnya.
Baca juga: Tanggapan Pakar Ekonomi Unair Prof Rossanto Soal Larangan Impor Pakaian Bekas: Langkah Tepat
Kekhawatiran yang sama juga dirasakan oleh Fadli (44) asal Sampang. Ia baru berjualan Thrifting selama kurun waktu lima tahun lamanya. Bisnis tersebut dimulai tatkala Pandemi Covid-19 menerpa dunia
Ia semula memiliki pekerjaan prestisius sebagai staf biro travel yang tugasnya mendampingi jamaah umrah di Madinah. Gegara pandemi yang sempat melumpuhkan aktivitas ibadah umrah, membuatnya terpaksa pulang dan tak bisa bekerja ke Arab Saudi lagi.
Fadli sempat bekerja sebagai teknisi kontraktor di Bali. Namun, tak berjalan lama. Hingga akhirnya mulai berdagang pakaian bekas; Thrifting, seperti saran dan ajakan beberapa temannya.
Ternyata, perlahan-lahan, bisnis kecilnya ini mulai tumbuh. Ia memperoleh penghasilan yang lumayan untuk sekadar menghidupi istri dan satu anaknya secara layak.
Bahkan, Fadli berhasil menyewa lapak sederhana di pinggir Jalan Gembong Tebasan, meskipun cuma serupa tenda berukuran panjang 5 m x 3 m, beralaskan petak deretan Palet Kayu Forklift.
Paling tidak, bisnis penjualan pakaian Thrifting yang dirintisnya mulai bertumbuh dan terus menerus menghasilkan cuan.
Namun, tatkala membaca berita melalui ponsel bahwa penjualan pakaian Thrifting bakal dilarang oleh 'Menkeu Pak Purbaya', Fadli cuma bisa mengelus-elus dada.
Lalu, ia seraya berdoa dalam setiap ibadah Salat Fardu yang ditunaikannya, agar Pemerintah benar-benar bijak memberlakukan rencana tersebut.
"Ya Allah, saya minta dalam doa saya, saya minta Pak Prabowo dan Pak Purbaya menatah dengan rapi. Bukan cuma mulut, tapi saya meminta secara ruhani," kata Fadli saat ditemui TribunJatim.com, di lapaknya.
Fadli berharap besar bahwa Pemerintah tidak serta merta melarang penjualan pakaian Thrifting. Namun, lebih kepada mengatur penjualannya saja.
Bahkan jika perlu, ia rela manakala Pemerintah menarik pajak cukai untuk setiap pembelian pakaian Thrifting tersebut.
Karena, Fadli meyakini bahwa pakaian Thrifting ini bukan benda terlarang atau haram seperti minuman keras ataupun berbagai jenis zat narkotika.
"Misalnya pengin dikasih bea cukai monggo diaturlah. Diatur aja. Tapi jangan dilarang. Diatur mungkin ya termasuk, mungkin koordinasi antarnegara supaya kualitas dibagusin. Terus dikasih label semacam kayak ada bea cukai gitu, enggak masalah gitu," pungkasnya.
Di lain sisi, pembeli Rio mengaku keberadaan pakaian Thrifting membantu menemukan pakaian yang menurutnya keren untuk nongkrong.
Terkadang ia merasa terbantu dengan pakaian Thrifting untuk memodifikasi style penampilannya tatkala nongkrong bersama temannya.
"Biasanya jaket yang branded gitu, kalau aslinya ya mahal, tapi pintar-pintar pilih aja. Kalau gak nemu, ya lewat olshop sih carinya," katanya pada TribunJatim.com
Menyoal rencana Pemerintah melarang pakaian Thrifting beredar, Rio menyayangkannya. Karena kesempatan memperoleh pakaian bermerek terkenal secara murah, bakal pupus.
Tapi ia juga tak ambil pusing jika memang harus beralih ke produk lokal. Hanya saja mungkin bakal lebih selektif untuk membeli melalui toko online yang disediakan merek lokal tersebut.
"Ya saya cari pakaian brand local. Tapi saya mau coba lewat online aja dulu untuk cari Thrifting," pungkasnya.
Sebelumnya, dikutip dari Kompas.com, sejumlah 19.391 bal pakaian bekas ilegal (balpres) atau Thrifting senilai Rp112,3 miliar sitaan secara bertahap disimpan di 11 gudang milik delapan distributor di Bandung, Jabar, telah dimusnahkan oleh Kementerian Perdagangan.
Pemusnahan pakaian Thrifting asal Jepang, Korea dan Tiongkok itu, dilakukan secara bertahap di beberapa lokasi, mulai Senin (14/10/2025) hingga berlangsung di PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLi), Bogor, Jabar, pada Jumat (14/11/2025).
Semua balpres tersebut merupakan sitaan dari Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), Kemendag, Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, di Bandung, Jabar.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan proses pemusnahan menggunakan biaya dari pihak para distributor dan importir pakaian Thrifting tersebut.
Baca juga: Pelaku Thrifting Surabaya ini Buka Suara Soal Larangan Impor: Bukan Ancaman, Peluang Ekonomi Kreatif
Kemudian, terhadap delapan distributornya, Budi menegaskan, pihaknya sudah memberikan sanksi administratif dan penutupan tempat usaha.
"Lokasi usaha terhadap pengimpor atau distributor, kami tutup. Kedua, kami meminta kepada importir atau distributor untuk melakukan pemusnahan barang," ujarnya dalam Konferensi Pers di PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLi), Bogor, Jabar, Jumat (14/11/2025).
Kemudian, Anggota Ditreskrimsus Polda Metro Jaya membongkar praktik perdagangan pakaian bekas impor ilegal (balpres) atau Thrifting di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, sejumlah 207 bal pakaian balpres disita.
Pengungkapan kasus bermula dari informasi laporan masyarakat tentang adanya truk engkel bermuatan pakaian bekas di kawasan Duren Sawit, pada Rabu (12/11/2025).
Saat diselidiki, Penyidik Subdit I Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menemukan 23 bal pakaian Thrifting di dalam truk tersebut. Sopir berinisial D diamankan untuk menjalani pemeriksaan.
Ternyata, truk tersebut hendak mengirim pasokan barang ke Pasar Senen, Jakarta Pusat. Seorang koordinator penerima pasokan pakaian Thrifting berinisial I diamankan.
Kasus tersebut dikembangkan hingga ke Padalarang, Bandung Barat. Di lokasi tersebut, petugas menyita dua truk engkel, tiga mobil boks, satu unit Avanza.
Serta mengamankan tujuh sopir dan kenek yang mengangkut 184 bal pakaian bekas impor atau Thrifting lainnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/Muhammad-Romli-60-pedagang-Thrifting-di-Pasar-Gembong.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.