Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Petani Damhuji Masih Setia Membajak Sawah dengan Sapi Demi Melestarikan Tradisi

Damhuji, petani dari Sampang, Madura, Jawa Timur memilih menggunakan cara tradisional saat membajak sawah dengan sapi

Penulis: Hanggara Syahputra | Editor: Samsul Arifin
TribunJatim.com/Hanggara Pratama
MENOLAK MODERNISASI - Di tengah modernisasi pertanian yang melaju kencang, Damhuji, seorang petani berusia 54 tahun, asal Desa Daleman, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang, Madura masih setia pada cara lama, membajak sawah dengan menggunakan dua ekor sapi, Senin (3/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Petani asal Sampang, Madura, Jawa Timur masih membajak sawah dengan media sapi
  • Damhuji mengaku melestarikan tradisi dan kenangan masa kecil dengan membajak sawah menggunakan cara tradisional.
  • Menurutnya, penggunaan sapi punya keuntungan ekonomis sebab, kalau sewa mesin bisa sampai Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu satu petak sawah.

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Hanggara Pratama 

TRIBUNJATIM.COM, SAMPANG - Damhuji, petani dari Desa Daleman, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur masih setia menggunakan sapi untuk membajak sawah

Di tengah modernisasi pertanian yang melaju kencang, Damhuji, seorang petani berusia 54 tahun, masih setia pakai cara lama.

Dia berdiri kokoh, kedua tangannya menggenggam erat gagang bajak dari kayu, sementara dua ekor sapi kesayangannya perlahan membelah tanah yang basah.

Tidak ada suara mesin, yang ada hanya ritme ketukan kaki sapi dan gesekan bajak yang membelah sawah, ritme yang dia warisi dari keluarga terdahulu.

Baca juga: Puluhan Petani di Surabaya Utara Tolak Pendirian Sekolah Rakyat di Lahan Mereka, Mengadu ke DPRD

Lestarikan Tradisi 

Hamparan sawah di Desa Daleman, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang, Madura, masih berselimut dingin embun terdengar suara lembut lenguhan sepasang sapi menarik perhatian.

"Ini bukan soal hemat biaya atau tidak punya pilihan, Ini warisan orang dulu. Rasanya sulit sekali meninggalkan tradisi ini," kata Damhuji, Senin (3/11/2025).

Bagi Damhuji, membajak sawah dengan sapi bukan sekadar aktivitas bertani.

Ada nilai sejarah di setiap langkah sapi dan setiap garis tanah yang terbelah. 

Di punggung sapi itu, menyimpan kenangan masa kecil, ketika dia mengikuti ayahnya ke sawah dan belajar bahwa tanah bukan hanya lahan, melainkan kehidupan.

Di desa lain, handtractor mungkin menjadi pemandangan yang lumrah. 

Namun, di Desa Daleman, alat itu termasuk langka. Hanya ada satu unit yang dimiliki kelompok tani.

"Kalau mau sewa alat handtractor harus antre dulu, kadang sampai nunggu berhari-hari," ucapnya.

Menunggu bukan pilihan bagi petani yang hidupnya bergantung pada waktu tanam.

Baca juga: Motor Petani di Jember Raib Saat Ditinggal ke Sawah, Pelaku Ganti Plat Nomor Untuk Kelabui Polisi

Di saat petani lain menunggu giliran mesin, Damhuji sudah memulai pekerjaannya.

Dia tidak menepis bahwa menggunakan sapi jauh lebih lelah. 

Dibutuhkan tenaga besar dan kesabaran tinggi untuk mengarahkan sapi agar tetap lurus membajak. 

Namun bagi Damhuji, ada kepuasan tersendiri.

"Rasanya seperti menyatu dengan tanah," ungkapnya.

Damhuji mengakui penggunaan sapi punya keuntungan ekonomis sebab, kalau sewa mesin bisa sampai Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu satu petak sawah.

"Kalau pakai sapi, apalagi sapi milik sendiri, biaya hampir tidak ada," tuturnya.

Namun bagi Damhuji, uang hanya bagian kecil dari alasan. Tradisi yang menjadi poros utamanya.

Melihat Damhuji membajak sawah adalah seperti menyaksikan potongan waktu yang bertahan dari derasnya arus perubahan.

Ketika sebagian petani memilih efisiensi dan kecepatan, Damhuji memilih keberlanjutan dan nilai. 

Dia memilih suara hati ketimbang suara mesin.

"Selama saya masih mampu pegang bajak ini, sapi tetap akan jalan bersama saya," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved