Berita Viral
Dampak Negatif MBG Bikin Pedagang Menjerit, Sebut Dapur Tak Pernah Beli Daging & Sayuran di Pasar
Dampak negatif program MBG ini dirasakan pedagang pasar di Jawa Barat hingga Jawa Tengah.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Para pedagang sayuran dan daging potong menjerit imbas program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Dampak negatif MBG ini dirasakan pedagang di Pasar Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Pasalnya, omzet mereka menjadi turun akibat adanya program MBG tersebut.
Baca juga: Peserta Ngamuk Event Lari Kacau, Geruduk Panggung Keluhkan Tak Ada Medali hingga Minim Water Station
Hal itu terjadi karena dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) MBG tidak belanja sayuran dan daging di pasar.
Ini membuat harga jual di pasar menjadi naik hingga minim pelanggan.
Kondisi ini terjadi karena para pedagang mendapatkan harga naik dari pemasok.
Lantaran bahan baku banyak dipesan dapur langsung ke pemasok sayuran dan daging.
Kondisi ini diungkap Ketua Persatuan Warga Pasar (Perwapas) Palabuhanratu, Yudi Permana Risman.
"Sangat berdampak sekali," ujar Yudi saat dikonfirmasi Tribun Jabar, Senin (6/10/2025).
"Salah satu ayam potong aturan bulan ini murah jadi mahal akibat kuota pemakaian MBG, sehingga ayam meledak harganya," imbuh dia.
Yudi pun membenarkan bahwa dapur MBG tidak ada yang belanja kebutuhan sayuran dan daging di pasar.
"Enggak ada yang ke pasar, kebanyakan dapur MBG pengiriman dari luar," ucap Yudi yang juga pedagang ayam potong.
Informasi yang diterima Tribun Jabar, harga ayam potong di Pasar Palabuhanratu saat ini berkisar Rp40 ribu hingga Rp42 ribu per kilogram.
Kondisi ini membuat pedagang kebingungan karena pembeli menjadi turun akibat harga mahal.
Para pedagang pun tidak bisa berbuat banyak karena mereka juga mendapatkan harga mahal dari pengepul.

Tak hanya di Jawa Barat, MBG juga membuat harga telur di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, mengalami kenaikan.
Kenaikan tersebut salah satunya terjadi di, Pasar Ngawen Blora.
Salah seorang pedagang telur, Wisi (50) mengatakan, kenaikan harga telur terjadi sejak ada program MBG.
"Sekarang harga telur Rp28 ribu, naik terus mas sejak ada MBG. Dulu sempat di harga Rp25 ribu, terus naik Rp26 ribu, hingga sekarang naik jadi Rp28 ribu," terangnya, Senin (6/10/2025).
Baca juga: Kades Kaget Ngadiyem & Tukimin 7 Tahun Tinggal di Gubuk Reyot Berlantai Tanah: Keburu Viral Duluan
Lebih lanjut, dampak kenaikan harga telur tersebut, Wisi sering mendapatkan keluhan dari pembeli.
"Ya, paling pembeli bilang, 'Kok naik lagi', kalau saya menanggapinya ya bagaimana saya ikut harga pasar aja kan, naik ya tinggal ikut naik, turun ikut turun," jelasnya.
Wisi mengatakan, untuk kebutuhan pokok yang naik hanya telur saja, kebutuhan lain cenderung stabil.
"Telur saja yang naik, kalau minyak dan gula harganya standar, biasa, enggak naik," terangnya.
Hal senada juga diungkapkan pedagang lainnya, Mining.
Mining menyebut, harga telur mengalami kenaikan sejak ada MBG.
"Iya, telur naik mas harganya. Ini sejak ada MBG, harga telur naik," paparnya.

Program MBG merupakan gagasan Presiden Prabowo dan sudah berjalan selama 10 bulan.
Program MBG bertujuan meningkatkan dan memperbaiki kualitas gizi anak Indonesia terutama anak yang berasal dari golongan yang kurang.
Namun, kenyataannya justru lain, makanan kurang variatif dan kurang memenuhi gizi, bahkan banyak yang sampai keracunan.
Guru Besar Departemen Manajemen FEB UGM (Universitas Gadjah Mada), Prof Dr R Agus Sartono, MBA berpendapat, belajar dari pengalaman di negara maju, Makan Bergizi Gratis atau MBG sejatinya merupakan ide yang bagus.
Baca juga: Dari 42433 Ponpes, Ternyata Hanya 50 yang Punya Izin Mendirikan Bangunan: Tanggung Jawab Pengelola
Program ini sesungguhnya memberikan banyak manfaat, pertama setidaknya bertujuan memperbaiki gizi anak di usia pertumbuhan melalui asupan yang cukup.
Kedua, membangun kohesi sosial karena anak mendapatkan makanan yang sama, dan harapannya akan tumbuh empati dan kepedulian sosial.
Ketiga, melalui program ini memberi pelajaran anak berperilaku tertib saat mengantri mengambil makanan, dan membersihkan makanan.
Keempat, anak tumbuh sikap bertanggung jawab untuk mengambil secukupnya, dan bertanggung jawab untuk tidak membuang-buang makanan.
Kelima, memberikan multiplier effect pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan, dan keenam, terciptanya lapangan kerja serta mencegah urbanisasi.
“Tantangannya di implementasi, persoalan muncul bukan pada ide besar, tetapi pada delivery mechanism sehingga belakangan ini muncul pandangan negatif dan berbagai kasus keracunan muncul,” ujar Agus Sartono dikutip dari laman UGM, Senin (6/10/2025).
Peserta Ngamuk Event Lari Kacau, Geruduk Panggung Keluhkan Tak Ada Medali hingga Minim Water Station |
![]() |
---|
Kades Kaget Ngadiyem & Tukimin 7 Tahun Tinggal di Gubuk Reyot Berlantai Tanah: Keburu Viral Duluan |
![]() |
---|
Latar Belakang Hariman Ibrahim, Wakil Ketua DPRD Viral Gelagapan Baca Teks UUD 1945, Dulunya Nelayan |
![]() |
---|
Purbaya Ditegur Luhut Soal Anggaran MBG, Rocky Gerung Sebut Prabowo Pusing, Sentil Keretakan Kabinet |
![]() |
---|
9 Hari Gali Tanah Demi Curi Emas Senilai Rp 4,4 Miliar, Maling Cuma Sempat Belanjakan Ponsel |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.