Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Curhat Orangtua Kurang Bayar Rp100 Ribu Anak Dilarang Ikut Ujian, Disuruh Sekolah Cari Pinjaman

Seorang wali murid mengeluhkan kebijakan sekolah anaknya terkait pembayaran dan pelunasan biaya pendidikan.

Kompas.com
KURANG BAYAR - Ilustrasi kelas kosong. Seorang wali murid mengeluhkan kebijakan sekolah anaknya terkait pembayaran dan pelunasan biaya pendidikan, Sabtu (18/10/2025). 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang wali murid mengeluhkan kebijakan sekolah anaknya terkait pembayaran dan pelunasan biaya pendidikan.

Tri Wahyuni (55), wali murid SMK Pembaharuan Purworejo, Jawa Tengah ini mengatakan, kurang bayar Rp100 ribu saja, anak sudah tidak boleh ikut ujian.

Ia bahkan disuruh pihak sekolah untuk mencari pinjaman.

H (16), anak Tri Wahyuni sempat diusir dilarang ikut ujian dan disuruh ke perpustakaan karena belum melunasi di tenggat waktu yang ditentukan oleh sekolah.

Dia saat ini masih memiliki tanggungan biaya pendidikan sebesar Rp4,5 juta.

Kebijakan kontroversial yang diterapkan SMK Pembaharuan Purworejo, menuai kritik dari orangtua siswa dan pengawas pendidikan.

Baca juga: Guru Maya Punya Bukti Rekaman Muridnya Akui Beli Narkoba, Anak Nita Dapat Poin Pelanggaran 99 Persen

Sekolah di bawah naungan Yayasan Pembaharuan itu mewajibkan seluruh siswa melunasi biaya pendidikan paling lambat Sabtu (18/10/2025), dengan ancaman nonaktif atau dianggap mengundurkan diri bagi yang belum melunasi.

Kebijakan tersebut tertuang dalam surat pemberitahuan per 16 Oktober 2025 yang ditandatangani Kepala SMK Pembaharuan Purworejo, Sugiri. 

Surat itu disampaikan melalui wali kelas kepada seluruh siswa.

Dalam surat tersebut disebutkan bahwa hanya siswa yang sudah melunasi biaya sekolah yang diperbolehkan mengikuti Asesmen Sumatif Tengah Semester (ASTS) yang dijadwalkan pada Senin (20/10/2025).

Pada poin lain dijelaskan bahwa siswa yang belum melunasi hingga batas waktu yang ditentukan akan dianggap mengundurkan diri secara otomatis.

DILARANG IKUT UJIAN - Potret suasana di SMK Pembaharuan Purworejo. Kebijakan sekolah itu jadi sorotan lantaran siswa yang belum lunas biaya pendidikan tidak boleh ikut ujian, bahkan dipaksa untuk mengundurkan diri atau dikeluarkan.
DILARANG IKUT UJIAN - Potret suasana di SMK Pembaharuan Purworejo. Kebijakan sekolah itu jadi sorotan lantaran siswa yang belum lunas biaya pendidikan tidak boleh ikut ujian, bahkan dipaksa untuk mengundurkan diri atau dikeluarkan. (DOKUMENTASI PEWARTA PURWOREJO)

Siswa Dilarang Ikut Ujian 

Kebijakan tersebut terungkap setelah Tri Wahyuni mendatangi Kantor Balai Wartawan Purworejo untuk meminta bantuan terkait kasus yang dialami anaknya, H, siswa kelas XI.

“Anak saya datang ke sekolah, tetapi malah disuruh ke ruang perpustakaan dan tidak boleh ikut ujian. Mereka hanya duduk diam tanpa kegiatan,” kata Tri, Jumat (17/10/2025), dikutip dari Kompas.com.

Tri menjelaskan, keluarga sebenarnya sedang berusaha melunasi tunggakan Rp4,5 juta, namun meminta keringanan agar bisa mencicil.

“Saya minta kebijakan supaya bisa diangsur, tapi sekolah tidak mengizinkan. Malah disuruh cari pinjaman."

"Kurang Rp100 ribu saja, anak sudah tidak boleh ikut ujian,” keluhnya.

Dia menambahkan, kepala sekolah sempat memperingatkan orangtua agar tidak melapor ke media, dengan alasan bisa berakibat anaknya dikeluarkan.

Sementara itu, H akhirnya memilih tidak berangkat ke sekolah karena malu.

“Malu, terus mau ngapain ke sekolah,” ujar H yang dikenal sebagai siswa berprestasi dan selalu meraih peringkat pertama sejak kelas X. 

Baca juga: Siswa SD Sakit Seminggu hingga Kulit Mengelupas usai Santap MBG, Wali Murid Trauma: Bekasnya Hitam

Dikonfirmasi, Kepala SMK Pembaharuan Purworejo, Sugiri membenarkan adanya kebijakan tersebut. 

Dia menyebut keputusan itu merupakan arahan yayasan karena kondisi keuangan sekolah sedang sulit.

“Siswa yang belum bayar memang tidak boleh mengikuti penilaian tengah semester, dengan harapan orangtua segera melengkapi administrasi."

"Kalau belum bisa, pihak yayasan meminta anak tersebut diistirahatkan sementara,” jelas Sugiri.

Meski demikian, Sugiri belum memberikan tanggapan soal protes siswa yang dipaksa mengundurkan diri.

Sementara Pengurus Yayasan Pembaharuan, Marjuki mengatakan, pihaknya sebenarnya telah memberi keringanan dengan sistem pembayaran bulanan Rp200 ribu.

“Siswa tetap boleh mengikuti proses belajar mengajar, tapi untuk ikut ASTS harus lunas terlebih dahulu kekurangannya,” ujar Marjuki.

Setelah kasus ini disorot media, pihak yayasan sempat menyatakan bersedia mengadakan ujian susulan bagi siswa yang menunggak.

Namun kemudian pihak sekolah justru menyatakan para siswa tersebut akan dikeluarkan.

Baca juga: Wali Murid Keluhkan Dugaan Pungli Rp50.000 per Bulan, Wakasek Akui Sekolah Butuh Dana: Tidak Memaksa

Disayangkan Disdik

Pengawas MKKS SMK Purworejo, Bani Mustofa menyayangkan langkah ekstrem yang diambil pihak sekolah.

“Seharusnya bisa ada win-win solution. Kalau anak-anak dikeluarkan, mereka jadi ATS (Anak Tidak Sekolah), yang justru menjadi tanggung jawab pemerintah untuk diatasi,” ujarnya, Jumat (17/10/2025).

Senada, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VIII Jawa Tengah, Maryanto menegaskan kebijakan tersebut tidak dapat dibenarkan.

“Pendidikan adalah hak dasar setiap anak. Tidak boleh ada alasan anak tidak bisa belajar hanya karena belum lunas biaya sekolah."

"Pembayaran adalah urusan orangtua, sedangkan anak berkewajiban belajar,” tegasnya.

Maryanto menambahkan, pihaknya akan menelusuri dan menyelidiki kasus tersebut.

“Nanti akan kami tindaklanjuti,” tandasnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved