Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Hukum Perempuan Umrah Mandiri Tanpa Mahram, Bolehkah? ini Penjelasan Komisi Fatwa MUI

Muncul pertanyataan setelah umrah mandiri dilegalkan, di antaranya bolehkan perempuan umrah mandiri tanpa mahram?

ISTIMEWA
UMRAH MANDIRI - Ilustrasi jemaah umrah. Setelah umrah mandiri dilegalkan, muncul pertanyaan perempuan umrah mandiri tanpa mahram diperbolehkan atau tidak. Komisi Fatwa MUI memberikan penjelasan, Selasa (4/11/2025). 

TRIBUNJATIM.COMĀ - Indonesia kini melegalkan umrah mandiri melalui Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Masyarakat bisa melakukan ibadah umrah tanpa travel.

Namun setelah itu dilegalkan, muncul sejumlah pertanyaan terkait umrah mandiri. Di antaranya apakah boleh perempuan umrah mandiri tanpa mahram?

Bagaimana hukumnya jika perempuan umrah mandiri tanpa ditemani mahram atau suaminya?

Diketahui aturan umrah mandiriĀ perubahan kedua atas UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia.

Dengan terbitnya beleid baru tersebut, perjalanan ibadah umrah kini tidak hanya dapat dilakukan melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau Kementerian Agama, tetapi juga secara mandiri.

Artinya, jemaah memiliki pilihan untuk mengatur sendiri seluruh kebutuhan perjalanan ibadahnya, mulai dari pemesanan tiket, akomodasi, hingga pengurusan visa.

Program umrah mandiri ini menjadi alternatif bagi Muslim yang ingin beribadah dengan lebih pribadi dan fleksibel.

Baca juga: Alasan Masa Berlaku Visa Umrah Makin Singkat, Arab Saudi Ubah Menjadi 1 Bulan Sejak Penerbitan

Hukum umrah mandiri bagi perempuan tanpa mahram

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, menjelaskan persoalan safar (perjalanan jauh) bagi perempuan masih menjadi perdebatan klasik di kalangan ulama.

Perbedaan pandangan itu muncul karena adanya beragam hadis yang memberikan batasan berbeda terkait kebolehan perempuan bepergian tanpa mahram.

"Terkait masalah ini, tentu ulama tidak bersepakat dalam satu pendapat. Tetapi setidaknya ada dua pendapat yang mengatakan tidak boleh atau boleh," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (31/10/2025).

Miftahul Huda menjelaskan perbedaan pendapat di kalangan ulama muncul karena banyak hadis yang meriwayatkan larangan bagi perempuan untuk bepergian sendirian.

Ia menuturkan, dalam beberapa riwayat disebutkan batas waktu yang berbeda-beda, ada yang melarang perjalanan satu hari satu malam, dua hari, hingga tiga hari atau lebih.

"Itu banyak, banyak hadis yang melarang. Tetapi di sana ada beberapa hadis, meskipun derajatnya tidak sekuat hadis yang melarang, tetapi bisa dijadikan sebagai pedoman atau dijadikan sebagai hujah untuk bolehnya seorang perempuan bepergian atau safar, baik itu untuk berhaji, berumrah, maupun untuk belajar di tempat yang jauh," jelasnya.

Misalnya, terdapat hadis yang meriwayatkan Khalifah Umar bin Khattab pernah mengizinkan istri-istri Nabi untuk berhaji dari Madinah ke Mekkah tanpa didampingi mahram.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved