Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kisah Nasir Nyambi Jadi Buruh Angkut Barang di Pelabuhan, Gaji Honorer Satpol PP Rp750.000 Tak Cukup

Nasir mulai nyambi jadi buruh angkat barang di Pelabuhan Makassar usai tiga tahun mengabdi sebagai Satpol PP.

|
Penulis: Alga | Editor: Alga W
TRIBUN-TIMUR.COM/Muslimin Emba
NYAMBI - Muhammad Nasir (38) buruh angkut barang (bagasi) ditemui di depan gerbang utama Pelabuhan Soekarno-Hatta, Jl Nusantara, Kecamatan Wajo, Makassar, Sabtu (15/11/2025). Nasir juga berprofesi sebagai honorer provost Satpol PP Pemkab Maros. 
Ringkasan Berita:
  • Seorang honorer Provost Satpol PP Pemkab Maros nyambi jadi buruh angkut barang pelabuhan.
  • Gajinya sebagai honorer per bulan tak cukup untuk sehari-hari.

TRIBUNJATIM.COM - Muhammad Nasir (38) seorang honorer Provost Satpol PP Pemkab Maros nyambi jadi buruh angkut barang pelabuhan.

Nasir menjadi buruh angkut barang di Pelabuhan Makassar, Jl Nusantara, Kecamatan Wajo, Kota Makassar.

Baca juga: Tak Terima Disalahkan usai Laporkan 2 Guru Gegara Uang Rp20 Ribu, Faisal Tanjung LSM: Saya Ditantang

Ia mengaku, gajinya sebagai honorer tidak cukup untuk hidup sehari-hari.

Baginya, kenaikan gaji adalah sesuatu yang asing.

Padahal kabar rencana kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) seharusnya menjadi angin segar bagi para pekerja atau buruh.

Utamanya bagi mereka yang berstatus karyawan swasta di sebuah perusahaan.

"Kami buruh harian, dapat uang dari penumpang," ucap Nasir, satu dari puluhan buruh angkut barang di depan gerbang utama Pelabuhan Makassar, Sabtu (15/11/2025) sore.

Sudah 16 tahun, Nasir berseragam Praja Wibawa.

Ia diterima menjadi tenaga honorer di Pemkab Maros pada tahun 2009 lalu.

"Gaji saya di Satpol PP itu berjenjang, mulai Rp250 ribu sampai Rp500 ribu. Alhamdulillah sekarang naik Rp750 ribu per bulan," ucap Nasir, dilansir dari Tribun Timur.

Nominal gaji yang disebut Nasir tentu jauh dari UMP Sulsel saat ini, Rp3,6 juta.

Untuk mendekatkannya agar sedikit setara dengan standar upah yang ditetapkan pemerintah, Nasir pun harus bekerja ekstra.

Nasir mulai nyambi jadi buruh angkat barang atau buruh bagasi di Pelabuhan Makassar setelah tiga tahun mengabdi sebagai Satpol PP.

Tepatnya pada tahun 2012, ia mulai jadi buruh angkut barang.

Pekerjaan yang menguras tenaga lebih tersebut ia lakoni demi mencukupi kebutuhan keluarga.

Nasir harus asing dengan kebiasaan libur akhir pekan bersama keluarga.

Ia rela meninggalkan waktu berkumpul dengan keluarga di waktu senggang, demi menunaikan tugas dan tanggung jawab sebagai kepala keluarga.

Berkendara motor sejauh 36 kilometer dari rumahnya di Jl Poros Bantimurung, Kabupaten Maros, ke Pelabuhan Makassar, bukan lagi hal baru.

Sembilan tahun terakhir, ia telah melakoni kebiasaan tersebut.

Bukan karena tak sayang keluarga, tapi lebih kepada memastikan dapur tetap ngebul.

"Kalau dibilang cukup (gaji Satpol PP), itu jauh dari cukup. Tapi alhamdulillah dicukup-cukupkan saja," ucap ayah dua anak ini.

Baca juga: Niat Rekam Atap Kelas Ambruk Buat Minta Bantuan, Guru Minta Maaf: Biar Oknum Anggota Dewan Lihat

Sementara nyambi jadi buruh angkut barang juga bukanlah perkara yang mudah.

Butuh kekuatan fisik, mental, serta sapu tangan yang tak lepas dari pundak untuk mengusap keringat bercucuran.

Sambil menunggu penumpang yang ingin dibantu mengangkat barang, Nasir menceritakan suka duka kehidupannya.

Jika ada mobil melintasi gerbang masuk Pelabuhan Makassar, matanya sesekali melirik.

"Kalau ada mobil penumpang masuk, kita biasa lomba-lomba masuk tawarkan (jasa) mau diangkat barangnya atau tidak," ujar Nasir.

"Kalau misalkan tidak mauji, yah... kita kembali keluar sini menunggu," lanjutnya menceritakan skema kerja buruh angkut barang.

Jika berminat menggunakan jasa, Nasir akan mengangkat barang penumpang hingga ke tempat tidur dalam kapal seusai tertera di tiket.

Begitu juga saat ada kapal yang sandar di pelabuhan yang beroperasi sejak abad 16 ini.

Sejumlah porter atau buruh angkut barang saat mengangkut barang-barang milik penumpang di Pelabuhan Tanjung Perak, pada Sabtu (24/6/2017)
Sejumlah porter atau buruh angkut barang saat mengangkut barang-barang milik penumpang di Pelabuhan Tanjung Perak, pada Sabtu (24/6/2017). (TRIBUNJATIM.COM/PRADHITYA FAUZI)

Nasir mengaku, harus berdesakan menaiki tangga kapal demi menawarkan jasa angkut ke penumpang yang hendak turun.

Tak jarang kata dia, ada buruh terpeleset jatuh dari anak tangga akibat desak-desakan sesama buruh.

"Alhamdulillah, kalau sampai ada yang jatuh ke laut itu belum ada."

"Tapi kalau teman sampai luka kepalanya karena tersangkut di pintu masuk itu sudah pernah terjadi," kata Nasir.

Upah jasa angkut yang ditawarkan Nasir dan buruh lainnya tak menentu.

Semua tergantung dari kesepakatan tawar menawar dengan penumpang.

"Kalau koper kecil itu, kadang Rp20-30 ribu. Kalau beras misalnya di atas 50 kilogram, saya dapat Rp50 ribu juga. Tergantung kesepakatan," ungkapnya.

Upah antara Rp20-50 ribu sekali angkat tersebut tidak bersih diterima Nasir dan buruh angkut lainnya.

Mereka harus mengeluarkan 20 persen, sekali angkut ke mandor perusahaan outsourcing tempat ia dinaungi.

"Kalau misalkan Rp100 ribu, berarti keluar 20 persen itu, Rp20 ribu untuk mandor," ujarnya.

Baca juga: Nasib Guru Honorer 10 Bulan Tak Digaji, Inisiatif Kepsek Sumbangan Dana Rp 20 Ribu Malah Dilaporkan

Ada dua perusahaan outsourcing yang mengakomodir buruh angkut barang di Pelabuhan Makassar.

Ada yang berseragam hijau seperti yang dikenakan Nasir, ada juga berwarna cokelat.

Jumlah buruh angkut dari dua perusahaan penyedia jasa tersebut diperkirakan sekitar 600 orang.

Tak setiap hadir menunggu penumpang, Nasir pulang ke rumah dengan tersenyum.

Tak jarang, ia pulang dengan wajah lusuh karena tak dapat penumpang ingin menggunakan jasanya.

"Biasa juga pulang ke rumah hanya dapat untuk pembeli bensin. Kadang juga tidak bawa apa-apa," tuturnya.

Malam ini, Nasir serta buruh seragam hijau lainnya, mengadu nasib pada dua kapal penumpang yang akan berangkat di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar.

Yaitu KM Tulong Kabila yang dijadwalkan berangkat pukul 18.30 WITA dan KM Nggapulu pukul 21.30 WITA.

Kisah lainnya

Sebanyak 16 guru honorer di SMAN 12 Kabupaten Kaur hanya menerima bayaran Rp12.000 per jam.

Uang untuk bayaran para guru honorer tersebut bersumber dari urunan wali murid.

Praktik ini diungkap anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring.

"Jadi, awalnya kami kunjungan ke SMA Negeri 12 Kabupaten Kaur itu merespons aksi para siswa di media sosial yang meminta Gubernur dan presiden agar gedung sekolah mereka dibangun," kata Usin saat dikonfirmasi melalui telepon, Jumat (31/10/2025).

Sekolah yang berlokasi di Desa Bukit Indah, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, tersebut berada di wilayah terpencil dengan akses jalan tanah kuning yang rusak.

Selama tiga tahun terakhir, kegiatan belajar mengajar dilakukan di gedung milik SMPN 22 Nasal.

"Ada 130 siswa, kelas X 53 siswa, kelas XI 50 siswa, kelas XII 25 siswa," kata Usin, melansir Kompas.com.

"Saat kami mengunjungi sekolah diketahui sekolah mereka masih menumpang dengan SMP 22 Nasal," ujar Usin.

Sekolah tersebut dipimpin seorang pelaksana tugas (Plt) kepala sekolah yang juga merupakan guru tetap di SMKN 4 Kaur.

Menurut Usin, total ada 22 guru di sekolah tersebut, terdiri dari ASN, PPPK, paruh waktu, dan honorer.

"Dari situ kami temukan ada 16 honorer sekolah yang digaji Rp12.000 per jam," ucap Usin.

"Uang gaji para guru honorer sekolah itu didapat dari urunan para wali murid," ungkapnya.

Meski digaji dari urunan wali murid, para guru honorer mengaku tetap ikhlas menjalani tugasnya karena ingin anak-anak di daerah tersebut terus bersekolah.

"Jadi, karena SMA jauh sebelum ada SMAN 12, siswa tamat SMP kalau harus melanjutkan SMA harus kos karena SMA terdekat jauh dari desa," tuturnya.

"Untuk tamatan SMP yang tidak melanjutkan SMA maka menikah cepat," jelas Usin.

BAYARAN GURU HONORER - Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring (kemeja hitam), berbincang dengan siswa SMAN 12 Kabupaten Kaur, Jumat (31/10/2025). Sebanyak 16 guru honorer di SMAN 12 Kabupaten Kaur menerima bayaran Rp12.000 per jam yang bersumber dari urunan wali murid.
Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring (kemeja hitam), berbincang dengan siswa SMAN 12 Kabupaten Kaur, Jumat (31/10/2025). Sebanyak 16 guru honorer di SMAN 12 Kabupaten Kaur menerima bayaran Rp12.000 per jam yang bersumber dari urunan wali murid. (Dok pribadi/Usin Abdisyah Putra Sembiring)

Atas temuan tersebut, DPRD Provinsi Bengkulu berjanji akan mengawal usulan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) bagi SMA Negeri 12 Kaur.

"Kami sudah koordinasi dengan dinas, usulan USB sudah disampaikan ke kementerian pendidikan dan kebudayaan. Kami akan kawal agar SMA ini mendapat ruang baru dan permanen," kata Usin.

Ia menambahkan, apabila sekolah tersebut memiliki gedung baru, sekitar sembilan desa terdekat dapat menyekolahkan anak-anaknya tanpa harus jauh.

"Ada sembilan desa anak-anaknya bisa sekolah di SMA Negeri 12 kalau gedung barunya tersedia," ucapnya.

DPRD juga berkomitmen untuk membantu proses hibah tanah dan pematangan lahan.

Dalam kunjungan tersebut, DPRD menyerahkan seperangkat komputer dan printer kepada pihak sekolah.

"Selama ini para guru menggunakan monitor komputer lawas dan CPU rusak yang mereka rakit sendiri untuk memenuhi kebutuhan administrasi sekolah," tutup Usin.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved