Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Warga Tambak Medokan Ayu Keberatan Setor Rp 500 Ribu Sebulan untuk Air Bersih, Bayar PBB Tak Bisa

Ratusan warga keberatan bayar Rp 500 ribu per bulan untuk dapat air bersih.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
PIXABAY/JOHNNY KIM
KESULITAN AIR BERSIH - Foto ilustrasi terkait berita sekitar 700 KK di Tambak Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut, Surabaya tinggal di lahan konservasi dan kesulitan mengakses air bersih. Harus setor Rp 500 ribu per bulan. 

TRIBUNJATIM.COM - Ratusan warga keberatan bayar Rp 500 ribu per bulan untuk dapat air bersih.

Mereka adalah 700 KK di Tambak Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, yang tinggal di lahan konservasi.

Karenanya, warga jadi kesulitan mengakses air bersih.

Untuk mendapatkan air bersih, satu keluarga di sana harus membayar air bersih dengan biaya tinggi.

Ada semacam paguyuban sebagai penyedia dan pengelola air bersih di kawasan tersebut.

Namun warga mengeluhkan pengrlolaan air berbiaya tinggi ini.

"Persoalannya karena tak ada master meter PDAM di lahan konservasi itu. Warga kini terbebani untuk urusan air hingga Rp 500.000 per bulan," kata Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Aning Rahmawati, Senin (15/9/2025).

Aning menyampaikan fakta di lapangan usai menggelar reses. Jika ada master meter setiap warga paling mahal membayar Rp 100.000 per bulan.

Untuk itu, anggota Fraksi PKS ini mendesak agar layanan dasar terkait air bersih harus jadi prioritas.

Terungkap bahwa penyebab utama warga di Tambak Medokan Ayu itu tidak terakses PDAM karena berada di lahan konservasi.

Lahan yang mestinya hanya untuk ruang terbuka.

Tidak boleh ada bangunan atau permukiman.

Namun nyatanya kini ada 700 KK tinggal di lahan tersebut.

Baca juga: Ratusan KK di 2 Kecamatan Kabupaten Malang Kesulitan Air Bersih di Musim Kemarau

Dalam kondisi seperti ini, Pemkot Surabaya, kata dia, tidak boleh mengabaikan layanan kepada warga.

Selain itu, warga juga kaget karena mereka juga tidak bisa membayar PBB.

"Semua membuka mata kita semua bahwa sudah ada ratusan KK tinggal di lahan konservasi. Harus dicarikan solusi bersama. Untuk PDAM harus ada master meter agar warga tidak krisis air bersih," kata Aning.

Selama ini mereka juga menanggung beban urunan sembungan instalasi hingga Rp 6 juta.

Solusi yang bisa dilakukan adalah adalah pemasangan master meter yang bisa menuntaskan problem air bersih untuk 700 KK itu.

Pihak PDAM mengaku masih akan mengupayakan solusi atas kenyataan lahan konservasi yang dijadikan permukiman.

Aning menyebut bahwa sudah ada solusi akan ada pemasangan master meter.

Namun dengan catatan tidak boleh ada lagi tempat tinggal baru di lahan konservasi di pesisir Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) itu.

"Notulen kecamatan dan kelurahan juga kejaksaan. Akan dipasang master meter PDAM asal tidak ada rumah baru lagi," kata Aning. (Nuraini Faiq)

Baca juga: Derita Warga Desa Pulo Lumajang, Kesulitan Air Bersih, Sumur Mengering Berbulan-bulan

Dalam berita lain, sejumlah warga di Perumahan Pondok Sukmajaya Permai, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat mengeluhkan tagihan PDAM yang naik hingga empat kali lipat.

Naiknya tagihan tarif PDAM yang dikelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Depok, PT Tirta Asasta itu membuat mereka kaget.

Warga Perumahan Pondok Sukmajaya Permai, Irawati Retnaningsih merasakannya.

Biasanya, Irawati membayar tagihan bulanan PDAM sekitar Rp400 ribu hingga Rp500 ribuan saja, kini jadi Rp 2 juta.

Kenaikan bermula di tagihan bulan Agustus 2025, Tagihan PDAM miliknya mengalami kenaikan hingga 100 persen, dari yang biaaanya Rp 500 ribu menjadi Rp 1 juta.

“Kita sempet kaget, waduh jangan-jangan ada yang bocor kan gitu,” kata Irawati saat dihubungi wartawan, dilansir dari TribunJakarta.

Meski tagihan PDAM naik, Irawati tetap membayarnya sesuai tenggang waktu yang diberikan.

Ia awalnya menduga PDAM ada kesalahan pencatatan dan berharap tagihan di bulan depan kembali normal.

Namun harapan baiknya malah tak terjawab.

Pada bulan September 2025, tagihan PDAM milik Irawati justru semakin naik tak wajar, yakni mencapai Rp2 juta.

Bahkan, pihak PDAM sempat mengecek langsung saluran air di kediaman Irawati dan tidak menemukan kebocoran. 

"Sudah dicek tuh enggak ada kebocoran, karena memang enggak ada yang nyalain keran, mati gak muter (meteran PDAM) gitu loh, ya kali 4 kali lipat, gila kali itu ya,” tegasnya.

Melihat tagihan tarif PDAM yang terus naik, Irawati meminta pihak Tirta Asasta segera menanganinya. 

Sama seperti Irawati, warga lainnya Sulistyawan juga merasakan tagihan tarif PDAM yang tiba-tiba melonjak tak masuk akal.

“Ya nggak rasional aja, pemakaian kita regular, biasa, nggak ada penggunaan yang berlebih,” kata Sulistyawan.

Biasanya, Sulistyawan membayar tagihan bulanan PDAM sekitar Rp300 ribu hingga Rp 350 ribu.

Namun,  di bulan September 2025 ini, tagihan PDAM miliknya naik 100 persen, hingga mencapai Rp 928 ribu. Padahal, beberapa bulan aebelumnya PDAM sudah mengganti meteran miliknya agar berfungsi dengan baik.

Saat petugas PDAM melakukan pengecekan, mereka menjelaskan kenaikan tarif disebabkan karena adanya kebocoran. 

Pihak PDAM dalam penjelasan ke wartawan menyebutkan bahwa ada kebocoran internal di rumah Sulistyawan.

Namun hal tersebut diklarifikasi Sulistyawan, bahwa kebocoran di rumahnya sangat kecil dan berlangsung sudah bertahun-tahun.

"Bocornya itu kecil banget terlihat dari meteran yang memang berputar tapi pelan. Saya tahu itu bocor sudah bertahun-tahun dan dibiarkan karena kecil banget bocornya.1 bulan tidak sampai 1 kubik. Saya anggap itu sedekah air ke bumi, " ujarnya.

Baca juga: Ironi Ratusan Warga Terlanjur Tempati Lahan Konservasi Surabaya, Keluar Biaya Tinggi Demi Air Bersih

Dan selama ini, meski ada bocor, tagihan di kisaran Rp 300 - 400 ribu / bulan. Bahkan kadang kadang di sekitar Rp 200 ribuan.

“Enggak mungkin kenaikan sampai 3 kali lipat, daei Rp 300 ribu menjadi Rp 900 ribu,,” ujarnya.

Irawati dan Sulistyawan berharap PDAM Tirta Asata untuk melakukan pembenahan.

Jangan sampai pelanggan yang selama ini tertib membayar dirugikan lantaran terjadi kenaikam tagihan yang tak masuk akal.

Di rumah Irawati, tiba-tiba ada kenaikan pengunaan air sebesar 100 kubik.

Dari biasanya pengunaan 75 kubik menjadi 175 kubik.

Hal serupa dialami Sulistyawan.

Pengunaan air bulan sebelumnya 41 kubik, mendadak menjadk 87 kubik.

"Tidak mungkin ada pengunaan sampai 2 kali lipat karena pemakaian air seperti biasa," tegas Sulistyawan.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved