Ribuan Burung Migran Transit di Mangrove Desa Labuhan Bangkalan
Ribuan Burung Migran Transit di Mangrove Desa Labuhan Kabupaten Bangkalan.
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, BANGKALAN - Indonesia menjadi salah satu jalur migrasi burung dari sejumlah negara. Termasuk pesisir Desa Labuhan Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan. Kawasan konservasi mangrove Desa Labuhan Bangkalan ini menjadi tempat singgah burung-burung migran.
Hamparan mangrove di desa tersebut beberapa tahun terakhir telah berkembang menjadi Taman Pendidikan Mangrove (TMP). Kurang lebih 10 ribu mangrove ditanam pada 2013 sebagai wujud pelestarian kawasan pesisir.
Saat ini, warga setempat tengah membuka TMP II. Seperti halnya TMP I, kawasan itu juga merupakan hasil binaan Pertamina Hule Energy Madura West Offshore (PHE WMO).
• Cabuli Anaknya Usia 10 Tahun, Pria di Tulungagung ini Beri Imbalan Rp 2 Ribu untuk Uang Tutup Mulut
Namun di TMP II ini, difokuskan kepada pegembangan konservasi terumbu karang dengan panorama pesisir pantai dan camping ground.
Kawasan TMP II menarik perhatian mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura. Sebanyak 20 mahasiswa mendirikan tenda dibawah pohon cemara laut.
"Tadi kami melihat banyak sekali burung migran, mungkin ribuan. Entah apa jenisnya. Kami hanya fokus pada penanaman 200 bibit mangrove," ungkap salah seorang mahasiswa Desi Puspitasari, Minggu (2/12/2018).
• Ribuan Ulat Jati Serbu Perumahan Warga Ngariboyo Magetan
Ia menjelaskan, konsentrasi studinya tidak hanya fokus terhadap konservasi mangrove tapi juga terumbu karang.
"Baru mendengar TMP II ini. Tapi burung-burung dari luar negeri sudah transit karena ekosistem alaminya masih ada, hanya perlu penambahan," pungkas mahasiswa semester VI asal Ponorogo itu.
Jenis-jenis burung migran itu yakni burung Gajahan Pengala (Whimbrel Numenius/Phaeopus), Cerek (Plover, Charadrius SP), dan Trinil Kaki Merah (Common Redshank/Tringa Totanus).
• Pejabat Rumah Sakit di Malang Selingkuhi Stafnya, Suami Curiga dan Aib Kasusnya Terbongkar ke Publik
Selain itu, burung pantai seperti Trinil Pantai (Common Sandpiper/Actytis Hypoleucos), burung air seperti Cangak Merah (Purple Heron/Ardea Purpurea), dan Kuntul Kecil (Litle Egret/Egretta Garzetta). Bahkan Kuntul Kecil itu sudah singgah sejak Desember 2014.
Pemerhati Burung Migran asal Surabaya, Iwan Febrianto mengungkapkan, burung-burung migran itu beberapa di antaranya berasal dari Alaska dan Rusia. Seperti Gajahan dan Terik Asia.
"Ada sekitar 2.000 lebih. Mereka dipengaruhi siklus tahunan. Karena di sana musim dingin. Jadi singgah ke belahan bumi lain yang masih hangat," ungkap pria yang akrab disapa Iwan Londo itu.
• Ngaku Intel & Janji Nikahi Gadis, Polisi Gadungan Ini Tipu Guru di Madiun Hingga Ratusan Juta Rupiah
Ia menjelaskan, kendati tidak semua burung migran senang bertengger di mangrove, namun keberadaan pohon-pohon mangrove menjadi salah satu faktor burung mingran untuk transit.
Menurutnya, selain mencegah abrasi bibir pantai, mangrove merupakan tempat ikan berlindung dan berkembang biak.
"90 persen burung migran adalah burung pantai. Mereka lebih senang mencari ikan di hamparan lumpur di bawah mangrove" jelasnya.
Ia memaparkan, burung-burung miggran mempunyai jarak tempuh hingga belasan ribu kilometer tanpa berhenti.
• BREAKING NEWS - Siswa SMP di Surabaya Tewas Tenggelam di Kolam Angsa Perumahan Mewah Pakuwon Indah
Itu dikarenakan berat badan burung migran hanya berkisar antara 100 gram, 500 gram, hingga terberat 600 gram.
Iwan Londo mengatakan, penelitian menggunakan tracking satelite pernah dilakukan Selandia Baru di tahun 2014. Burung migran bisa nonstop terbang sejauh 11 ribu Km.
"Mereka tiap tahun bermigrasi. Ketika di sini bagus dan tidak beralih fungsi, mereka akan kembali singgah di masa berikutnya," kata Alumnus Fakultas Taknik Sipil Unsuri ini.
Pada kesempatan itu, Iwan Londo melepas kembali burung lokal jenis Raja Udang Biru (Alcedo Courulescens), Perenjak Padi (Prinia Inornata, Cinenen Pisang (Orthomus Sutorius), dan Cinenen Sepium.
Ia menyatakan, pemasangan gelang cincin untuk kepentingan penelitian guna mengetahui daur hidup, panjang sayap, dan ekor burung.
"Para peneliti yang menangkap di tempat berbeda akan tahu siapa pemasang cincin dan kapan dipasang. Mereka tak boleh melepas," pungkasnya.
Sementara itu General Manager PHE WMO Kuncoro Kukuh mengungkapkan, pihaknya tengah merencanakan pembuatan tracking mangrove dan Coral Garden untuk pengembangan di TMP II.
"Secara ekologi kami sudah mendapatkan wisdom. Ketika TMP I saat ini tengah recovery agar lebih stabil, TMP II hadir agar tidak memutus roda ekonomi masyarakat," ungkapnya.
Ia menjelaskan, konservasi terumbu di TMP II sudah ada penambahan modul baru. Melengkapi 32 modul di sisi barat dan 32 modul di sisi timur yang sudah tertanam.
Hasil dari empat kali pemantauan PHE WMO bersama ITS, pertumbuhan terumbu dalam enam bulan sudah mencapai 4 Cm sampai 5 Cm.
"Ada juga pertumbuhan rumpun-rumpun coral baru. Ini terbilang pertumbuhan yang cepat," pungkasnya. (Surya/Ahmad Faisol)
Foto: Pemerhati burung migran Iwan Londo (topi putih) bersama para pimpinan PHE WMO melepas kembali burung-burung usai diberi gelang cincin di kawasan konservasi terumbu karang Taman Pendidikan Mangrove II Desa Labuhan Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan, Minggu (2/12/2018). (Ahmad Faisol)