Warga Medokan Semampir Geruduk Balai Kota Surabaya, Tuntuk Kejelasan Tukar Guling
Puluhan warga Medokan Semampir Surabaya didampingi East Java Corruption and Judicial Watch Organisation (ECJWO) Jatim kepung halaman depan Balai Kota
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Yoni Iskandar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Puluhan warga Medokan Semampir Surabaya didampingi East Java Corruption and Judicial Watch Organisation (ECJWO) Jatim kepung halaman depan Balai Kota Surabaya Jalan Walikota Mustajab Surabaya, Ketabang, Genteng, Rabu (13/3/2019).
Massa itu bergerak merangsek masuk ke dalam halaman balai kota bermaksud menuntut kejelasan status tanah kas desa yang sempat ditukar guling dengan Pemkot Surabaya tahun 2002 silam.
Rencananya tukar guling tanah seluas 6,1 Hektar 17 tahun silam itu, akan digunakan oleh Pemkot Surabaya untuk memperluas area makam Kelurahan Keputih.
Ketua ECJWO Jatim Miko Saleh meragukan kebenaran tentang alih fungsi lahan menjadi makam yang dilakukan Pemkot Surabaya belasan tahun silam.
Dan akhirnya menjadi masalah adalah, keberadaan makam yang dijanjikan tak kunjung ada.
"Apa ini rekayasa, kalau benar tanah itu akan dipergunakan untuk makam tapi dimana sekarang makam," katanya kepada awakmedia.
Saat tiba di Kantor Pemkot Surabaya Miko Saleh dan beberapa warga Medokan diterima langsung oleh Maria Theresia Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT).
Pertemuan yang berlangsung di ruang pertemuan di Kantor Balai Kota itu berlangsung cukup lama.
Di dalam segala bentuk kejanggalan yang dirasakan warga terkait status tanah itu ditumpahkan pada Yayuk panggilan akrab Kepala DPBT itu.
• Polres Batu Selidiki Penyebar Isu Kiamat, Imbau Masyarakat Tak Telan Mentah Informasi yang Beredar
• Dihajar Arema FC 6-1, Bek Persita Tangeran Mengaku Malu
• Liverpool Bungkam Bayern Munchen Dengan Skor 1-3, Mane Jadi Pahlawan
Kecurigaan Miko dan para warga muncul setelah perjanjian dan kesepakatan tukar guling itu disepakati, balasan tahun sesudahnya tak pernah ada bukti fisik pemanfaatan tanah tersebut untuk pemakaman.
Disitulah Miko dan warga Medokan merasa tertipu.
"Kami sadar dan sabar kalau kami ini masyarakat kecil," lanjutnya.
Miko mengaku telah bersurat ke pihak pemkot Surabaya sebelumnya.
Melalui isi suratnya ia berharap Walikota Surabaya Tri Rismaharini untuk segera membongkar praktik kotor perluasan TPU Keputih, sekaligus menangkap para oknumnya.
"Karena telah merampas hak-hak warga Medokan Semampir," pungkasnya.
Perlu diketahui, permasalahan yang sempat terjadi 17 tahun lalu itu bermula dari sebuah pertemuan pada Minggu (1/11/2002) silam.
Dalam pertemuan itu, Pihak Pemkot Surabaya bersama beberapa perwakilan warga Medokan Semampir mempercakapkan perihal tukar guling tanah ganjaran Medokan Semampir seluas 6,1 hektar di Kelurahan Keputih.
Miko mengatakan dalam pertemuan itu akhirnya keduabelah pihak menyepakati beberapa poin, meliputi;
1) Warga pemilik tanah ganjaran mendukung keputusan Pemerintah Kota untuk mengganti alih fungsi tanah ganjaran ke fasilitas pemakaman di Kelurahan Keputih.
2) Pemerintah Kota menyediakan tanah bersertifikat di kelurahan Keputih dengan luas yang sama seperti luas tanah yang ditukargulingkan seluas 6 hektar sebagai ganti tanah ganjaran yang dialih fungsikan menjadi pemakaman umum.
3) Pemilik ganjaran mendapat kompensasi Rp 400 juta. Selain itu mendapat jatah makam seluas 5000 meter persegi
Artinya apabila warga yang ber-KTP Medokan Semampir meninggal dunia, tidak perlu membayar retribusi makam," tandasnya.
4) Warga pemilik ganjaran mendapat kompensasi sebesar dua juta rupiah dari Pemkot Surabaya.
5) Apabila dikemudian hari tidak dijadikan makam umum, maka kesepakatan ini akan ditinjau kembali.