Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

PPDB di Jombang Diprotes Orangtua Calon Siswa, Dinilai Tak Sesuai Aturan dan Minta Revisi Juknis

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kabupaten Jombang mendapat protes dari orang tua calon siswa. Itu setidaknya terjadi di SMP Negeri 1 Jombang.

Penulis: Sutono | Editor: Arie Noer Rachmawati
SURYA/SUTONO
Puluhan orangtua calon siswa saat berunjuk rasa di halaman SMP Negeri I Jombang. 

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kabupaten Jombang mendapat protes dari orangtua calon siswa.

Itu setidaknya terjadi di SMP Negeri 1 Jombang, Rabu (26/6/2019).

Para wali murid asal Desa Kepatihan Kecamatan Jombang Kota ini membentangkan spanduk tuntutan.

Mereka juga berorasi menyuarakan protes dan tuntutan.

Pasca PPDB 2019, Dindik Jatim Segera Sosialisasikan Program TisTas ke SMA/SMK Negeri pada Minggu Ini

Hasil PPDB 2019 Tingkat SD di Kabupaten Jember, Ratusan Sekolah Masih Belum Terpenuhi Pagu Siswanya

Yang menarik aksi mereka didamping kepala desa setempat, Erwin Pribadi.

Mereka meminta penjelasan terkait aturan PPDB dengan sistem zonasi.

Calon wali murid ini menuding petunjuk teknis (juknis) yang tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang tentang penggunaan surat keterangan domisili calon siswa bertentangan dengan aturan di atasnya, yakni Permendikbud.

"Makanya kami mendesak Pemkab Jombang mencabut dan merevisi juknis tersebut," kata Erwin Pribadi yang mengawal warga menyampaikan aspirasi.

Menurut Erwin, dalam Permendikbud disebutkan, surat keterangan domisili bisa dikeluarkan ketua RT/RW yang disahkan kades untuk calon siswa yang sudah berdomisili di desa setempat 12 bulan lamanya.

Namun juknis Disdik nomor 422 itu, lanjut Erwin, bertabrakan dengan Permendikbud nomor 51 yang diubah dalam Permendikbud nomor 20 tahun 2019.

Dalam juknis tersebut tertulis berdomisili selama 6 bulan berturut-turut yang suratnya dikeluarkan oleh kades dan disahkan camat.

"Padahal, pada permendikbud jelas dan tegas berbunyi 12 bulan," tegas Erwin.

Selain domisili, Erwin juga mempertanyakan tentang penentuan titik tengah koordinat sebagai penentu jarak udara dengan rumah calon siswa SMP 1 Jombang.

Erwin berpandangan, pedoman titik koordinat yang diambil pada posisi tengah desa di sekolah tersebut tidak sesuai.

Sehingga merugikan warga Kepatihan, karena akhirnya tersingkir terkena aturan zonasi.

"Secara administrasi kewilayahan, lokasi SMP Negeri 1 Jombang berada di Desa Kepatihan. Sehingga, sangat mustahil jika calon siswa yang berasal dari desa tersebut justru terbuang dari aturan zonasi," kata Erwin.

PPDB SD di Kota Kediri Sisakan Puluhan Bangku Kosong, Ini Daftar Sekolah yang Masih Kekurangan Siswa

Hasil PPDB 2019 di Kabupaten Tulungagung, 5.000 Siswa SMP Gagal Masuk SMA/SMK Negeri

Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Jombang, Alim membantah tudingan itu.

Dia memastikan sistem zonasi benar-benar murni menggunakan jarak udara, bukan lagi urusan desa.

"Sehingga, jika jarak rumah calon siswa masuk dalam zona pagu, maka dari desa manapun calon siswa berasal akan bisa diterima," cetus Alim.

Mengenai surat keterangan domisili, pihaknya menyatakan tetap menerima karena sudah sesuai ketentuan yang ada.

"Pemahaman wali murid yang kurang. Maklum saja karena sistem ini masih baru sehingga perlu penjelasan maksimal. Sebab sistem zonasi ini betul-betul murni pakai peta jarak udara, tidak ada urusanya dengan desa," pungkasnya. (Surya/Sutono)

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved