Pencemaran Limbah Pemindangan di Watulimo Kabupaten Trenggalek Ancam Rusak Ekosistem
Pemkab Trenggalek akan merelokasi tempat pemindangan yang selama ini berada di pemukiman di Kecamatan Watulimo.
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK - Pemkab Trenggalek akan merelokasi tempat pemindangan yang selama ini berada di pemukiman di Kecamatan Watulimo.
Selama ini tempat pemindangan itu mencemari sungai dan sumber mata air di sumur setempat.
Dampak pencemaran limbah pemindangan di Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek sudah sampai di tahap mengancam ekosistem yang ada.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten Trenggalek Muyono, Kamis (9/1/2020).
"Limbah pindang itu spesifik. Kadar lemaknya tinggi, termasuk kadar garamnya, karena ini dari laut," Muyono kepada Tribunjatim.com.
Kandungan garam dan minyak yang tinggi dapat merusak ekosistem yang ada di sekitar lingkungan.
"Baik merusak dan mencemari air yang diminum masyarakat, dan juga tanaman dan ikan yang ada di sungai. Karena selama ini limbah langsung ke alam," imbuhnya.
Limbah yang mengancam kerusakan ekosistem itu, kata dia, utamanya dari tempat pemindangan yang sudah lama berdiri.
"Hasil labolatoriumnya sudah ada," katanya kepada Tribunjatim.com.
Sementara Ketua Aliansi Rakyat Peduli Trenggalek, Firin, menjelaskan, pencemaran limbah di beberapa sungai di Watulimo berasal dari industri.
Tak cuma industri pemindangan, tapi juga industri tepung ikan, dan tambak udang.
"Intinya yang limbahnya langsung bermuara ke laut tanpa melalui proses penyulingan," kata Firin.
Dampak pencemaran itu, dari hasil pengamatan aliansi itu, berada di wilayah sungai di kawasan Tasikmadu, Margomulyo, dan Prigi.
• Limbah Sentra Pemindangan Ikan di Watulimo Cemari Sungai, Pemkab Trenggalek Siapkan Dua Solusi
• Judika hingga Marcello Tahitoe Diperiksa Polda Jatim Pekan Depan Terkait Investasi Bodong Memiles
• Keluarga Mayat Perempuan di Belakang BMKG Kalianget Terkejut: Pamitnya Mau Pergi ke Rumah Suami
Ia bilang, proses pencemaran limbah itu sudah sejak tahun 1990-an. Namun, puncaknya mulai sekitar tahun 2015.
Aliansi juga membawa sampel air dalam botol air minum kemasan ukuran besar dalam hearing bersama pemkab dan dewan di Gedung DPRD Kabupaten Trenggalek, Kamis (9/1/2020). Air yang dibawa berwarna pekat dan keruh.
"Ada beberapa masyarakat yang mengeluh berkaitan dengan pernafasan. Kami menerima laporan itu dari masyarakat," pungkasnya.
Rencana relokasi itu dimatangkan dalam hearing bersama pemkab, dewan, dan aliansi masyarakat di Gedung DPRD Kabupaten Trenggalek, Kamis (9/1/2020).
Kepala Dinas Perikanan Cusi Kurniawati mengatakan, ada 34 tempat pemindangan yang berlokasi di pemukiman.
Rinciannya, 13 unit di Desa Margomulyo, 13 unit di Desa Tasikmadu, 7 unit di Desa Prigi, 1 unit di Desa Watulimo.
Dinas Perikanan dan Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) sudah beberapa kali menggelar pertemuan dengan pemilik pemindangan ikan.
Hasilnya, didapatkan dua solusi. Pertama, relokasi tempat pemindangan ke Sentra Pemindangan Bengkorok. Sebanyak 21 pemilik pemindangan memilih solusi ini.
Sementara 15 pemilik tempat pemindangan lain memilih membangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di lokasi pemindangan yang sudah ada.
"Yang relokasi kami (Dinas Perikanan) yang dampingi, yang IPAL didampingin PKPLH," kata Cusi, usai hearing kepada Tribunjatim.com.
Dinas Perikanan, lanjut Cusi, telah menyiapkan tempat di Sentra Pemindangan Bengkorok untuk relokasi. Lahan yang disiapkan per satu tempat pemindangan, yakni 8 meter x 10 meter.
Setelah ini, pihaknya akan mengebut pengurukan lahan dan pembangunan tempat semi permanen. Sementara IPAL di sentra akan disiapkan oleh Dinas PKPLH.
"Pemilik nanti harus melengkapi instalasi air dan listrik. Setelah siap, mereka mobilisasi yang dari rumah dan beroperasi di sentra," tambah Cusi kepada Tribunjatim.com.
Targetnya, tempat pemindangan di sana bisa beroperasi mulai Februari mendatang. Sementara Kepala Dinas PKPLH Muyono menjelaskan, pihaknya akan mendampingi pembangunan IPAL di sentra sekitar pemukiman.
Tim pengawas teknis akan diterjunkan dalam proses pembangunan agar IPAL yang dibangun memenuhi standar baku mutu.
"(Yang di pemukiman) biaya sepenuhnya dari masyarakat. Sementara yang di Bengkorok, tugasnya PKPLH," ujarnya.
Biaya pembangunan IPAL oleh swadaya masyarakat tergolong tak murah. Kisarannya Rp 50 juta.
Menurut Muyono, warga sudah sepakat dengan solusi itu.
"Tak hanya Rp 50 juta, Rp 100 juta (mereka) sanggup," ujarnya.
Muyono bilang, proses pembangunan IPAL di dua tempat itu memakan kira-kira waktu selama 45 hari. (aflahulabidin/Tribujatim.com).