Gelar Aksi di Grahadi, AMP Tuntut Rekannya Dibebaskan: Hukuman Pelaku Rasisme Tidak Setimpal
Kelompok Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi damai di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (16/6/2020).
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Taufiqur Rohman
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Tony Hermawan
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kelompok Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi damai di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (16/6/2020).
Dalam Aksi bertajuk "Bebaskan 7 Tapol Papua Tanpa Syarat" ini, mereka mendesak pembebasan tujuh orang warga Papua yang tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan, dengan tuduhan makar.
"Segera bebaskan tujuh tahanan politik Papua di Balikpapan, Kalimantan Timur, tanpa syarat," teriak salah satu orator aksi, Selasa (16/6/2020).
• RPH Kaliwates Jember Disebut Kurang Layak, Dibangun Tahun 1978, Kini Dikelilingi Permukiman Penduduk
• Viral Foto Jenazah PDP Covid-19 Hanya Pakai Popok, MUI Jatim Ingatkan Jangan Asal: Wajib Dikafani
Juru bicara AMP Surabaya, Sam Kayame, menuturkan, permasalahan ini bermula tindakan rasisme dan pengepungan yang dilakukan oknum aparat serta ormas reaksioner di Asrama Mahasiswa Papua, Jalan Kalasan Surabaya, 16-17 Agustus 2019 lalu.
Peristiwa itu secara spontan memicu pecahnya aksi unjuk rasa yang lebih besar di berbagai daerah lain, misalnya Malang, Yogyakarta, Jakarta dan Bandung.
Kelompok AMP yang tersebar di beberapa wilayah itu menuntut agar pelaku rasisme di Surabaya diadili.
Namun, kata Kayame, aksi besar-besaran itu lantas direspon pemerintah dengan pemblokiran internet hingga dikriminalisasinya sejumlah aktivis dengan tuduhan makar.
• Sinopsis Drama Korea VIP Episode 9 Selasa, 16 Juni 2020, Tayang di Trans TV, Pukul 19.00 WIB
• Gereja Katolik Keuskupan Surabaya Siap New Normal, Jadwal Misa Harian di Paroki Bisa Dihadiri Jemaat
"Hal ini dibuktikan dengan adanya penggunaan pasal makar untuk menangkap dan menahan aktivis politik Papua dan pembela HAM Papua," kata Kayame.
Akhirnya tujuh aktivis Papua ditetapkan sebagai pelaku makar dan ditahan di Balikpapan.
Yakni Buctar Tabuni dituntut 17 tahun penjara, Agus Kossai dituntut 15 tahun penjara, Steven Itlay dituntut 15 tahun, Ferry Gombo dituntut 10 tahun penjara, Alex Gobay dituntut 10 tahun, Irwanus Uropmabin dituntut 5 tahun dan Hengki Hilapok dituntut 5 tahun.
• New Normal Ponpes Tebuireng dan Tambakberas, Protokol Belajar Santri hingga Lumbung Pangan Disiapkan
• Pemkot Blitar Butuh Rp 39,5 Miliar untuk Kembangkan Pusat Dagang, Hubungkan Pasar Dimoro-Pasar Legi
Sementara, kata Kayame, pelaku ujaran rasisme di Surabaya, pimpinan ormas reaksioner Tri Susanti dan oknum aparatur sipil negara (ASN) Syamsul Arifin hanya divonis hukuman 5 dan 7 bulan penjara.
Sedangkan oknum TNI yang terlibat, tak jelas proses hukumnya hingga sekarang.
"Ini tidak setimpal, bagaimana hukuman dari pelaku rasisme lebih ringan dari korban rasis," ujarnya.
Sementara di lokasi, para Mahasiswa Papua beraksi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Mereka saling menjaga jarak dan menggunakan masker.