Pemkab Tulungagung Ingin Boyong Prasasti Ladawan, Akta Kelahiran Tulungagung ke Pendopo
Pemkab Tulungagung, Jawa Timur dalam proses penetapan prasasti lawadan menjadi cagar budaya.
Penulis: David Yohanes | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Pemkab Tulungagung, Jawa Timur dalam proses penetapan prasasti lawadan menjadi cagar budaya.
Prasasti lawadan sebelumnya masih berstatus obyek diduga cagar budaya (ODCB).
Kasi Pelestarian Sejarah Purbakala, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Tulungagung, Winarto mengatakan, prasasti lawadan adalah akta kalahiran Kabupaten Tulungagung.
"Sebab sejarah penetapan hari lahir Kabupaten Tulungagung berdasar prasasti tersebut," terang Kasi pelestarian Sejarah Purbakala Disbudpar Tulungagung, Winarto Kepada TribunJatim.com.
Prasasti ini kini berada di dalam kawasan pabrik PT Industri Marmer Indonesia Tulungagung (IMIT) di Desa Besole, Kecamatan Besuki.
Baca juga: Ucapan Terakhir Pelaku Pembunuh Bocah & Pemerkosa Ibu di Aceh, Sehari Sebelum Tewas Mengeluh Begini
Baca juga: Konsinyasi Buntu, Warga Warugunung Gugat BPN dan Pemkot Surabaya
Baca juga: Nasib Pilu Siswi SMP di Bojonegoro Jadi Korban Asusila, Berawal dari Facebook, Simak Kronologinya
Yang jadi masalah, prasati ini tidak bisa diakses dengan bebas tanpa seizin PT IMIT.
Karena itu Pemkab Tulungagung berharap bisa memboyong prasati ini, agar bisa dilihat semua orang.
"Jadi memang harus seizin dari PT IMIT (untuk memboyong). Seandainya tidak bisa, mungkin dibuatkan replikanya," sambung Winarto Kepada TribunJatim.com.
Ada tiga lokasi yang dipilih untuk penempatan prasati lawadan, yaitu di pendopo kabupaten, Museum Wajakensis atau di tempat asalnya, Desa Wates Kroyo, Kecamatan Besuki.
Masih menurut Winarto, prasasti ini dulunya tergeletak begitu saja di Desa Wates Kroyo.
Bahkan prasasti berupa lempengan batu ini dipakai untuk tambatan sapi.
"Sekitar tahun 70-1n oleh PT IMIT dipindahkan dan dirawat sampai sekarang. Kondisinya masih terawat dengan baik," ujarnya.
Sejarah Prasasti
Di era Raja Krtajaya alias Dandang Gendis dari Kerajaan Daha (1194-1222), mendapat serbuan dari Kerajaan Blambangan.
Orang-orang dari Desa Lawadan kemudian ikut berjuang untuk mengusir para penyerbu itu.
Akhirnya para penyerbu berhasil dikalahkan.
Sebagai bentuk terima kasih Prabu Dandang Gendis menganugerahkan status tanah perdikan ke Desa Lawadan.
Dewa Lawadan dibebaskan dari segala bentuk kewajiban upeti kepada kerajaan.
Dalam prasasti itu tertanggal 18 November 1205.
Tanggal itu yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Tulungagung. (David Yohanes/Tribunjatim.com)