Berita Blitar
Sirup Jahe Ibu Rumah Tangga di Kota Blitar Naik Daun Saat Pandemi, Resepnya dari Sajian Khas Lebaran
Sirup jahe buatan ibu rumah tangga di Kota Blitar nik daun di tengah pandemi Covid-19. Owner Dwi Agustining bagi resepnya: suami dan anak membantu.
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Hefty Suud
Reporter: Samsul Hadi | Editor: Heftys Suud
TRIBUNAJTIM.COM, BLITAR - Di saat sejumlah usaha lain sedang mengalami masa sulit di tengah pandemi virus Corona ( Covid-19 ).
Industri rumah tangga sirup jahe milik Dwi Agustining (49), justru memasuki masa berkembang.
Produksi sirup jahe milik ibu dua anak asal Kelurahan Bendo, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar, ini malah naik 50 persen selama pandemi Covid-19.
"Alhamdulillah selama pandemi ini permintaan sirup jahe justru naik sekitar 50 persen. Beberapa usaha lain sekarang sedang sulit dampak pandemi," kata Dwi di rumahnya, Selasa (23/3/2021).
Baca juga: Suasana Mencekam di Nusakambangan saat Eksekusi Mati, Dokter Hastry: Yang Tak Tampak Ikut Nonton
Baca juga: Dikira Suaminya, Wanita Biarkan Bagian Sensitif Dielus, Rupanya Perbuatan Pejabat, Istri di Sebelah
Sebelum pandemi, Dwi rata-rata hanya memproduksi 200 botol isi 0,5 liter atau sekitar 100 liter sirup jahe dalam sebulan.
Namun selama pandemi ini, produksi sirup jahe milik Dwi naik menjadi 300 botol isi 0,5 liter atau sekitar 150 liter per bulan.
Dalam sebulan, Dwi menghabiskan sekitar 50 kilogram jahe untuk memproduksi sirup.
"Biasanya, dalam sebulan saya hanya memproduksi dua kali, sekarang bisa tiga kali produksi. Sekali produksi menghasilkan 100 botol isi 0,5 liter sirup jahe," ujar perempuan berjilbab.
Sebenarnya, produksi sirup jahe milik Dwi masuk kategori industri rumah tangga minuman olahan bukan jamu.
Karena bahannya mayoritas dari rempah-rempah, sirup jahe milik Dwi juga bisa menjadi jamu.
Baca juga: DPRD Surabaya Berencana Cabut Izin Usaha Minimarket yang Buka Coffe Shop, Pakar: Langkah Tepat
Baca juga: Truk Sayur Seruduk 2 Mobil Berhenti di Jalan Nasional Sumenep, Korban: Satu Orang Tewas, 3 Luka-luka
Di masa pandemi ini, banyak pelanggan yang mengkonsumsi sirup jahe miliknya untuk menambah imunitas tubuh.
"Izin industri rumah tangganya (IRT) juga minuman bukan jamu. Tapi khasiatnya juga bisa untuk jamu," kata Dwi yang mulai memproduksi sirup jahe sejak 2013.
Bahan dasar produksi sirup milik Dwi, yaitu, jahe dan gula pasir. Dia menggunakan kombinasi jahe merah dan jahe emprit.
Selain gula dan jahe, dia menambah bahan lain seperti kayu secang, daun serai, dan daun pandan untuk produksi sirupnya.
"Resep itu saya dapat dari ibu saya. Dulu, setiap Lebaran, ibu membuat sirup jahe untuk dikonsumsi keluarga dan saudara. Beberapa saudara bilang rasanya enak, kenapa tidak coba diproduksi untuk dijual. Akhirnya saya coba produksi sampai sekarang," katanya.
Sekali produksi, biasanya Dwi membutuhkan sekitar 15 kilogram jahe dan 40 kilogram gula pasir.
Dengan takaran itu, Dwi menghasilkan sekitar 50 liter atau 100 botol isi 0,5 liter sirup jahe.
Cara produksinya juga terbilang mudah. Jahe yang sudah dikupas dan dicuci bersih diparut mengunakan parut kelapa.
Jahe yang sudah hancur lalu diperas untuk diambil sarinya dan dibiarkan dulu selama lebih kurang 3-4 jam.
Setelah itu, sari jahe direbus dengan campuran bahan lain seperti gula pasir, kayu secang, daun serai, daun pandan, dan ditambah air selama 3 jam.
Hasil rebusan sari jahe dan beberapa bahan lain itu dibiarkan sampai dingin sebelum dikemas dalam botol.
"Sebelum dikemas dalam botol, hasil rebusan sari jahe saya saring dulu sampai delapan kali," ujarnya.
Dwi memproduksi sendiri sirup jahe. Kadang, dia dibantu suami dan anak saat proses produksi.
"Proses pengupasan jahe biasanya saya borongkan ke saudara, tiap satu kilonya Rp 5.000, hitung-hitung bagi-bagi rezeki," katanya.
Selain dalam bentuk sirup, Dwi juga memproduksi jahe dalam bentuk bubuk. Menurutnya, proses produksinya hampir sama, hanya saja yang dalam bentuk bubuk dikeringkan untuk diambil sarinya.
Untuk pemasaran, Dwi menggunakan sistem offline dan online. Pemasaran offline dengan cara menitipkan ke toko dan perkantoran dengan mayoritas pelanggan lokal Blitar.
Sedang pemasaran online dengan cara membuat penawaran di media sosial. Pelanggannya, rata-rata dari luar kota mulai Malang, Surabaya, Bandung, Jakarta, sampai Makasar.
"Akhir-akhir ini banyak pesanan dari Makasar," ujarnya.
Harga jual sirup jahe milik Dwi juga terbilang sangat terjangkau. Harga jual sirup jahe kemasan botol isi 0,5 liter Rp 40.000.
Sedang harga jual bubuk jahe kemasan karton isi 0,5 kilogram Rp 60.000 dan kemasan karton isi 250 gram dijual Rp 30.000.
Dalam sebulan, omzet yang didapat Dwi dari penjualan sirup dan bubuk jahe rata-rata mencapai Rp 6 juta sampai Rp 10 juta.
"Sebagai ibu rumah tangga, penghasilan itu sudah lumayan untuk membantu ekonomi keluarga," kata Dwi.
Berita tentang Blitar
Berita tentang Covid-19
Berita tentang sirup jahe