Berita Tulungagung
Hadapi Serangan PMK, Peternak di Tulungagung Jual Murah Sapinya, Harga Rp 25 Juta Jadi Rp 1 Juta
Ratusan sapi mati terserang PMK, peternak di Tulungagung jual murah sapinya, dari harga Rp 25 juta hanya jadi Rp 1 juta-Rp 2 juta: Takut mati.
Penulis: David Yohanes | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, David Yohanes
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Akibat serangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), 173 sapi perah di Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung, mati.
Namun mayoritas kematian sapi tidak dilaporkan ke pemerintah, sehingga tidak terdata.
"Kami juga tidak tahu harus melapor kemana. Tapi semua terdata, ketua RT juga tahu," ujar Suwarno (66), seorang peternak, Rabu (6/7/2022).
Menurut Suwarno, serangan PMK mulai parah dirasakan peternak sejak satu bulan lalu.
Sapi yang mati semuanya sudah dikubur.
Selain itu, ada 82 ekor sapi yang dipotong paksa.
"Ini masih di Penjor, belum yang di Segawe. Di sana juga banyak," ungkap Suwarno.
Banyak sapi yang kemudian dijual murah oleh peternak.
Baca juga: PMK Mewabah di Seluruh Wilayah Tulunggaung, Produksi Susu di Pagerwojo Ikut Merosot
Suwarno mencontohkan, sapi seharga Rp 25 juta hanya laku Rp 1.000.000 hingga Rp 2.000.000.
Banyak peternak yang menjual sapinya karena khawatir sisa sapi yang ada ikut mati.
"Harga satu juta rupiah itu sapi masih bisa jalan. Karena takut mati, malah susah nanti ngurusnya," ujarnya.
Sebelumnya ada sekitar 3.500 ekor sapi perah di Desa Penjor.
Jumlah ini terbesar dibanding desa lain di Kecamatan Pagerwojo.
Namun Suwarno memperkirakan populasinya hampir berkurang setengahnya.
Salah satu indikasinya adalah penurunan produksi susu yang disetor peternak.
Misalnya di salah satu penampungan, biasanya bisa mendapatkan 2.100 liter per hari, namun kini hanya 600 liter per hari.
"Kalau sebelumnya total bisa 15 ton susu per hari. Sekarang pasti turun jauh," katanya.
Untuk mempertahankan sapi tersisa, para peternak mengandalkan ramuan sendiri.
Seperti untuk obat kumur sapi, digunakan rebusan sirih dicampur garam.
Mereka juga selalu mengupayakan kandang dalam keadaan kering.
"Sampai ada yang dipel terus dilap sampai kering setiap kali sapinya kencing," tutur Suwarno.
Sedangkan obat-obatan ditanggung secara swadaya.
Namun di saat kesulitan seperti ini, harga obat-obatan yang dibutuhkan juga melonjak tajam dua kali lipat.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Kumpulan berita seputar Tulungagung