Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Kota Batu

Dampak PMK Belum Usai, Harga Sapi di Kota Batu Belum Stabil, Produksi Susu Turun

Dampak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) belum selesai, harga sapi di Kota Batu belum stabil, produksi susu pun menurun.

Penulis: Benni Indo | Editor: Dwi Prastika
Tribun Jatim Network/Samsul Hadi
Ilustrasi sapi - Akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak, harga sapi di Kota Batu masih belum stabil. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Benni Indo

TRIBUNJATIM.COM, KOTA BATU - Akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak, harga sapi di Kota Batu masih belum stabil.

Ketua Kelompok Tani Margo Mulyo di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Muhammad Munir menyatakan, dampak PMK belum selesai hingga saat ini.

Selain harga yang belum stabil, sejak ada wabah PMK, warga di Dusun Brau tidak diperbolehkan mendatangkan sapi dari luar daerah. Alhasil, mereka harus memaksimalkan sapi yang ada saat ini.

Munir mengatakan, harga sapi saat ini masih stagnan di angka Rp 20 juta per ekor, sedangkan normalnya berada di angka Rp 25 juta hingga Rp 30 juta per ekor. 

Sapi menjadi andalan perekonomian warga Dusun Brau. Dikatakannya, 98 persen warga Dusun Brau menggantungkan seluruh kehidupannya pada produksi susu sapi perah. Sebagian lainnya, fokus pada penjualan sapi.

Ketika harga sapi belum stabil, warga tetap melakukan perawatan sapi secara optimal. Hal itu dilakukan agar produksi susu sapi terus berjalan.

Menurut Munir, produksi susu di Dusun Brau cukup stabil. Jumlahnya bisa mencapai 3000 liter per hari dari seluruh sapi yang ada. Munir berharap ada solusi dari Pemerintah Kota Batu agar harga sapi kembali stabil.

“Kalau musim kemarau persediaan rumput gajah di lahan kering tercukupi. Namun, saat musim hujan datang, peternak harus pandai mencari pakan. Jangan sampai rumput yang memiliki kandungan air tinggi membuat sapi kembung. Selain itu, kebersihan kandang harus terjaga dengan baik,” katanya, Selasa (11/10/2022).

Kondisi yang berbeda dihadapi peternak asal Desa Oro-oro Ombo. Sukirman, seorang peternak dari desa setempat menyatakan produksi susu per sapi yang biasanya bisa sampai 25 liter per hari kini turun hanya menjadi 8 liter. Penurunan produksi susu ini mengakibatkan kerugian bagi para peternak. 

"Pemulihan PMK di luar dugaan. Ketika sapi sehat, ternyata produksi susunya sangat sulit untuk naik. Dapat saya berikan contoh, biasanya bisa keluar sampai 25 liter, hari ini, tiga bulan setelah sapi sembuh, keluarnya 6 liter hingga 8 liter. Sehingga perlu nutrisi untuk ternak namun tidak terakomodir oleh pupuk bersubsidi," ujarnya.

Menurutnya, salah satu solusi yang dapat diambil yakni memperbaiki bahan makanan sapi. Peternak sangat bergantung pada pakan ternak yakni rumput gajah. Sementara keberadaan rumput gajah kondisi nutrisinya juga perlu ditingkatkan.

Baca juga: Gara-gara PMK, Bantuan Ternak Warga Tulungagung Dibatalkan, Dialihkan untuk Pelatihan dan Alat

Kalianto, Ketua Gapoktan Rukun Santoso menyatakan, ada 145 hektare lahan yang dijadikan tempat untuk penanaman hijauan sebagai kebutuhan dasar pakan ternak. Lahan tersebut milik Perhutani. Dampak PMK juga telah membuat perputaran uang menurun drastis di Koperasi Unit Desa. 

"Sampai hari ini masih terasa sekali. Kalau kita lihat dari beberapa data, misal di KUD Batu, sebelum PMK, perputaran nilai per 10 hari bisa mencapai Rp 3 miliar, pada hari ini ketika terjadi PMK, hanya separuhnya yakni, Rp 1,5 miliar dalam 10 hari. Dengan asumsi seperti itu, peran peternakan sangat besar untuk perekonomian Kota Batu," paparnya.

Kalianto mengatakan, para peternak berusaha semaksimal mungkin mencapai pemulihan dari sektor peternakan. mereka berupaya swadaya demi kondisi yang lebih baik. Bahkan memberanikan diri untuk pinjam uang ke sanak keluarganya.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved