Berita Malang
Pelajar dengan HIV/AIDS di Kota Malang Alami Diskriminasi, Disebut Diperlakukan Tak Adil oleh Guru
Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Lintas Isu Malang Raya mendesak Pemerintah Kota Malang bekerja serius terhadap komitmen eliminasi HI
Penulis: Benni Indo | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Benni Indo
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Lintas Isu Malang Raya mendesak Pemerintah Kota Malang bekerja serius terhadap komitmen eliminasi HIV/AIDS pada 2030.
Mereka menggelar aksi damai di depan Balai Kota dan DPRD Kota Malang.
Semua pihak diajak bergerak karena isu HIV/AIDS bukan sekadar tugas dari Dinkes saja. Masa aksi mendesak agar pemerintah dapat mengurangi stigma pengidap HIV/AIDS.
Masih banyak kasus diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS di Kota Malang, termasuk terhadap anak dengan HIV/AIDS.
Juru bicara aksi, Rica Wanda menyebut ada kasus diskriminasi kepada pelajar yang positif HIV/ADIS di Kota Malang.
Pelajar tersebut mendapat perlakuan tidak adil baik dari guru maupun wali murid. Di Kota Malang, ada 116 anak dengan HIV/AIDS.
Baca juga: Kasus HIV/ AIDS di Surabaya Tinggi, DPRD Surabaya Kritik Kinerja Dinkes
"Di Kota Malang masih ada anak sekolah yang status HIV/AIDS-nya diketahui oleh wali murid dan gurunya, bahkan oleh gurunya tidak boleh ambil air wudhu. Kami lakukan advokasi dengan teman-teman LBH," kata Rica.
Beberapa anak yang kembali ke sekolah mengalami perubahan perilaku karena mentalnya terpuruk. Seharusnya, status HIV/AIDS yang diidap oleh palajar tersebut tidak disebarluaskan.
"Memang anak-anak itu bisa kembali ke sekolah, tapi mentalnya berubah karena status HIV/AIDS-nya sudah diketahui. Itu kan tidak layak," jelasnya.
Kasus diskriminasi terhadap pengidap HIV/AIDS harus dihapuskan. Pengidap masih tetap berhak menerima layanan sebagai warga seperti pada umumnya.
"Kalau HIV/AIDS, apa bedanya dengan penyakit jantung atau diabetes? Cuma butuh minum obat seumur hidup. Hanya karena diurutkan dengan persoalan sosial, maka jadi banyak rentetan masalahnya," ujarnya.
Kemeterian Kesehatan RI memiliki target yang disebut 95-95-95. Program tersebut maksudnya 95 persen orang dengan HIV/AIDS mengetahui status HIV-nya, mendapatkan terapi obat ARV, dan orang yang mengkonsumsi obat mengalami supresi virus atau keberhasilan pengobatan.
Baca juga: 12 Ribu Warga Gresik Dicek Kesehatan, Ada 156 yang Positif HIV/AIDS, Wabup Gelar Rakor Bersama KPA
Rica menyebut, capaian target agregat Cascade Single Denominator dari Dinkes Kota Malang jauh di bawah target. Dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Jaringan Lintas Isu Malang Raya, di Kota Malang, 46,06 persen orang dengan HIV/AIDS mengetahui statusnya.
Orang yang melakukan pengobatan ARV ada sebanyak 42,13 persen. Sedangkan orang dengan HIV yang sudah tes Viral Load masih 14,86 persen.
"Artinya, Kota Malang masih belum bisa memenuhi target," ujar Rica, Kamis (1/12/2022).
Jaringan Lintas Isu Malang Raya mengutip laporan Kelompok Dukungan Sebaya Netral Plus, sebanyak 2.906 orang positif HIV dan mengakses layanan kesehatan perawatan dan pengobatan di Kota Malang dan Batu.
Data akumulasi sejak 20 tahun terakhir menyebut, Orang dengan HIV/ADIS (ODHA) on ARV sebanyak 2.407 orang. Angka yang meninggal dunia sebanyak 178 orang, Lost to Follow Up (LFU) sebanyak 129 orang.
Menurut Rica, semua lintas sektor harus berperan aktif. Tidak bisa isu HIV/AIDS ini hanya dibebankan kepada Dinas Kesehatan semata.
"Ada Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, dan semua dinas terkait. Ternyata, masing-masing dinas saat ini masih pingpong. Semua harus berperan. Dinas Pendidikan harusnya juga menyusun kurikulum bahaya dan pencegahan HIV/AIDS. Selama ini kan tidak ada," tegasnya.
Kota Malang menjadi kota kedua kasus HIV/ADIS tertinggi di Jawa Timur. Harusnya, kondisi tersebut menjadi pelajaran penting untuk mengeliminasi kasus. Kenyataannya, upaya ini sulit diatasi karena ego sektoral di masing-masing lembaga.
"Karena stakeholder tidak berperan. Mereka masih menganggap isu HIV/AIDS itu isu kesehatan. Ada orang dengan HIV/AIDS yang statusnya diketahui oleh lingkungannya, mungkin tidak orang itu berperan dalam satu lingkungan? Pasti muncul suara-suara penolakan dan pengusiran," kata Wanda menceritakan pengalamannya selama menjadi pendamping.
Ketakutan lainnya adalah tentang penularan. Masyarakat banyak yang menjauhi ODHA karena takut tertular. Menurut Rica, penularan HIV tidak semudah yang dibayangkan kebanyakan orang.
Bersentuhan tidak mengakibatkan orang tertular HIV, termasuk jika memakai barang-barang milik pengidap. Potensi penularan bisa terjadi jika melakukan hubungan seksual tidak aman.