Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

Sosok Kompol Masdawati Saragih, Satu-satunya Kapolsek Wanita di Surabaya, Sikap Tegas Tapi Keibuan

Kompol Masdawati Saragih merupakan kapolsek wanita satu-satunya di wilayah Kota Surabaya.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM/LUHUR PAMBUDI
Kompol Masdawati Saragih, satu-satunya kapolsek wanita di Surabaya. 

Laporan Wartawan Tribunjatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kompol Masdawati Saragih merupakan kapolsek wanita satu-satunya di Surabaya.

Perempuan yang identik dengan model rambut pendek ala aktris kondang Hollywood, Michelle Ingrid Williams itu, kini menjabat sebagai Kapolsek Tenggilis Mejoyo Polrestabes Surabaya.

Sebelum menjadi kapolsek di wilayah industri Surabaya Timur ini. Ibu dua anak itu, sempat menjabat sebagai Kapolsek Jambangan, lalu Kapolsek Wonocolo, dan beberapa tahun sebelumnya, Kapolsek Simokerto.

Berprofesi sebagai Polisi Wanita (Polwan) dengan mengemban tugas sebagai kapolsek, menuntut Masdawati memiliki kecerdasan mengolah emosi.

Kerasnya dunia penegakkan hukum sebagai aparat kepolisian, perlahan-lahan diakuinya menggerus nuansa kebatinan dalam diri sebagai perempuan yang sarat akan kasih sayang, lemah lembut dan welas asih.

Baca juga: Libatkan Para Kapolsek, Polisi Tulungagung Bahas Usulan Perbup Penertiban Atribut Pencak Silat

Namun ia menolak kalah dengan itu. Masdawati tak ingin realita dan kenyataan dalam tuntutan profesinya sebagai penegak hukum, malah mengubah karakternya menjadi sekaku sosok para lelaki.

Ia memilih memadupadankan dua unsur kehidupan itu menjadi karakter baru yang melebur dalam dirinya setiap mengenakan seragam cokelat kepolisian kebanggaanya itu.

Yakni, sikap tegas sebagai cerminan hukum untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Menghukum yang bersalah tanpa pandang bulu, berat sebelah atau keraguan.

Namun, tetap mengedepankan sifat keibuan, sarat kehangatan dan kelembutan sebagai payung peneduh selama melaksanakan tugas pengayoman di tengah masyarakat.

Tak pelak, gegara itu, Masdawati kerap menunjukkan wajah garang, sebagai ekspresi rasa geram ketika berhadapan dengan para pelaku kejahatan yang baru saja ditangkap.

Tak peduli ada kamera awak media atau tidak. Terkadang dia akan mencecar habis-habisan si pelaku kejahatan yang diinterogasinya, ditengah proses konferensi pers pengungkapan kasus, yang digelar di markasnya.

Apalagi kalau si pelaku itu, menjalankan aksinya melibatkan anak-anak sebagai modus atau sarana memperlancar kejahatan. Atau saat pelaku kejahatan menyasar kalangan perempuan sebagai korbannya.

Dengan nada tinggi berkelindan dengan intonasi setengah mengalun, namun tetap berlogat nuansa Batak. Ia bakal mendamprat si pelaku kejahatan sampai nyalinya dibuat ciut dan tertunduk bisu.

Apalagi kalau diketahui si pelaku kejahatan itu, berusia terbilang relatif muda atau dari kalangan remaja yang ternyata diakibatkan putus sekolah.

Sudah, kalau terlanjur kepergok begitu. Terkadang sifat 'keemak-emakanya' makin kalap. Tak cuma mendamprat si pelaku habis-habisan. Endingnya, si pelaku bakal diguyur 'siraman rohani' oleh Masdawati.

Agar, pengalaman meringkuk di balik jeruji tahanan yang pernah dijalani oleh pelaku kejahatan remaja itu, hanya terjadi sekali saja, jangan sampai terulang kembali. Dan nantinya, selepas bebas, Masdawati berharap, si remaja itu segera bertobat dan mulai menata kembali masa depannya.

"Ya spontanitas aja sebenarnya. Karena memang pelaku-pelaku masih kecil, meski usianya sudah kategori dewasa. Tapi kan masih 19-20 tahun. Masih terbilang muda. Dan mereka banyak pelaku seperti itu. Makanya saya suka marah, karena baru di umur sekian tapi kamu sudah melakukan perbuatan pidana,” ujarnya, dalam Podcast Tribun Jatim Network, pada Selasa (18/7/2023).

Baca juga: Mantan Kapolsek Tipu Tukang Bubur Sepakat Damai? Uang Rp310 Juta Dikembalikan, Wahidin Cabut Laporan

Sifat tegas secara hukum namun lembut sebagai sosok berjiwa keibuan yang ditunjukkan wanita kelahiran Medan itu, terkadang membuat Masdawati kerap disamakan dengan sosok ‘Bu Risma’ atau Tri Rismaharini mantan Walikota Surabaya.

Sejumlah warganet menyebut, sifat Masdawati yang tegas tapi lembut sebagai seorang ‘emak-emak garang’, memiliki kesamaan dengan Bu Risma yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial RI itu. Kalau sudah terlanjur disebut-sebut demikian. Masdawati hanya bisa meresponnya seraya menebar senyum.

Apa mau dikata. Ia juga sangat mengidolakan dan menghormati sosok Bu Risma yang sempat mengabdikan diri kepada warga Kota Surabaya, sebagai walikota paling populer dan berhasil mengubah citra Kota Surabaya menjadi semakin baik.

"Tapi setelah itu kami tetap memberikan motivasi buat mereka supaya (pelaku kejahatan) mereka berubah. Sampai dulu sempat saya disebut sama seperti Bu Risma,” katanya.

Selama empat kali menjabat sebagai kapolsek di wilayah hukum Polrestabes Surabaya, sudah ada puluhan kasus yang berhasil dipecahkannya.

Kasus yang paling terngiang-ngiang sampai sekarang adalah saat dirinya bersama anggota Tim Anti Bandit Polsek Simokerto melakukan pengejaran terhadap pengedar sabu-sabu di Kecamatan Simokerto, tahun 2017 silam.

Kasus itu sempat viral dimasanya. Si pelaku nyaris melakukan perlawanan saat hendak disergap setibanya diujung upaya pelariannya yang mentok. Masdawati berhasil meringkusnya. Dan kota Surabaya terutama wilayah Kecamatan Simokerto, menjadi aman.

“Di Wonocolo, kemarin juga viral, ada bapak mencuri mengajak anaknya di rumah makan, mengambil ponsel. Di Jambangan, pelaku curanmor. Di Tenggilis, hanya beberapa bulan saya pernah menangkap kasus pencurian mobil. Dia spesialis mobil pickup. Kemarin juga ada kami menangkap pelaku pencurian yang pernah beraksi di wilayah Gedung Pemkot Surabaya,” ungkapnya.

Masdawati kecil terbilang cukup beruntung. Ia diasuh dengan metode pola asuh yang cukup demokratis dan egaliter. Ia mengaku, semasa kecil menggemari beberapa aktivitas permainan yang identik dengan kaum Adam. Seperti bermain tembak-tembakan dan kejar-kejaran.

Apalagi saat bermain peran laiknya penegak hukum anggota kepolisian yang sedang mengejar pelaku kejahatan. Itu adalah permainan favoritnya. Bahkan kalau ada teman yang bandel, entah cewek atau cowok yang mengganggu jalannya permainan, Masdawati kecil tak segan-segan bakal memarahinya.

Tak pelak, kedua orantuanya melihat kegemaran dan karakter Masdawati saat itu sebagai potensi yang harus didukung dan difasilitasi. Saat ia harus ditanya bercita-cita apa ketika dewasa, kelak. Polwan, jawabnya.

“Saya dapat dukungan dari orangtua. Mungkin orangtua melihat saya saat kecil suka tembak-tembakan, seperti laki-laki. Dari kecil saya modelnya seperti laki-laki, suka nembak suka jika ada yang nakal-nakal saya suka marahi. Sejak saya SD senang melihat anggota kepolisian karena memberikan pelayanan masyarakat. Senangnya kalau menangkap-nangkap (pelaku kejahatan) itu lho,” kenangnya.

Karir kepolisian Masdawati dimulai tahun 2000 dengan penempatan tugas di Markas Kepolisian Wilayah Surabaya Timur, sebelum sekarang Polrestabes Surabaya. Ia tergabung sebagai anggota kepolisian melalui jalur perwira karir, setelah lulus sebagai sarjana hukum Universitas Katolik Santo Thomas. Masdawati juga melanjutkan ke jenjang magister hukum di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

Menjadi Polwan tentu gampang-gampang susah. Terkadang sesekali hatinya harus merasa nelangsa, saat mendapat tugas mendadak dari pimpinan, ditengah momen dirinya berkumpul dengan keluarga atau mengasuh anak. Boro-boro berlibur atau plesir untuk ‘healing’ ke sejumlah destinasi wisata. Mendapat jatah libur yang tepat bersamaan dengan jadwal libur sekolah anak-anaknya, susahnya minta ampun.

Namun, Masdawati tetap legawa. Namanya juga tuntutan profesi pengabdian dan pengayoman untuk masyarakat. Tidak ada lagi alasan, selain kata ‘siap laksanakan’ saat pimpinan menugaskan dirinya, sewaktu waktu dan mendadak.

“Ya memang sering mendapatkan panggilan tugas mendadak pada saat kita ada kegiatan bersama keluarga, tiba-tiba ada panggilan dari pimpinan ya memang sudah komitmen, siap kapan saja. Karena sudah tugas, namanya amanah, sehingga saya tidak pernah keberatan. Jadi saya happy menjalankan tugas. Itu motto saya, happy,” tegasnya.

Tugas seorang anggota Polri bukan cuma perkara penanganan penegakkan hukum ataupun pengejaran terhadap pelaku kriminal. Di tingkat wilayah sektor, sosok Polisi dipaksa mampu menjalankan fungsi tugas pengayoman bak superman atau wonder woman bagi Polwan.

Bayangkan, berbagai insiden dan permasalah di tengah masyarakat, Polisi diharuskan untuk hadir memberikan pendampingan di lokasi kejadian. Minimal melakukan pemantauan situasi hingga permasalahan tersebut dapat terselesaikan oleh partisipasi mandiri dan aktif dari masyarakat atau perangkat pemimpin kewilayahan setempat.

Jikalau memang diperlukan tindakan medis atau pengamanan pihak-pihak yang dirasa berpotensi merugikan banyak orang. Polisi bisa secepat mungkin bergerak.

Berdasarkan pengamatan TribunJatim.com selama melakukan peliputan persitiwa di Kota Surabaya, sosok Masdawati sepertinya menjadi salah satu kapolsek yang tak gemar menghabiskan waktu berdinas dengan cara duduk di belakang meja ruang kerjanya dalam markas.

Untuk insiden kebakaran, misalnya. Entah besar atau kecil skala kobaran apinya. Selama insiden tersebut termonitor melalui Handy Talky (HT), terjadi di wilayah hukumnya. Masdawati akan mendatangi lokasi kejadian kebakaran secepat mungkin, bersamaan dengan datangnya truk-truk pemadam kebakaran.

“Selain memberi contoh kepada para anggota lain. Kehadiran kami di lokasi untuk melihat langsung siapa tahu ada temuan korban yang harus segera kita tolong untuk dihubungkan ke tim medis,” jelasnya.

Dari kacamatanya sebagai anggota Polwan, kasus kejahatan seksual dengan korban wanita dewasa atau anak-anak, di era kemudahan teknologi informasi seperti saat ini, belakangan ini kian marak. Apalagi unsur pada tubuh seorang wanita dari ujung rambut hingga jemari kaki, sangat rentan untuk dieksploitasi demi kejahatan.

Masdawati tak menampik, rasa trauma, dan takut akibat intimidasi setelah mengalami kekerasan seksual itu, membuat para korban memilih bungkam.

Sehingga tanpa sadar membiarkan tindakan jahat yang dialaminya tanpa pertanggungjawaban, si pelaku bebas berkeliaran tanpa hukuman, bahkan berpotensi mengulang perbuatannya terhadap korban wanita yang lain.

Masdawati mengimbau kepada para korban wanita untuk tetap melaporkan segala bentuk tindakan kejahatan kekerasan seksual kepada pihak kepolisian. Polrestabes Surabaya dan Polda Jatim memiliki unit penangan kasus hukum yang menimpa perempuan dan anak.

Seperti Unit Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya dan Subdit IV Remaja, Anak, Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Jatim. Melalui perangkat layanan tersebut, Polri juga menyediakan pendampingan pemulihan psikologis korban, disamping berjalannya proses penegakkan hukum atas kasus yang telah dilaporkan.

“Sebaiknya memang dilaporkan agar kami bisa menindaklanjuti dari laporan Polisi (LP) tersebut. Kalau tidak ada LP kemungkinan besar kami tidak paham kalau dia menjadi korban kekerasan seksual. Sehingga jangan takut dan khawatir. Pasti aman dengan Polisi. Kami berupaya khususnya Polwan berupaya memberikan pelayanan maksimal terhadap korban perempuan,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved