Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Perjuangan Tukang Ojek Sekolahkan Anak sampai Jadi Doktor, Diremehkan Tetangga: Bukan Profesi Hina

Perjuangan tukang ojek sekolahkan anak sampai jadi doktor, pernah diremehkan tetangganya.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
ISTIMEWA
Perjuangan tukang ojek di Garut, Jawa Barat, antarkan anak berhasil raih gelar doktor 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang tukang ojek asal Garut, Jawa Barat, Wagiman (51), berhasil menyekolahkan anaknya hingga meraih gelar doktor di Universitas Padjajaran (Unpad).

Bahkan anak tukang ojek tersebut berhasil meraih gelar doktor termuda FMIPA di Universitas Padjajaran.

Dulu pernah diremehkan tetangga, kini sang tukang ojek berhasil menyekolahkan anaknya.

Kini ia menceritakan perjuangannya bisa menyekolahkan anak sampai jadi doktor.

Baca juga: Hotman Paris Murka Lihat Aksi Motor Ojol Diangkut Imbas Kena Razia, Singgung Tilang: Apakah Tepat?

Ternyata kisahnya ini berawal dari krisis moneter tahun 1999 hingga ia tak berhenti berjuang menafkahi istri dan anak.

Kala itu ia harus kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai karyawan pabrik di Bandung.

Wagiman kemudian memutuskan pulang ke kampung halaman istrinya di Kampung Neglasari, Desa Mekarsari, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat (Jabar).

Berbekal uang pesangon dari perusahaan, dia memutuskan membeli sepeda motor.

Dia pun banting setir menjadi tukang ojek di kampung.

Pekerjaannya sebagai tukang ojek membuatnya kerap disapa dengan panggilan 'Mas Ojek'.

"Pertama saya beli GL, karena kondisi di sini pegunungan, akhirnya saya jual," ujar Wagiman kepada Tribun Jabar di kediamannya pada Jumat (11/8/2023).

"Saya ganti dengan beli motor Supra X tahun 2000, milik teman. Dulu harganya Rp5 juta," imbuhnya.

Siapa sangka, setelah 24 tahun berlalu, Honda Supra X miliknya ini menjadi saksi dari perjuangannya dalam menyekolahkan anak sulungnya.

Anak pertamanya, Wiwit Nur Hidayah, baru saja mendapat gelar doktor termuda di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unpad Bandung.

"Motor ini alhamdulillah kalau ada orderan ke Tasik, ke mana-mana, siang malam siap berangkat. Pajak masih jalan, surat juga lengkap," ucapnya.

Hingga kini sepeda motor bebek miliknya tersebut masih terawat dengan baik meski di beberapa bagian terlihat lusuh ditelan usia.

Seperti di bagian jok terlihat sudah mulai sobek dan bagian badan motor sudah mengelupas.

"Di musim mudik juga saya dan istri bersama Wiwit yang saat itu masih kecil, pernah pulang ke kampung saya di Kebumen," ucapnya.

Wagiman menjelaskan, pekerjaan menjadi tukang ojek bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sekolah anak pada 1999.

Namun pekerjaan yang diandalkannya tersebut mulai terasa sepi orderan di tahun 2012.

Transportasi roda dua sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat.

Ia pun akhirnya berpindah pangkalan, semula di kampung halamannya, kemudian berpindah ke Pasar Andir Bayongbong hingga kini.

"Kalau sekarang memang terasa begitu beratnya. Tapi ya harus saya tekuni. Karena itu satu pekerjaan dan saya yakin bukan profesi terhina," ucapnya.

"Saya juga sekarang punya tanggung jawab, adiknya Wiwit ini masih kuliah."

"Alhamdulillah dari jerih payah saya yang begini masih bisa membiayai anak-anak," lanjut Wagiman.

Baca juga: Kisah Driver Ojol Bantu Pria Kabur dari Penipuan Lowongan Kerja, Polisi Kini Selidiki Pelaku

Saat Tribun Jabar datang, Wiwit Nur Hidayah tidak sedang berada di rumah.

Wiwit Nur Hidayah sudah kembali ke Bandung untuk menyelesaikan urusannya setelah menyelesaikan pendidikannya.

"Teh Wiwit kemarin berangkat lagi ke Bandung, dipanggil dosennya, mungkin mengurus yang belum selesai," ungkap Wagiman.

Dilansir dari laman resmi Unpad, Wiwit bertekad untuk menjadi seorang ilmuwan.

Dia sudah menyandang empat gelar akademik di usianya yang masih 25 tahun.

Empat gelar tersebut yakni Sarjana Farmasi (S. Farm), Apoteker (Apt.), Magister Sains (M.Si.), dan gelar terakhir yaitu doktor (Dr.)

"Jujur enggak nyangka bisa sampai ke S3, dan bahkan enggak ada bayangan mau jadi doktor," ujar Wiwit Nur Hidayah.

Wagiman dan Tatat Kurniati saat ditemui di kediamannya di Kampung Neglasari, Desa Mekarsari, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat (11/8/2023).
Wagiman dan Tatat Kurniati saat ditemui di kediamannya di Kampung Neglasari, Desa Mekarsari, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat (11/8/2023). (Istimewa via Tribun Jabar)

Sejak kecil, menurut Wagiman, anaknya memang disekolahkan di sekolah-sekolah favorit di tingkat Kecamatan hingga Kabupaten.

Padahal Wagiman mengakui, biaya masuk sekolah favorit tidak sedikit.

"Dulu waktu masuk TK (taman kanak-kanak) di sini, orang-orang bilang anak tukang ojek saja pakai sekolah TK segala," katanya.

Tidak lama di sekolah TK, Wagiman pun menyekolahkan anaknya ke SD yang kebetulan ada di belakang rumahnya.

Meski masuk SD di usia lima tahun, Wiwit selalu meraih gelar juara di kelasnya hingga lulus.

Saat akan masuk SMP, sesuai saran guru, Wiwit pun disekolahkan di SMPN 1 Bayongbong, meski tidak jauh dari rumahnya ada sekolah negeri juga.

Tantangan besar mulai dirasakan Wagiman dan istri saat Wiwit lulus SMP.

Karena menjadi salah satu lulusan terbaik di SMPN 1 Bayongbong, anaknya pun disarankan melanjutkan ke SMAN 1 Garut yang menjadi salah satu SMA favorit di Garut.

"Banyak guru SMP-nya yang bantu. Tapi kalau bantuan sifatnya pribadi saya tolak, kalau bantuan dari pemerintah saya terima," kata Wagiman.

Wagiman dan istri sudah sepakat akan mengantarkan kemauan anaknya sekolah hingga ke jenjang sesuai yang diinginkan Wiwit.

Namun keduanya sepakat untuk tidak menerima bantuan yang bersifat pribadi.

"Kita enggak mau ada utang budi ke orang lain," kata Tatat sang Ibu.

Baca juga: Sosok Bang Yono, Driver Ojol Gratiskan Tumpangan Tiap Jumat, Akui Senang Bersedekah: Dengan Tenaga

Pasangan suami istri ini menyadari betul bahwa menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit dengan standar Internasional butuh biaya besar.

Namun karena tak ingin mematahkan semangat anaknya menimba ilmu, keduanya pun tetap mengizinkan anaknya sekolah di SMAN 1 Garut dan berhasil lulus memuaskan.

"Masuk ke Unpad juga lewat jalur prestasi. Hasil tes juga diterima di kampus-kampus lain, tapi akhirnya pilih di Unpad," katanya.

Selama menjalani kuliah S-1 di Universitas Padjadjaran, Wiwit mengambil Jurusan Farmasi.

Wagiman mengaku, saat itu anaknya memang menerima beasiswa dan biaya hidup.

Namun biaya hidup sebesar Rp600.000 per bulan tidak mencukupi kebutuhan anaknya yang harus tinggal di kos-kosan di daerah Jatinangor.

"Kalau berangkat, dibekelin berapa, terima aja, tidak pernah minta lebih," kata sang ibu, Tatat.

Dengan segala perjuangan, Wagiman dan istri pun berhasil mengantarkan anaknya meraih jenjang S-1.

Sosok Wiwit Nur Hidayah anak tukang ojek di Garut yang berhasil meraih gelar doktor kimia termuda
Sosok Wiwit Nur Hidayah anak tukang ojek di Garut yang berhasil meraih gelar doktor termuda (ISTIMEWA)

Namun perjuangan Wagiman dan istri mengantar anaknya menimba ilmu belum selesai.

Lantaran selesai mengambil jenjang S-1 Farmasi, Wiwit melanjutkan kuliah profesi hingga menjadi apoteker.

Selesai meraih gelar apoteker, Wiwit rupanya belum puas dan melanjutkan ke jenjang S-2 dengan berbekal beasiswa karena prestasi selama menempuh jenjang S-1 dan profesi.

Bedanya, menurut Wagiman, beasiswa yang didapat anaknya nilainya lebih besar sehingga bebannya sedikit berkurang.

Tak puas dengan meraih gelar S-2, Wiwit ternyata juga sudah mempersiapkan diri untuk melanjutkan sekolah ke jenjang S-3.

Jenjang S-3 ini juga lewat jalur beasiswa yang nilainya juga lebih besar, sehingga anaknya bisa sampai melakukan penelitian ke Jepang.

"Beasiswanya besar, bisa sampai dua kali ke Jepang, tinggal di sana beberapa bulan, semuanya dibiayai beasiswa," kata Wagiman.

Selama anaknya terus menempuh pendidikan, Wagiman dan Tatat hanya bisa mendampinginya dan berdoa yang terbaik untuk Wiwit, sebab mendukung dengan biaya berat bagi mereka.

Apalagi anak bungsunya, adik dari Wiwit yaitu Dwi Sekar Pertiwi, juga sudah mulai kuliah di Universitas Padjadjaran.

"Saya mah enggak mau apa-apa dari anak-anak, melihat dia (Wiwit) bisa seperti sekarang saja sudah senang banget," kata Tatat sang ibu berseri-seri.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved