Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pemilu 2024

Respon Gibran Rakabuming Usai MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres, Akui Sibuk: Tanya MK

Keputusan MK membuat Gibran Rakabuming Raka kehilangan peluang untuk menjadi Cawapres di Pilpres 2024

Editor: Torik Aqua
Tribun Jateng/ Mahfira Putri Maulani
Walikota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka - Respon Gibran tanggapi MK tolak gugatan batas usia Capres-Cawapres 

TRIBUNJATIM.COM - Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka tak mau berikan komentar terkait putusan MK.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menolak gugatan batas usia Capres-Cawapres.

Sidang itu digelar pada, Senin (16/10/2023).

Otomatis keputusan ini membuat Gibran Rakabuming Raka kehilangan peluang untuk menjadi Cawapres.

Gibran sendiri santer dipasangkan dengan Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Baca juga: Gibran Gagal Maju Pilpres, Alasan MK Tolak 3 Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres, Dinasti Politik?

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Saat ditanya wartawan terkait keputusan MK ini, Gibran mengaku tidak mengikuti perkembangan sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berlangsung hari ini.

Gibran menyatakan dirinya sedang sibuk menjalankan tugasnya sebagai wali kota Solo.

"Saya nggak tahu putusannya. Wong lagi wae rampung rapat kok. Ya ndak pa-pa. Kalau keputusan MK ya tanya MK," kata Gibran saat ditemui di kantornya, Senin siang.

Gibran menolak memberi tanggapan sidang putusan yang masih berjalan.

Ia tidak mengikuti karena menggelar rapat dengan Ditjen Perkeretaapian.

"Tidak ada tanggapan. Saya nggak ngikuti lho, dari tadi kan rapat. Makanya jangan mengira-ngira. Jangan menuduh-nuduh," tuturnya.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pembacaan putusan untuk 7 pemohon pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia capres dan cawapres, Senin (16/10/2023).

Para pemohon di antaranya Dedek Prayudi; Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabana; Erman Safar dan Pandu Kesuma Dewangsa; Almas Tsaqibbirru Re A; Arkaan Wahyu Re A; Melisa Mylitiachristi Tarandung, S.H; serta Soefianto Soetono dan Imam Hermanda, SH.

Ketua MK Anwar Usman yang memimpin dalam sidang kali ini membacakan putusan terkait gugatan usia minimal capres-cawapres.

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan nomor 29/PUU-XXI/2023 dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) soal batas minimum usia capres/cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). (Youtube MK)
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, Senin (16/10/2023).

Gugatan yang ditolak tercatat sebagai perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, diajukan oleh sejumlah kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Sidang pembacaan putusan uji materi ini digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Mahkamah berpendapat, penentuan usia minimal capres-cawapres menjadi ranah pembentuk undang-undang.

Namun diungkap, ternyata ada dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari hakim Suhartoyo dan hakim M Guntur Hamzah.

Sementara putusan ini disepakati lewat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh sembilan hakim konstitusi yaitu Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan Sitompul, Daniel Yusmic P. Foekh, Enny Nurbaningsih, M Guntur Hamzah, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams.

Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul BREAKING NEWS : Reaksi Gibran, Setelah Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Usia Cawapres

MK resmi batalkan gugatan

Gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (16/10/2023).

Penolakan tersebut diumumkan dalam sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta.

Batas minimal usia capres-cawapres dinyatakan tetap 40 tahun.

Kepala daerah yang belum berusia 40 tahun tidak boleh maju Capres-Cawapres.

Putusan ini menanggapi terkait gugatan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan nomor gugatan 29/PUU-XXI/2023.

"Amar Putusan, Mengadili: Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Anwar Usman dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi.

Adapun putusan ini disepakati lewat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh sembilan hakim konstitusi, yaitu Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan Sitompul, Daniel Yusmic P Foekh, Enny Nurbaningsih, M Guntur Hamzah, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams.

Dissenting Opinion

Kendati demikian, ada dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari hakim Suhartoyo dan hakim M Guntur Hamzah.

Hakim Suhartoyo mengatakan, gugatan yang diajukan perlu dicermati yaitu terkait persayratan keseluruhan dalam pencalonan presiden dan wakil presiden sebagaimana ditentukan dalam pasal 169 UU Nomor 7 Tahunn2017.

Suhartoyo mengatakan, pada hakikatnya persyaratan untuk menjadi capres-cawapres adalah persyaratan yang melekat pada calon yang akan mendaftarkan.

Baca juga: Profil 9 Hakim MK di Sidang Putusan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres, Ada Adik Ipar Jokowi

Sehingga belum dapat dikaitkan dengan persyaratan lainnya terkait pendaftaran sebagai capres-cawapres.

"Misalnya berkaitan dengan tata cara pengusulan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan 'Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum', serta tata cara penentuan, pengusulan dan penetapan sebagaimana di antaranya dimaksudkan dalam Pasal 221 dan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017," katanya.

Suhartoyo mengungkapkan, filosofi dan esensi dari Pasal 169 UU 7 Nomor 2017 hanya berlaku untuk subjek hukum yaitu orang yang mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres.

Alhasil, Suhartoyo mengatakan ketika ada orang lain yang tidak mencalonkan diri sebagai capres-cawapres menggugat pasal tersebut, maka hal tersebut tidak dapat dilakukan.

"Oleh karena itu, ketika seseorang yang pada dirinya bukan sebagai subjek hukum yang akan mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, maka sesungguhnya subjek hukum dimaksud tidak dapat mempersoalkan konstitusionalitas norma Pasal 169 UU Nomor 7 Tahun 2017," katanya.

"Dengan demikian terhadap para pemohon tidak terdapat adanya anggapan kerugian baik aktual maupun potensial dan oleh karena itu terhadap para pemohon tidak relevan untuk diberikan kedudukan hukum atau legal standing dalam permohonan a quo dan oleh karenanya seharusnya Mahkamah menegaskan permohonan a quo tidak memenuhi syarat formil dan menyatakan permohonan para pemohon tidak diterima," sambung Suhartoyo.

Sementara hakim M Guntur Hamzah berpendapat bahwa permohonan uji materil dari pemohon dikabulkan sebagian sehingga pasal yang digugat dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.

Pernyataan Guntur ini dilandasi dengan anggapan bahwa penentuan batas usia capres-cawapres adalah tatanan konstitusional yang ingin dibentuk dan diharapkan berlaku ajeg dan elegan.

"Serta menghentikan praktik penentuan batas usia yang berubah-ubah tanpa ukuran konstitusional yang jelas dalam menentukan usia yang tepat untuk menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden," kata Guntur.

Guntur menegaskan bahwa penyelesaian polemik batas usia capres-cawapres ini dapat diselesaikan dalam kerangka hukum konstitusi sesuai dengan tugas hakim dan keweangan Mahkamah menurut Pasal 24 ayat (1) dan pasal 24C UUD 1945.

Kemudian, Guntur mengatakan, secara historis, bahwa usia Presiden atau Wakil Presiden di Indonesia pernah dijabat oleh seseorang yang berusia di bawah 40 tahun atau 35 tahun ke atas.

Di sisi lain, berkaca dari negara lain, beberapa negara telah mengatur soal batas usia Presiden setidaknya berusia 35 tahun.

"Terdapat pula Perdana Menteri yang berusia di bawah 40 tahun ketika dilantik/menjabat contohnya Sebastian Kurz yang diangkat menjadi kanselir Austria di usia 31 tahun dan masih banyak lagi yang terpilih atau dilantik pertama kali dalam usia di bawah 40 tahun," kata Guntur.

Guntur menilai soal aturan batas usia capres-cawapres juga diperlukan untuk melihat dinamika dan kebutuhan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan ketatanegaraan.

"Sehingga dapat diartikan bahwa hal tersebut merupakan suatu hal yang bersifat adaptif/fleksibel sesuai dengan perkembangan dinamika kehidupan berbangsa/bernegara sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan ketatanegaraan, dengan mengacu pada prinsip memberikan kesempatan dan menghilangkan pembatasan (to give opportunity and abolish restriction) secara rasional, adil, dan akuntabel," katanya.

Kendati demikian, Guntur tetap menyoroti jika capres atau cawapres terlalu muda maka menimbulkan pertanyaan tentang kematangannya dalam menjalankan fungsi, baik sebagai kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara.

Di sisi lain, batasan umur bukan satu-satunya syarat yang harus dipenuhi capres-cawapres.

Adapun syarat lain yang dimaksud yaitu capres-cawapres harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu serta syarat dipilih secara langsung oleh rakyat.

"Selanjutnya, seandainya seseorang diusung atau diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum, maka mereka tentu harus melewati syarat konstitusional lanjutan yaitu Pasal 6A ayat (1) yang menyatakan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat," kata Guntur.

Dengan deretan landasan pernyataan tersebut, Guntur mengungkapkan bahwa capres-cawapres yang berusia minimal 40 tahun tetap dapat diajukan.

Sementara yang dibawah 40 tahun, tetap dapat diajukan tetapi dengan syarat memiliki pengalaman sebagai pejabat negara yang terpilih lewat pemilu seperti anggota DPR, DPD, DPRD, gubernur, bupati, atau wali kota.

"Artinya, penting untuk memastikan kontestasi pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden berlangsung secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil tanpa terhalangi oleh syarat usia 40 tahun semata bagi capres dan cawapres, namun juga tidak mengurang kualitas kepemimpinan bakal calon presiden dan wakil presiden karena tetap memperhatikan syarat pengalaman yaitu pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul MK Tolak Gugatan Batas Usia Cawapres, Gibran: Tidak Ada Tanggapan, Kalau Keputusan MK ya Tanya MK, https://www.tribunnews.com/mata-lokal-memilih/2023/10/16/mk-tolak-gugatan-batas-usia-cawapres-gibran-tidak-ada-tanggapan-kalau-keputusan-mk-ya-tanya-mk?page=all.

Editor: Dewi Agustina

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved