Berita Pasuruan
Bisa Memiskinkan Masyarakat, Ketua PP AsNI Sebut Stunting Harus Selesai Pada 2024
Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 tercatat angka kejadian atau prevalensi Stunting Provinsi Jawa Timur sebesar 19,2 persen.
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Sudarma Adi
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Galih Lintartika
TRIBUNJATIM.COM, PASURUAN - Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 tercatat angka kejadian atau prevalensi Stunting Provinsi Jawa Timur sebesar 19,2 persen, lebih rendah dari Nasional yang sebesar 21,6 persen dan turun dari angka 24,4 di tahun 2021.
Adapun hasil SSGI tahun 2023 masih dianalisis Kemenkes RI. Upaya mempercepat penurunan stunting terus dilakukan oleh Provinsi Jawa Timur agar prevalensi di bawah 14 persen di tahun 2024 tercapai.
Untuk ini, penciptaan inovasi harus dilakukan dengan cara cut off bureaucratic path, cutt off manual services, cut off cost of the money, cut off requirements, dan cut off old methodes.
Ketua PP Asosiasi Nutrisionis Indonesia (AsNI) Andriyanto mengatakan, gambaran masih tingginya prevalensi Stunting di Jawa Timur ini menunjukkan masalah kesehatan yang cukup serius.
Baca juga: Bawaslu Pasuruan Panggil Kadispendikbud Soal Keterlibatan ASN di Kampanye Terselubung Mantan Bupati
Pria yang saat ini juga menjabat sebagai Pj Bupati Pasuruan ini menyebut, stunting merupakan tragedi yang tersembunyi. Stunting terjadi karena dampak kekurangan gizi kronis selama 1.000 hari pertama kehidupan.
“Kerusakan yang terjadi mengakibatkan perkembangan anak yang irreversible (tidak bisa diubah), anak tersebut tidak akan pernah mempelajari atau mendapatkan sebanyak yang dia bisa,” katanya, Jumat (26/1/2024).
Hal ini dipertegas oleh World Bank dan UNICEF bahwa Stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan yang terjadi dalam jangka waktu lama, dan dihubungkan dengan penurunan kapasitas fisik dan psikis.
Tidak hanya itu, stunting juga berdampak pada penurunan pertumbuhan fisik, dan pencapaian di bidang pendidikan rendah. Fakta ini menunjukkan, anak Stunting sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk
“Anak-anak Stunting menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi dewasa yang kurang pendidikan, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular,” ungkapnya
Baca juga: Hadiri Halaqoh Kebangsaan di Pasuruan, Mahfud MD Pastikan Akan Jamin Semua Kesejahteraan Guru Agama
Oleh karena itu, anak stunting merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa akan datang.
Di sisi lain, kata dia, stunting, berdampak dalam bentuk kurang optimalnya kualitas manusia, baik diukur dari kemampuan mencapai tingkat pendidikan yang tinggi, rendahnya daya saing, rentannya terhadap penyakit.
“Semuanya bermuara pada menurunnya tingkat pendapatan dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Dengan kata lain Stunting dapat memiskinkan masyarakat,” tambah dia.
Disampaikannya, stunting itu bisa diselesaikan. Masyarakat harus lebih percaya diri, karena stunting bukan disebabkan oleh faktor genetik yang tidak dapat diperbaiki tapi karena faktor lingkungan hidup yang dapat diperbaiki.
“Terpenting adalah fokus pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kompleksitas masalah gizi yang sampai saat ini masih diderita oleh sebagian masyarakat Indonesia itu karena banyak faktor baik makro atau mikro,” paparnya.
Maka dari itu, kata dia, Intervensi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan, sejak kehamilan sampai anak berusia 2 tahun sebuah keharusan. Namun, penanganan ini bisa berhasil jika ada keterlibatan banyak pihak.
Ini bukan hanya tanggung jawab Pemerintah saja, tapi peran Masyarakat, Perguruan Tinggi, Media; dan Dunia Usaha turut andil juga. Penanganan Stunting haruslah holistik, integratif dan spasial (spesifik daerah).
Inovasi mempercepat pencegahan Stunting sejatinya harus diciptakan dan dikembangkan. Salah satunya dengan dilakukannya Behaviour Change Communication (BCC), yaitu menciptakan perilaku masyarakat baru dan positif.
Sehingga, kata dia, hal itu menjadi sebuah habit atau kebiasaan baik. BCC ini akan menjadi lebih efektif bila diikuti demand creation, yaitu meningkatkan permintaan masyarakat pada produk/layanan kesehatan tertentu
Misalnya datang ke Posyandu atau konseling gizi yang ada di Puskesmas atau Rumah Sakit. Kemudian, dikembangkan enabling environtment yaitu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendukung perubahan perilaku masyarakat.
“Dalam membantu upaya penanganan stunting, tenaga kesehatan khususnya Nutrisionis dapat memberikan informasi perubahan perilaku gizi kepada masyarakat tentang anjuran pemenuhan gizi,” tegasnya.
Mulai dari memberikan informasi bahan makanan, cara pengolahan, pola konsumsi, dengan semaksimal mungkin menggunakan bahan makanan bernilai gizi baik dan terjangkau.
Gizi seimbang artinya makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik
Dalam konteks stunting, zat gizi yang sangat diperlukan untuk tumbuh kembang manusia adalah Zinc (Zn), yang sumbernya mayoritas dari pangan hewani sebagai sumber protein hewani.
kekurangan gizi kronis
Asosiasi Nutrisionis Indonesia (AsNI)
stunting
Pj Bupati Pasuruan
Andriyanto
Pasuruan
TribunJatim.com
Tagihan Jadi Rp70 Juta Padahal Cicilan Mulai Rp350 Ribu, Ratusan Warga Jadi Korban Penipuan Pinjol |
![]() |
---|
Kabupaten Pasuruan Pecahkan Rekor Muri, Tanam 40 Ribu Bibit Mangga Putar Serentak |
![]() |
---|
Pemukiman hingga Pasar Ikan di Lekok Geger Pasuruan Porak Poranda, Disapu Angin Puting Beliung |
![]() |
---|
Tuntaskan Penyidikan, Dua Mantan Kadispendikbud Pasuruan Diperiksa Jaksa Terkait Kasus PKBM |
![]() |
---|
Anak SD Tewas Disiksa Orangtuanya karena Sering Minta Uang Jajan, Ayah Tiri Minumi Minyak Kayu Putih |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.