Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Blitar

Jejak Sejarah Musala At-Taqwa di Blitar, Pernah Jadi Kamp Laskar Diponegoro, Lokasinya Terpencil

Musala Attaqwa di Dusun Darungan, Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, diklaim sudah berusia lebih dari dua abad.

Penulis: Samsul Hadi | Editor: Ndaru Wijayanto
tribunjatim.com/Samsul Hadi
Kondisi bangunan Musala At-Taqwa di Dusun Darungan, Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jumat (22/3/2024). 

TRIBUNJATIM.COM, BLITAR - Musala At-Taqwa di Dusun Darungan, Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, diklaim sudah berusia lebih dari dua abad.

Selain sebagai tempat ibadah, konon, musala itu dulunya didirikan sebagai pos atau kamp bagi Laskar Pangeran Diponegoro di wilayah Blitar.

Berkembangnya zaman, Musala Attaqwa akhirnya juga menjadi salah satu tempat dakwah Islam terutama di Blitar bagian utara sajak ratusan tahun lalu.

Meski kondisinya tidak seramai dulu, sampai sekarang Musala Attaqwa masih aktif difungsikan sebagai tempat ibadah masyarakat sekitar.

"Informasi yang saya terima secara turun temurun, musala ini berdiri sebelum perang Diponegoro, perkiraan tahun 1820-an. Itu periode mbah canggah saya," kata Syaiful Rizal (67), pengelolaan musala At-Taqwa, Jumat (22/3/2024).

Baca juga: Sajian Lezat Ramadan, The Southern Hotel Surabaya Adaptasi Kuliner dari Kota 9 Wali

Syaiful merupakan keturunan generasi kelima dari pendiri Musala At-Taqwa. Lokasi pembangunan musala juga berada di tanah milik kakek buyut Syaiful.

Sepengetahuan Syaiful, musala At-Taqwa sudah turun temurun mulai dari dari kakeknya, lalu ke orang tuanya dan turun ke Syaiful.

Tapi, sebelum kakeknya, sudah ada dua generasi di atasnya yang telah mengelola musala. Mereka, Mbah Haji Usman dan Matraji.

"Mbah Haji Usman dan Mbah Matraji, itu generasi sebelum kakek saya. Jadi urutannya dari Mbah Haji Usman ke Mbah Matraji lalu ke Mbah Haji Kadir, ini kakek saya, baru ke generasi orang tua saya Pak Tafsir, tapi yang dari sini jalur dari ibu saya, Hajah Syafaatun," ujarnya.

Syaiful mengatakan musala itu perkiraan berdiri pada 1820-an atau sebelum Perang Diponegoro. Perang Diponegoro terjadi pada 1825-1830.

Baca juga: Jelang Ramadan 2024, Penjual Bunga Ziarah Kubur Musiman Mulai Bermunculan di Kota Blitar

Selain sebagai tempat ibadah, musala itu juga bisa dibilang sebagai pos atau kamp bagi Laskar Diponegoro.

Salah satu ciri musala itu juga menjadi pos Laskar Diponegoro, yaitu, di bagian depan musala terdapat pohon sawo.

Ciri khas pohon sawo di depan bangunan tempat ibadah itu juga terlihat di Musala Annur, Kelurahan Plosokerep, Kota Blitar, yang juga merupakan peninggalan Laskar Diponegoro.

"Pohon sawo ini seperti sandi. Nanti kalau mencari lokasi tempat berkumpul di musala yang depannya ada pohon sawo. Sampai sekarang pohon sawonya masih ada. Pohonnya sudah besar," katanya.

Baca juga: Tradisi Unik Bangunkan Sahur di Madiun, Ada Iringan Musik Tradisional hingga Lantunan Syair Jawa

Selain itu, lokasi musala juga bisa dibilang terpencil, cocok untuk bersembunyi. Dari jalur alternatif Kota Blitar-Kediri lewat Candi Penataran, lokasi musala masuk ke dalam perkampungan sejauh lebih kurang 3 kilometer.

Sampai sekarang, bangunan Musala At-Taqwa juga masih berdiri kokoh. Bangunan musala sudah berupa tembok dengan atap gaya limasan.

Bagian atap musala mulai genteng, kayu reng dan kayu usuk masih asli sejak berdiri belum pernah diganti. "Ukuran gentengnya kecil-kecil, model genteng kuno," ujar Syaiful.

Dari depan, model bangunan musala terlihat seperi rumah lawas dengan teras minimalis gaya pelana persis di tangga masuk.

Baca juga: Tradisi Unik di Masjid Nurul Qolbi Ponorogo, Jamaah tak Pulang Tabuh Bedug Usai Salat Tarawih

Posisi bangunan musala lebih tinggi dari tanah.  Sedang pintu masuk musala dibuat lebih pendek. Orang ketika masuk musala harus menundukkan kepala.

Di bagian dalam, juga tidak terdapat ornamen ukiran maupun kaligrafi. Hanya terdapat tempat imam salat. Di kanan kiri tempat imam salat terdapat ruang seperti kamar.

Sedang lantai musala sudah direnovasi menggunakan bahan dari keramik. Dulu, lantai musala masih berupa plesteran semen.

Syaiful menjelaskan, ada filosofi dari model bangunan Musala At-Taqwa. Menurutnya, posisi lantai musala dibuat lebih tinggi dari tanah sebagai filosofinya biar lebih dekat dengan Allah saat beribadah.

Baca juga: Kemenag Kabupaten Malang Imbau Soal Batasan Pengeras Suara saat Ramadan, Berikut Ketentuannya

Sedang pintu masuk dibuat lebih pendek agar orang yang masuk ke musala menundukkan kepala sebagai bentuk hormat masuk di tempat suci.

"Semua pintu di makam wali juga pendek, agar orang yang masuk ke makam menunduk sebagai bentuk hormat," katanya.

Syaiful mengatakan, dari dulu hingga sekarang, Musala At-Taqwa masih berfungsi untuk salat jemaah dan khataman Alquran. Saat Ramadan, musala ini juga digunakan untuk salah tarawih.

"Tapi, untuk pendidikan sudah tidak ada. Dulu, musala ini sempat jadi tempat pendidikan. Periode Mbah saya banyak santri dari luar desa seperti Jiwut, Patuk, Nglegok, Trenceng, yang ngaji di sini," katanya.

Pemberian nama Attaqwa pada musala juga baru dilakukan pada zaman orde baru. Ketika itu, ada pendataan tempat ibadah.

"Dulu, waktu orde baru, musala disuruh diberi nama, untuk pendataan. Sebetulnya tidak ada nama, hanya musala," ujarnya

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved