Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

OTT KPK di Probolinggo

Kesaktian eks Bupati Probolonggo Hasan Aminuddin Mutasi Pegawai, Membangkang Langsung Dipindah

Kesaktian Hasan Aminudin dalam memilih dan menunjuk pegawai Pemkab Probolinggo yang loyal dan setia kepada dirinya dan sang istri

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Samsul Arifin
TribunJatim.com/Luhur Pambudi
Eks Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya Eks Anggota DPR RI Hasan Aminudin saat di Ruang Sidang Cakra Kantor Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya pada Kamis (11/7/2024) siang. 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kesaktian Hasan Aminudin dalam memilih dan menunjuk pegawai Pemkab Probolinggo yang loyal dan setia kepada dirinya dan sang istri mantan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, kembali terbukti dalam sidang lanjutan di Ruang Sidang Cakra, Kantor PN Tipikor Surabaya, pada Kamis (18/7/2024) siang.

Sekalipun tidak lagi menjabat sebagai bupati, lantaran berstatus sebagai suami Puput Tantriana Sari, Bupati Probolinggo kala itu, ia tetap menjadi penentu mutlak sosok pegawai untuk menduduki jabatan prestisius di lingkungan organisasi perangkat daerah di Kabupaten Probolinggo.

Nama sosok pegawai yang akan ditunjuk dan ditugaskan dalam fungsi jabatan kedinasan dari tingkat kecamatan hingga kabupaten, harus sesuai dengan persetujuannya.

Jika tidak dituruti, siap-siap, sanksi tak tertulis bakal diterima oleh pejabat yang bersangkutan, misalnya mutasi dadakan, bak geledek menyambar di siang bolong.

Itulah mengapa, Abdul Halim, yang merupakan mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemkab Probolinggo, periode 2014-2019, 'mati kutu', dan wajib menuruti permintaan itu, jika Hasan Aminudin sudah meminta macam-macam, lalu ini dan itu, soal urusan seleksi mutasi kepegawaian.

Baca juga: Curhatan Pensiunan Kadis, Muncul Soal Bupati Syariat dan Hakikat dalam Sidang Eks Bupati Probolinggo

Sekalipun sosok calon pegawai tersebut, tidak memiliki latar belakang kualifikasi yang cukup untuk menempati fungsional jabatan tertentu.

Dalam kesaksiannya di depan majelis hakim persidangan, Kamis (18/7/2024) siang, Saksi Abdul Halim menceritakan nasib seorang sekretaris daerah yang mendadak dimutasi menjadi staf sebuah kecamatan di Kabupaten Probolinggo.

Apa sebabnya, meskipun terdengar samar-samar duduk perkara cerita yang disampaikan Saksi Abdul Halim, tapi intinya, peristiwa tersebut bisa terjadi gara-gara tak menuruti perintah Hasan Aminudin.

"Setiap perintah Hasan yang soal mutasi, apakah bertentangan dengan perintah agama dan UUD," tanya Terdakwa Hasan Aminudin saat diberikan kesempatan majelis hakim memberikan pertanyaan kepada para saksi.

"Maaf saya jawab, jadi pernah dulu, seperti yang saya sampai, untuk memutasi ternyata banyak yang tidak memenuhi syarat. Jawabannya, ya saya tetap laksanakan, karena kalau dari sejarah itu seperti saya contohkan, (ada pejabat) dari sekda menjadi staf kecamatan. Jadi itu telah menunjukkan betapa kuatnya, itu yang kami takutkan," jawab Saksi Abdul Halim dihadapan majelis hakim persidangan.

Kemudian, Terdakwa Hasan Aminudin bertanya mengenai latar belakang proses pemutasian jabatan seseorang di dalam kedinasan Pemkab Probolinggo.

Baca juga: Eksepsi Eks Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan Suaminya Hasan Aminuddin Ditolak Hakim

"Saat mutasi, dari 100 orang, itu konsep perintah hasan atau konsep anda?"

Dijawab oleh Saksi Abdul Halim, bahwa pihaknya pernah membuat susunan calon pegawai untuk nantinya ditempatkan pada sebuah fungsi jabatan tertentu.

Namun susunan calon pegawai itu, masih harus melewati tahapan seleksi yang dilakukan oleh Hasan Aminudin, meskipun bukan berstatus sebagai siapa-siapa di Pemkab Probolinggo, kecuali suami Puput Tantriana Sari, yang kala itu, masih menjabat Bupati Probolinggo.

"Ada 2 pak, ada perintah langsung perorangan, dari Pak Hasan. Ada perintah yang secara umum. Misal seperti ini; coba yang lulusan IPDN di kecamatan itu, coba jadikan kabag dinas. Nah, Jadi saya susun dan saya ajukan ke Pak Hasan. Pak Hasan menyeleksi," jelas Saksi Abdul Halim.

Terdakwa Hasan Aminudin memanfaatkan kesempatan merespon kesaksian Saksi Abdul Halim untuk menggali beberapa hal.

Seperti yang terjadi pada beberapa sidang sebelumnya, ia merespon keterangan para saksi menggunakan metode dialektika.

Yakni menanyakan kembali saksi menggunakan pertanyaan sebaliknya sesuai dengan keterangan yang telah disampaikan.

"Jawab dengan jujur tidak usah dibela Hasan ini. BKD dan BAKD sama atau beda?" tanya Terdakwa Hasan Aminudin.

Saksi Abdul Halim menjawab, "kalau BKAD badan keuangan aset daerah. Dulu nomenklaturnya berganti-ganti. Tupoksi beda."

Lalu Terdakwa Hasan Aminudin kembali memperdalam pertanyaan, "kontribusi setiap akhir tahun dan seterusnya, dipegang siapa?"

"Dari BKAD, yang kumpulkan keuangan," jawab Saksi Abdul Halim.

Terdakwa Hasan Aminudin kembali bertanya sekaligus menegaskan, "yang jelas bukan di Badan Kepegawaian Daerah kan? Perintah mengumpulkan kontribusi uang perintah Hasan atau Tantri?"

Kini Saksi Abdul Halim menjawab secara singkat, "sudah dijawab; (instruksi) pak sekda. Tadi sudah saya jawab."

Lalu, Terdakwa Hasan Aminudin melanjutkan. "Saat anda PJ Bupati nyumbang ke Ormas NU dan Pondok Hati, apakah masih nyumbang?"

"Seingat saya, enggak. Itu sedekah," jawab Saksi Abdul Halim.

Nah, Terdakwa Hasan Aminudin kembali mengejar pernyataan tersebut. "Sedekah itu perintah agama atau sekda atau jabatan?"

Namun, Saksi Abdul Halim secara lugas menjawabnya, "yang jelas, berdasarkan informasi dari pak sekda. Kalau soal itu (perintah agama) urusan hati. Yang jelas kami urusan kedinasan."

Sementara itu, JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan, terdapat lima orang saksi yang diperiksa dalam sidang kali ini.

Namun, sepanjang pagi hingga jeda skorsing istirahat siang, baru dua orang saksi yang rampung diperiksa.

Yakni, Anggit Hermanuadi, Mantan Kadis Bina Marga, Kepala Bepedda, dan Kadis Lingkungan Hidup. Dan, Abdul Halim, mantan Kadis BKD 2014-2019.

Kemudian, tiga orang saksi selanjutnya yang akan diperiksa hingga sore hari, Mahbub Zunaidi, mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Probolinggo.

Kemudian, Doddy Nur Baskoro, mantan Kepala Disnaker Probolinggo, dan Anang Budi Yulianto, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Probolinggo.

"Apa yang berhasil dicari dari dua saksi ini sesuai dengan dakwaan kami bahkan Saat diperiksa pun keterangannya sesuai dengan berita acara pemeriksaan dan tentunya ini mendukung dakwaan kami," ujarnya saat ditemui TribunJatim.com, di depan ruang tunggu JPU.

Sementara ini, keterangan kedua orang saksi sebelum, makin menguatkan dakwaan JPU. Bahwa terdapat berbagai macam bentuk pemberian secara langsung ataupun tidak langsung kepada kedua terdakwa.

Pemberian langsung, meliputi pemberian THR, setiap tahunnya. Kalau, pemberian tidak langsung adanya perintah dari kedua terdakwa untuk meminta para saksi memberikan uang sebagai sumbangan kepada beberapa organisasi masyarakat dan pondok.

"Menurut Pak Halim, tidak pernah lapor, pemberian secara langsung tentang THR. Kalau pemberian tidak langsung terkait pemberian ke Ormas, dan 'Pondok Hati', dan kepada 'Jumat Manis' itu, berkaitan dengan perintah dari bu tantri atau Pak Hasan," katanya.

Kemudian, terminologi penyebutan sosok Puput Tantriana Sari sebagai bupati syariat dan Hasan Aminuddin sebagai bupati hakikat, diakui Arif, kembali muncul di tengah persidangan kali ini.

Terbukti, bahwa Terdakwa Hasan Aminudin masih memiliki kekuatan (power) penuh dalam menentukan kebijaksanaan pemkab, termasuk mengenai proses seleksi pegawai untuk menduduki jabatan fungsional organisasi perangkat daerah (OPD).

Hal tersebut terbukti dari bagaimana bahasa tubuh dan kesesuaian pernyataan Saksi Abdul Halim mengenai keterlibatan Terdakwa Hasan Aminudin menunjuk dan menyeleksi pegawai.

Meskipun kewenangan mutlak tersebut terdapat pada Saksi Abdul Halim sebagai Kepala BKD kala itu.

Tapi tetap, seleksi akhir, terdapat pada keputusan Terdakwa Hasan Aminudin, yang notabene cuma suami dari Bupati Probolinggo kala itu saat dijabat oleh Puput Tantriana Sari.

"Walaupun Kepala BKD-nya Pak Abdul Halim, pak hasan sebagai suami Bu puput, itu masih punya power untuk mencampuri setiap urusan mutasi pegawai baik di eselon IV atau III. Bahkan Pak Abdul Halim tidak bisa melarang hal itu," katanya.

Terbukti, lanjut Arif, saat Saksi Abdul Halim telah membuat daftar calon pegawai dengan kesesuaian jabatannya, sesuai dengan regulasi, kualifikasi, dan kemampuan.

Daftar tersebut tetap bakal diseleksi ulang oleh Terdakwa Hasan Aminudin menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang tak pernah diketahui secara objektif.

Nah, setelah daftar 'hasil revisi dari Hasan Aminudin' rampung. Saksi Abdul Halim bakal menyetorkan kepada Puput Tantriana Sari, sebagai Bupati Probolinggo.

Dan, sudah dapat ditebak, lanjut Arif, Terdakwa Puput Tantriana juga tidak akan merubah apapun yang sudah diminta, dibuat dan disetujui oleh sang suami.

"Sudah disampaikan oleh Pak Abdul Halim bahwa ketika hasil seleksi itu sendiri sudah disampaikan kepada Bupati bawa ini sudah dikoreksi oleh Pak Hasan. Kebanyakan direspon. Ya sudah Lanjutkan seperti itu," ungkapnya.

"Artinya kan peran dari Pak Hasan itu sendiri adalah kepanjangan tangan dari Bu Tantri sebagai bupati Probolinggo. Dan tadi juga sempat disampaikan mengenai istilah bupati hakikat dan bupati syariat," pungkasnya.

Sekadar diketahui, belum juga rampung menjalani masa tahanan selama empat tahun sebagai terpidana pada kasus korupsi pada Januari 2023 silam, kini Eks Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya Eks Anggota DPR RI Hasan Aminudin menjalani sidang dakwaan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam jabatan senilai lebih dari Rp100 miliar.

Dikutip dari Kompas.com, JPU KPK Arif Suhermanto menjelaskan, pasangan suami istri (Pasutri) itu, didakwa melanggar Pasal 12B tentang Gratifikasi, serta Pasal 3 dan Pasal 4 UU TPPU.

Semua gratifikasi senilai sekitar Rp100 miliar itu, diduga diterima kedua terdakwa selama Terdakwa Puput Tantriana Sari menjabat sebagai Bupati Probolinggo.

Uang tersebut diduga diperoleh dari hasil gratifikasi berbagai pihak seperti pihak swasta, pengusaha hingga ASN Pemkab Probolinggo.

Lalu, demi menghindari kecurigaan termasuk menghilangkan jejak dari pertanggungjawaban hukum, semua uang tersebut dirupakan dalam bentuk aset tak bergerak; berupa tanah, kendaraan hingga perhiasan.

Dalam perkara pertama, keduanya vonis empat tahun penjara di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya pada Januari 2023.

Keduanya dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf A atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Kasus yang menjerat mereka adalah dugaan suap terkait dengan seleksi atau jual beli jabatan penjabat kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo pada tahun 2021.

Hasan dan istrinya terjerat sebagai penerima suap bersama Camat Krejengan Doddy Kurniawan dan Camat Paiton Muhamad Ridwan.

Sementara itu, dikutip dari Antara, melansir pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada laman https://elhkpn.kpk.go.id diakses pada Senin (30/8/2021).

Puput Tantriana, terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 26 Februari 2021 untuk tahun pelaporan 2020 dengan jabatan sebagai Bupati Probolinggo.

Puput Tantriana memiliki harta berupa 10 bidang tanah senilai Rp2.163.000.000 yang seluruhnya berlokasi di Kota Probolinggo, Jawa Timur.

Ia juga tercatat memiliki alat transportasi dan mesin berupa satu unit mobil Nissan Juke tahun 2011 senilai Rp100.000.000.

Selanjutnya, Puput Tantriana juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp797.165.100, surat berharga senilai Rp4.500.000.000 serta dan kas dan setara kas Rp2.459.101.806.

Puput tercatat tidak memiliki utang sehingga total kekayaannya senilai Rp10.019.266.906.

Sementara itu, Hasan Aminuddin, suami Puput Tantriana, tercatat memiliki total kekayaan senilai Rp7.325.637.536

Hasan yang juga mantan Bupati Probolinggo dua periode itu, sebelum diteruskan istrinya, melaporkan kekayaannya pada 2 April 2019 untuk tahun pelaporan 2018 dengan jabatan sebagai anggota DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Partai NasDem.

Rinciannya, Hasan Aminuddin memiliki 12 bidang tanah di Kota Probolinggo senilai Rp2.360.000.000, alat transportasi dan mesin berupa satu unit mobil Nissan Juke tahun 2011 senilai Rp180.000.000.

Selanjutnya, harta bergerak lainnya senilai Rp766.036.900, surat berharga Rp2.000.000.000 serta kas dan setara kas senilai Rp2.019.600.636.

Hasan Aminuddin tercatat tidak memiliki utang sehingga total kekayaannya senilai Rp7.325.637.536.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved