Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Ayah Syok Dirinya Tercatat Meninggal saat Urus BPJS Anak, Ada Akta Kematian, Dispenduk Klarifikasi

Seorang pria syok dirinya tercatat meninggal saat mengurus BPJS anak di puskesmas. Padahal dirinya masih sehat dan hidup.

Penulis: Arie Noer Rachmawati | Editor: Mujib Anwar
Kolase Kompas.com
Yohanes, seorang pria di NTT syok dirinya tercatat meninggal saat mengurus BPJS anak di puskesmas. Padahal dirinya masih sehat dan hidup. 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang pria syok dirinya tercatat meninggal saat mengurus BPJS anak di puskesmas.

Padahal dirinya masih sehat dan hidup namun di kartu BPJS miliknya tidak aktif.

Ini dikarenakan dirinya dinyatakan telah meninggal dunia.

Kasusu ini menimpa Yohanes Tamonob (38), warga Desa Mnela Anen, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT).

Yohanes pun terancam tidak bisa mengikuti pemilihan kepala daerah (Pilkada) TTS dan Pilkada NTT.

Yohanes kemudian mendatangi Kantor KPU NTT untuk mempertanyakan statusnya pada Senin (7/10/2024).

Baca juga: Tiap Hari Jalan Kaki Jual Burger Rp 15 Ribu, Iman Miris Masih Ada Penawar, Kini Sakit Tak Punya BPJS

"Saya tahu saat telah dinyatakan meninggal saat mengurus BPJS untuk anak sakit di Puskesmas Bulan April 2024," kata Yohanes kepada Kompas.com.

Karena penasaran, Yohanes bersama istrinya kemudian mengecek di JKN mobile.

Ternyata statusnya telah meninggal dunia.

Tak puas, Yohanes lalu ke Kantor BPJS Kupang dan mengecek langsung pada September 2024.

"BPJS lalu tunjukan akte kematian ke saya. Kemudian, saya ketemu kepala desa dan tanya beliau mengaku tidak tahu," ujar dia.

Yohanes lalu ke Kantor Dinas kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten TTS dan menanyakan langsung, ternyata dirinya dinyatakan telah meninggal dunia dengan akta yang lengkap.

Yohanes Tamonob (38), warga Desa Mnela Anen, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), saat menunjukkan akta yang menyatakan dirinya telah meninggal dunia.
Yohanes Tamonob (38), warga Desa Mnela Anen, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), saat menunjukkan akta yang menyatakan dirinya telah meninggal dunia. (KOMPAS.com/Sigiranus Marutho Bere)

Karena kesal, Yohanes kemudian melaporkan kejadian itu ke Markas Polres TTS.

Kejadian ini membuat Yohanes pun mendatangi Kantor KPU dan Bawaslu NTT untuk mempertanyakan status memilihnya yang terancam tidak bisa memilih.

Kedatangan Yohanes membawa sejumlah bukti dokumen berupa akta kematian, Kartu BPJS yang dinonaktifkan, serta surat keterangan warga yang telah meninggal dunia.

Ia merasa ada manipulasi data yang dilakukan oleh sejumlah mafia.

Sebab, dirinya masih hidup tapi data di Dukcapil dinyatakan telah meninggal dunia.

Di dalam akta kematian yang dikeluarkan pada 22 Agustus 2023, dinyatakan meninggal pada 13 Februari 2021. 

Sehingga Yohanes merasa tidak nyaman dan telah melaporkan kasus ini ke Polres TTS.

Dia berharap data pribadinya dapat segera dipulihkan.

Baca juga: Tak Punya BPJS, Kuli Pasir Jual Rumah Demi Tebus Biaya RS Anaknya yang Tewas, Nunggak Puluhan Juta

Ia juga meminta aparat dapat mengungkap kasus ini, sehingga oknum-oknum yang terlibat dapat segera ditangkap.

Sebab korban pun terancam tak dapat memilih.

Ketua KPU NTT Jemris Fointuna mengatakan, dirinya belum mengetahui laporan itu.

"Nanti saya cek dulu laporannya," kata Jemris singkat.

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), Jems Kase pun akhirnya buka suara.

Menurut Jems, Yohanes pernah bertemu dengan pihaknya untuk klarifikasi masalah tersebut.

"Yang bersangkutan (Yohanes) sudah pernah bertemu dengan kami di Dukcapil. Setelah kami cek di sistem memang benar data yang bersangkutan telah diterbitkan akta kematian 22 Agustus 2023," ujar Jems, kepada Kompas.com, Rabu (9/10/2024).

Dalam akta itu lanjut Jems, tertulis Yohanes meninggal pada 13 Februari 2021.

Saat itu, Dispendukcapil mengusulkan agar Yohanes mengaktifkan kembali datanya.

Tapi Yohanes malah menolak.

Alasan Yohanes menolak, karena ingin kasusnya diproses hukum.

"Sebenarnya bisa kalau ada pengaduan dan apabila benar maka kami bisa aktifkan kembali," ungkap Jems.

Baca juga: Saaih Halilintar Kaget Tak Lolos PON 2024 Gegara NPWP dan BPJS, Geni Faruk: Sudah Punya Sejak 2018

Kisah lainnya, seorang pasien BPJS penderita kanker payudara bernama Irmawati dikabarkan mendapat pelayanan kurang menyenangkan.

Pasalnya Irmawati dipulangkan oleh pihak rumah sakit ke rumah padahal dirinya belum sembuh.

Irmawati dipulangkan setelah menjalani perawatan di RS selama sepekan.

Peristiwa ini terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lanto Daeng Pasewang, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Keluarga pasien, Rahma menuturkan, Irmawati dipulangkan setelah menjalani perawatan selama sepekan. 

"Iya, pada 7 September pasien diminta oleh pihak rumah sakit untuk pulang dulu ke rumah," kata Rahma, Rabu (11/9/2024).

"Dan bisa kembali ke rumah sakit setelah tiga hari kemudian," sambungnya.

Alasan rumah sakit meminta Irmawati pulang lantaran klaim BPJS yang sudah menghampiri Rp11 juta.

Padahal sang pasien masih membutuhkan pelayanan dan dikhawatirkan semakin kritis.

"Itu kan kondisinya tidak memungkinkan untuk dipulangkan karena kondisinya lemah sekali dan otomatis sudah tidak mendapat pelayanan sama sekali," jelas Rahma.

Baca juga: Penyebab Ikang Fawzi Antre Layanan hingga 6 Jam, Bos BPJS Kesehatan: Kejadian Khusus, Gak Tiap Hari

Saat itu, kata Rahma, pihak keluarga hendak merujuk Irmawati ke RS Bhayangkara Makassar.

Namun status pasien telah berubah menjadi pasien dipulangkan.

Alhasil Irmawati harus kembali ke rumah dan menunggu waktu tiga hari ke depan.

"Sabtu disuruh pulang, berarti kembali hari Selasa tiga hari kemudian (di RSUD Lanto)," ucapnya.

Singkat cerita, pada Selasa (10/9/2024), Irmawati kembali dibawa ke RSUD Lanto Daeng Pasewang sesuai anjuran pihak rumah sakit.

Setibanya, pihak rumah sakit mengaku bahwa status Irmawati baru tercatat sebagai pasien dipulangkan dan bukan pasien baru.

"Kalau hari Selasa baru terhitung status dipulangkan, lantas waktu hari Sabtu itu statusnya apa waktu kami minta dipulangkan?" kata Rahma dengan nada kesal kepada Tribun Timur.

"Kenapa memang itu tiga hari nusuruh pulang? Kenapa memang itu tiga hari sebelumnya tidak ada tindakanmi, pemberitahuan?" tambahnya.

Atas pelayanan kurang menyenangkan tersebut, Rahma lantas menghubungi Pj Bupati Jeneponto, Junaedi Bakri.

Irmawati akhirnya dibawa ke RS Bhayangkara, Makassar, Selasa (10/9/2024) malam, atas instruksi Junaedi Bakri.

"Alhamdulillah, betul Pak Pj Bupati sudah buktikan."

"Dan Irmawati sudah dirujukmi ke Rumah Sakit Bhayangkara Makassar," tutup Rahma.

Sebagai informasi, Pj Bupati Jeneponto Junaedi Bakri memang kerap mengingatkan petugas kesehatan untuk mendahulukan pelayanan dibandingkan pengurusan administrasi bagi pasien.

Seperti yang pernah dilontarkan Junaedi dalam acara pembukaan MTQ di depan kantor Desa Balumbungan, Kecamatan Bontoramba, Jeneponto, 22 Maret 2024 lalu.

"Saya sampaikan kepada Kepala Puskesmas, kepala rumah sakit, Kepala Dinas Kesehatan, kalau ada keluarga atau warga masyarakat di Jeneponto yang sakit, tolong dilayani dengan cepat."

"Layani saja dulu, jangan dulu tanya KTP, KK, BPJS, itu persoalan belakangan," kata Junaedi Bakri yang diringi tepuk tangan masyarakat.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved