Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Lumajang

Kisah Orangtua Siswa Gendong Anaknya Sebrangi Lahar Gunung untuk Sekolah, Tiap Banjir selalu Cemas

Para orangtua siswa ini harus antar anak sekolah dengan sebrangi lahar Gunung Semeru. Pemandangan ini terlihat di di Jembatan Limpas, Lumajang

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM/MIFTAHUL HUDA
Kisah Orangtua Siswa Gendong Anaknya Sebrangi Lahar Gunung untuk Sekolah, Tiap Banjir selalu Cemas 

TRIBUNJATIM.COM - Para orangtua siswa ini harus antar anak sekolah dengan sebrangi lahar Gunung Semeru.

Ya, pemandangan ini terlihat di di Jembatan Limpas, Desa Jugosari, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Para orangtua itu menggendok anaknya untuk ke seberang sungai melintasi aliran lahar.

Meskipun biasanya anak-anak ini berangkat sendiri ke sekolah.

Melansir dari Kompas.com, lahar hujan Gunung Semeru yang terjadi pada Kamis (14/11/2024) malam membuat jembatan limpas tertutup material pasir dan batu yang dibawa banjir lahar.

Alhasil, para orangtua ini khawatir akan keselamatan sang buah hati dan terpaksa menggendongnya sampai seberang sungai.

Apalagi, usai diterjang banjir, aliran air Sungai Regoyo masih cukup deras, sehingga berbahaya untuk anak-anak.

"Kalau habis banjir ya selalu gini, digendong sampai seberang, takut kalau anak-anak berangkat sendiri airnya masih deras," kata Sulaiman, salah satu orang tua siswa, Jumat (15/11/2024).

Tidak hanya saat berangkat sekolah, para orangtua siswa ini juga harus bersiaga di pinggir sungai saat jam pulang sekolah.

Apalagi, jika cuaca sudah mulai mendung atau turun hujan.

Baca juga: Anak SD Sebrangi Sungai Demi Bisa Sekolah, Orangtua Sebut Tak Ada Jalan Lain, Kades: Sudah Terbiasa

Tidak jarang, siswa dan orangtuanya harus menunda pulang sampai banjir surut agar bisa menyeberang.

"Nanti jemput juga, kalau pas pulang itu banjir ya harus nunggu dulu sampai reda," ujar Yanti, orangtua siswa.

Meski harus bersusah payah sampai ke sekolah, anak-anak ini tetap bersemangat untuk pergi belajar ke sekolah.

"Tetap sekolah, diantar bapak," ucap Mega, salah satu siswa asal Dusun Sumberlangsep.

Sebagai informasi, anak-anak di Dusun Sumberlangsep, Desa Jugosari harus bersekolah ke Dusun Sumberkajar yang berada di seberang sungai.

Satu-satunya akses jalan yang bisa ditempuh anak-anak ini hanya melalui jembatan limpas di atas Sungai Regoyo yang biasa dilewati lahar hujan Gunung Semeru.

Kepala Dusun Sumberlangsep, Murtopo, mengatakan bahwa aktivitas warga selalu terganggu apabila banjir lahar hujan menerjang.

Sebab, jembatan limpas yang jadi akses satu-satunya tertutup air dan material vulkanik.

Baca juga: Aiptu Mardiyanto Ajari Anak Nelayan Baca dan Hitung Tiap Sore, Guru di Sekolah Harus Nyebrang Sungai

Seperti pasir dan batu yang terbawa dari puncak Gunung Semeru.

Bahkan, tidak jarang dusun yang dihuni 137 kepala keluarga yang terdiri dari 470 jiwa ini harus terisolir selama beberapa jam hingga beberapa hari.

"Kalau banjir lahar pasti aktivitas warga terganggu, tapi yang semalam tidak terlalu besar banjirnya, jadi pagi ini jembatan sudah bisa dilewati," jelas Murtopo.

Saat ini, satu unit alat berat dikerahkan untuk membersihkan material pasir dan batu dari atas jembatan agar lalu lintas warga tidak terganggu.

Sementara itu, sebelumnya juga viral di media sosial video dua anak SD sebrangi sungai naik perahu demi bisa sekolah.

Peristiwa anak SD mendayung sampan menyebrangi sungai, itu terjadi di Bone, Sulaswesi Selatan.

Dalam video yang diunggah akun TikTok @muhyusnandark, dua anak laki-laki berseragam SD terlihat bekerja sama mendayung sampan demi sampai ke sekolahnya.

Satu orang mendayung di depan, dan satunya lagi di bagian belakang.

Keduanya tampak mengenakan baju seragam SD lengkap dengan topi di kepala dan tas yang digendong.

Namun, keduanya terlihat tidak memakai pelampung.

Pengunggah mengatakan bahwa bocah SD itu tinggal di pinggiran Bone, Sulaswesi Selatan, sedangkan sekolahnya berada di Sinjai.

"Dia Tinggal di Pinggiran Bone demi masa depan memilih Jalan satu-satunya Untuk sekolah di Sinjai," tulis pengunggah saat membalas komentar netizen, Selasa (6/8/2024), melansir dari TribunJabar.

Selain itu, pengunggah juga mengatakan jalur yang dilewati bocah SD itu pun terbilang rawan.

"Jalur yg dia Lewati Juga Agak Lumayan Rawan kasian," tulisnya.

Baca juga: Siswa Nyebrang Laut Tiap Hari Demi Sekolah Biar Bisa Jadi Tentara, Ingin Ada Jembatan di Kampung

Setelah ditelusuri, nama dua bocah SD itu adalah Muhammad Ammar Ramadhan dan Muhammad Rifki.

Aksi keduanya begitu menyita perhatian setelah viral di media sosial.

Diketahui, Keduanya berdomisili di Borong Kalukue.

Ammar dan Rifki setiap harinya harus menyebrangi Sungai Tangka demi menuntut ilmu.

Ammar dan sepupunya itu bersekolah di SD 139 Lare-rea, Kabupaten Sinjai.

Kini, keduanya duduk dibangku kelas 2 SD.

Jarak yang cukup jauh dan terbatasnya akses jalan darat membuat dua bocah SD ini memilih bersekolah di Sinjai, Kabupaten tetangga.

Orang tua Ammar, Faidah mengungkap alasan menyekolahkan anaknya di Sinjai.

"Saya lebih memilih anak saya sekolah di Sinjai karena aksesnya lebih dekat, naik perahu sampan," kata Faidah (39), orang tua Ammar, dikutip dari Tribun-Timur.com.

Sedangkan apabila disekolahkan di wilayah Massangkae Bone, jarak dari kediamannya pun cukup jauh.

Belum lagi anak-anak harus melewati empang.

"Tidak ada jalanan karena empang semua. Dan anakku takut lewat empang, takut jatuh. Kalau di Sinjai dekat, naik sampan saja, dan tidak jauh jalan kaki,” katanya.

Baca juga: Mau Lahiran, Dewi Ibu Hamil Pasrah Digotong Warga 5 Jam untuk Naik Ambulans, Perekam: Rakyat Kecil

Namun apabila anaknya sekolah di Desa Massangkae maka setiap hari mereka harus berjalan kaki sekira 5 km.

“Saya tinggal di pesisir pantai paling ujung di Bone. Sebenarnya bukan anakku saja karena semua yang tinggal di sini lebih memilih menyekolahkan anaknya di Sinjai," ungkapnya.

Faidah memiliki empat anak dan semuanya bersekolah di Sinjai.

"Anak pertama sudah selesai, anak kedua sementara kuliah, dua lainnya masih duduk di SD dan sekolah semua di Sinjai tidak ada sekolah di Bone,” jelasnya.

Menurut Faidah, anak-anak di pesisir Bone terutama warga Desa Massangkae sudah terbiasa menggunakan sampan sebagai alat tranportasi.

Mereka tidak takut menyebrangi sungai, meski cuaca buruk.

"Anak saya tidak pernah takut, meski angin kencang atau air naik," ujarnya.

Faidah berharap pemerintah setempat bisa lebih memperhatikan pendidikan utamanya di daerah pesisir dan terpencil.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved