Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Berkat Limbah Tahu, 17 Tahun Warga di Desa ini Sudah Tak Pakai Elpiji, Cuma Bayar Rp 15 Ribu Sebulan

Masyarakat kini ramai mengeluhkan langkanya elpiji 3 kilogram. Itu terkait kebijakan baru pemerintah mulai 1 Februari 2025.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
TRIBUN JATENG/FAJAR BAHRUDDIN ACHMAD
ELPIJI LANGKA - Potret warga memperlihatkan api dari biogas yang diolah dari limbah tahu di Dukuh Pesalakan, Desa Adiwerna, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Selasa (13/8/2024). Para warga ini tentu tak risau dengan kelangkaan elpiji karena kebijakan pemerintah yang dimulai pada 1 Februari 2025. 

Sudah 17 tahun terakhir sejak 2008, perajin tahu di Dukuh Pesalakan berhasil mengolah limbah tahu menjadi energi terbarukan berupa biogas.

Bahkan banyak warga yang saat ini tidak menggunakan tabung gas elpiji, melainkan menggunakan gas dari limbah tahu.

Diketahui, satu rumah produksi tahu dalam seharinya bisa mengolah 100 hingga 150 kilogram kedelai.

Limbah tahu yang baunya cukup menyengat tersebut sempat menjadi permasalahan bagi warga desa tetangga.

Baca juga: Pengecer Ngeluh Elpiji 3 Kg Dilarang Dijual di Warung, Singgung Pangkalan: Bisa Buka Sampai Malam?

Warga setempat, Ranito (50) mengatakan, limbah tahu warga sebelumnya dibuang ke sungai hingga menyebabkan bau yang tidak sedap.

Dampaknya, banyak warga dari desa sekitar yang merasa jengkel.

Tetapi setelah limbahnya diubah menjadi biogas, baunya hilang dan gas yang dihasilkan bisa untuk memasak.

"Saya sejak 2008 belum pernah beli tabung gas elpiji," katanya, Selasa (13/8/2024).

"Untuk warga hemat juga, sebulan hanya membayar Rp15 ribu," imbuh Ranito.

Perajin tahu, Rumiyati (45) mengatakan, Dukuh Pesalakan menjadi sentral produksi tahu sudah turun temurun, dia pun melanjutkan usaha milik orang tua.

Dalam sehari, ia bisa memasak 10 kali hingga 60 kilogram kedelai.

Menurutnya, keberadaan limbah tahu mengganggu lingkungan karena baunya sangat menyengat.

"Dulu dibuang di selokan belakang rumah, jadi baunya menyengat."

"Alhamdulillah sekarang ada salurannya sendiri, jadi aman," ungkapnya kepada Tribun Jateng.

Limbah dari perajin tahu yang berjumlah sampai 200 rumah produksi tersebut disalurkan melalui pipa-pipa khusus atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di bawah tanah.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved