Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Perputaran Uang saat Lebaran 2025 Turun 12 Persen, Kadin Jatim: Sinyal Lemahnya Daya Beli Masyarakat

Hal ini mencerminkan dua hal sekaligus, yaitu lemahnya daya beli masyarakat dan meningkatnya kehati-hatian dalam pengeluaran atau konsumsi

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: Samsul Arifin
TribunJatim.com/Sri Handi Lestari
DAYA BELI MELEMAH - Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto, yang menyebutkan bila perputaran uang di lebaran 2025 ini mengalami penurunan 12,28 persen, dari Rp 157,3 triliun menjadi Rp 137,97 triliun. Hal itu menjadi sinyalemen negatif terhadap pergerakan ekonomi nasional, salah satunya adanya penurunan daya beli masyarakat yang melemah. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sri Handi Lestari

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto menegaskan bahwa penurunan perputaran uang selama periode Idul Fitri 2025 sebesar 12,28 persen, dari Rp 157,3 triliun menjadi Rp 137,97 triliun.

Hal itu menjadi sinyalemen negatif terhadap pergerakan ekonomi nasional.

"Ini merupakan indikator penting yang mencerminkan pelemahan aktivitas konsumsi domestik, khususnya di sektor rumah tangga. Penurunan ini berkorelasi erat dengan menurunnya jumlah pemudik serta kondisi ekonomi nasional yang menunjukkan gejala deflasi," kata Adik di Surabaya, Senin (7/4/2025).

Lebih lanjut Adik mengatakan, penurunan perputaran uang sebesar Rp 20 triliun ini merupakan kontradiksi dari kondisi musim lebaran yang biasanya memicu inflasi.

"Lebaran, yang secara tradisional menjadi momen lonjakan konsumsi masyaraka, baik untuk kebutuhan pangan, transportasi, pariwisata domestik, hingga sektor ritel dan hiburan, justru mengalami kontraksi signifikan," lanjutnya.

Baca juga: Reservasi Hotel Jeblok Meski Libur Lebaran, Bisnis Terancam Bangkrut, Daya Beli Masyarakat Kian Lesu

Hal ini mencerminkan dua hal sekaligus, yaitu lemahnya daya beli masyarakat dan meningkatnya kehati-hatian dalam pengeluaran atau konsumsi rumah tangga.

Data yang menunjukkan deflasi sebesar 0,48 persen (month-to-month) dan 0,09 persen (year-on year) secara nasional juga menjadi konfirmasi bahwa tekanan konsumsi melemah.

Dalam konteks ini, deflasi bukanlah sinyal positif, melainkan gejala bahwa permintaan agregat tengah melemah.

Baca juga: Said Abdullah: Daya Beli Rakyat Turun, Semangat Ramadhan Wajib Kita Berbagi

Deflasi yang bersamaan dengan momen Lebaran, di mana semestinya inflasi musiman muncul akibat lonjakan permintaan, merupakan anomali ekonomi yang patut dicermati lebih dalam.

"Salah satu pemicu utama yang diidentifikasi adalah meningkatnya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor industri. Lonjakan PHK berdampak langsung terhadap pengurangan pendapatan rumah tangga, yang pada akhirnya menekan kemampuan konsumsi masyarakat," jelas Adik.

Apalagi, lebaran kerap menjadi momen pengeluaran besar, mulai dari pembelian pakaian, bingkisan, makanan khas, hingga ongkos mudik. Dengan kondisi ketidakpastian pekerjaan, masyarakat cenderung menahan belanja dan memprioritaskan kebutuhan pokok.

Baca juga: Harga Cabai di Kediri Melonjak hingga Rp 110 Ribu per Kilogram, Daya Beli Masyarakat Menurun

"Penurunan jumlah pemudik juga menjadi indikator penting. Selain sebagai refleksi dari keterbatasan finansial masyarakat, penurunan ini juga berdampak domino terhadap sektor transportasi, perhotelan, dan UMKM di daerah tujuan mudik. Efek ekonomi Lebaran yang selama ini turut menyebarkan pertumbuhan ke wilayah non-metro, kini tereduksi secara signifikan," ungkap Adik.

Dengan demikian, penurunan perputaran uang sebesar 12,28 persen selama Lebaran 2025 adalah refleksi dari kombinasi faktor-faktor struktural dan psikologis ekonomi: lemahnya daya beli, peningkatan PHK, ketidakpastian ekonomi global dan domestik, serta berubahnya pola konsumsi masyarakat yang lebih hati-hati pasca pandemi dan dalam menghadapi tekanan ekonomi.

Baca juga: Ketua dan Pengurus Kadin Ponorogo Baru Resmi Dilantik, Ini Langkah Pertamanya

"Jika tren ini tidak segera direspons dengan kebijakan fiskal dan moneter yang proaktif—seperti penguatan jaring pengaman sosial, insentif bagi sektor UMKM, dan penciptaan lapangan kerja produktif, maka efek pelemahan konsumsi bisa menjalar ke kuartal-kuartal selanjutnya, mengancam target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2025 yang dipatok cukup ambisius," benernya.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved