Berita Viral
Pantas Warga Kecam Tambang Nikel di Raja Ampat, Pulau Piaynemo Diduga Dikeruk, Bahlil: Jaraknya Jauh
Warga protes tambang nikel di Raja Ampat. Foto Pulau Piaynemo dikeruk sulut emosi. Ini jawaban Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
TRIBUNJATIM.COM - Aktivitas penambangan dan hilirisasi nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya (PBD), viral di media sosial.
Warga mengecam penambangan yang merusak alam pulau yang disebut sebagai 'surga terakhir di bumi' ini.
Beredar foto pinggiran laut Raja Ampat dikeruk. Diduga, termasuk di Pulau Piaynemo yang menjadi salah satu ikon pariwisata di sana.
Kilah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, mengenai aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, menyulut amarah publik.
Bahlil menjelaskan, Raja Ampat terdiri dari beberapa pulau yang memiliki beragam fungsi, di mana sebagian besar merupakan kawasan hutan konversi dan pariwisata, tetapi terdapat pula kawasan pertambangan.
Menurutnya, wilayah penambangan yang ada di Pulau Gag pun dipastikan jaraknya cukup jauh dari destinasi wisata Pulau Piaynemo, yakni 30-40 kilometer (km).
"Piaynemo itu pulau pariwisatanya Raja Ampat. Saya sering di Raja Ampat. Pulau Piaynemo dengan Pulau Gag itu kurang lebih sekitar 30 km sampai dengan 40 km," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Meski begitu, dia menyadari saat ini banyak sorotan terhadap aktivitas pertambangan di Raja Ampat yang menimbulkan kekhawatiran potensi kerusakan ekosistem wilayah tersebut.
Maka dari itu, Bahlil akan tetap melakukan verifikasi atas sejumlah foto yang banyak beredar di media, yang disebut-sebut menunjukkan dampak dari adanya tambang nikel di kawasan wisata Raja Ampat.
Terlebih, kata dia, sebagian gambar yang ditampilkan menyerupai pemandangan di Pulau Piaynemo yang menjadi destinasi wisata andalan Raja Ampat.
Baca juga: Sosok Pemilik Tambang Nikel di Raja Ampat yang Bikin Heboh Masyarakat, Menteri Bahlil: BUMN Terkait
Sehingga, diperlukan pengecekan oleh Kementerian ESDM untuk memastikan kebenarannya.
"Sekarang dengan kondisinya seperti ini kita harus crosscheck karena di beberapa media yang saya baca ada gambar yang diperlihatkan itu seperti di Pulau Piaynemo," ucapnya.
Bahlil pun menegaskan bahwa kawasan pariwisata Raja Ampat akan tetap dilindungi pemerintah.
Hal ini menjadi komitmen pemerintah untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung sektor pariwisata di daerah tersebut.
"Dan di wilayah Raja Ampat itu betul wilayah pariwisata yang kita harus lindungi,"ujarnya dikutip dari Kompas.com dari yang berjudul "Bahlil: Tambang Nikel Raja Ampat Jaraknya 30-40 KM dari Daerah Pariwisata"

Baca juga: Bahlil Hentikan Sementara Tambang Nikel di Raja Ampat, Mantan Menteri Kelautan Sebut Tak Cukup
Lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami habis dibabat
Sebelumnya, sejumlah aktivis Greenpeace Indonesia melakukan aksi protes dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference and Expo di Hotel Pullman, Jakarta, pada Selasa (3/6/2025).
Tiga aktivis Greenpeace bersama seorang perempuan asli asal Papua membentangkan spanduk saat Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno tengah menyampaikan sambutannya.
Mereka menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak buruk aktivitas tambang nikel di Raja Ampat terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.
Greenpeace Indonesia menyebut, sejak tahun lalu, lembaganya menemukan pelanggaran aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, seperti di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.
Berdasarkan analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di tiga pulau itu membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas.
Selain itu, beberapa dokumentasi menunjukkan terjadinya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir.
Akibat pembabatan hutan dan pengerukan tanah ratusan hektar itu berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat.
Baca juga: 14 Korban Jiwa Longsor Gunung Kuda, Dedi Mulyadi Soroti Aktivitas Tambang Berbahaya: Tutup Permanen!

Profil Pemilik tambang nikel Raja Ampat
Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), ada empat perusahaan pemilik tambang nikel Raja Ampat dengan aktivitas operasi di Pulau Gag dan pulau-pulau di sekitarnya.
Keempat perusahaan telah mengantongi izin usaha pertambangan atau IUP.
Namun, hanya tiga perusahaan yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
Berikut profil keempat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat.
1. PT Gag Nikel
Mengutip Harian Kompas, PT Gag Nikel adalah perusahaan pemegang kontrak karya sejak 1998.
Mulanya, saham PT Gag Nikel dimiliki oleh Asia Pacific Nickel Pty Ltd sebesar 75 persen dan PT Antam Tbk sebesar 25 persen.
Namun, sejak 2008, Antam mengakuisisi semua saham Asia Pacific Nickel Pty Ltd sehingga PT Gag Nikel sepenuhnya dikendalikan oleh Antam.
Berdasarkan informasi di laman Kementerian ESDM, kontrak karya PT Gag Nikel terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan nomor akta perizinan 430.K/30/DJB/2017.
Perusahaan itu memiliki luas wilayah izin pertambangan 13.136 hektar.
PT Gag Nikel mendapat izin produksi pada 2017, lalu mulai berproduksi pada 2018.
2. PT Anugerah Surya Pratama
Pemilik tambang nikel Raja Ampat kedua adalah PT Anugerah Surya Pratama.
Perusahaan ini termasuk penanam modal asing (PMA), milik raksasa nikel asal China, Wanxiang Group.
Di Indonesia, induk dari PT Anugerah Surya Pratama adalah PT Wanxiang Nickel Indonesia.
Dilihat dari situs resmi perusahaan, PT Wanxiang Nickel Indonesia juga jadi salah satu perusahaan Tiongkok yang beroperasi di Morowali.
Bisnis inti perusahaan adalah tambang nikel dan peleburan Feronikel.
Area tambangnya juga terletak di Pulau Waigeo dan Manuran, Papua.
3. PT Mulia Raymond Perkasa
Sedikit informasi yang bisa digali dari PT Mulia Raymond Perkasa.
Namun, merujuk pada data KLH, perusahaan ini melakukan pertambangan di Pulau Batang Pele.
KLH tidak menyebut luasan aktivitas pertambangan PT Mulia Raymond Perkasa.
Dalam keterangan resminya, KLH menyatakan PT Mulia Raymond Perkasa ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele.
Seluruh kegiatan eksplorasi pun sudah dihentikan.
Kantor perusahaan ini tercatat berada di The Boulevard Office, Jakarta Pusat.
4. PT Kawei Sejahtera Mining

Pemilik tambang nikel Raja Ampat keempat adalah PT Kawei Sejahtera Mining.
Sama halnya dengan PT Mulia Raymond Perkasa, tak banyak informasi yang bisa ditelusuri dari PT Kawei Sejahtera Mining.
Mengutip laman Kementerian ESDM, PT Kawei Sejahtera Mining adalah perusahaan tambang yang terdaftar di Direktorat Jenderal Minerba dengan izin usaha pertambangan (IUP) untuk operasi produksi bijih nikel.
IUP tersebut memiliki nomor 5922.00 dan valid hingga 26 Februari 2033.
Sementara KLH menyebut, PT Kawei Sejahtera Mining terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektar di Pulau Kawe.
Aktivitas PT Kawei Sejahtera Mining tersebut menyebabkan sedimentasi di pesisir pantai.
KLH memberikan sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan, dan perusahaan terancam dikenakan pasal perdata.
Greenpeace: Masih Ada 5 Izin Tambang Lain di Raja Ampat
Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik mengkritisi keputusan Mineral ESDM Bahlil Lahadalia yang menghentikan sementara izin pertambangan nikel PT Gag di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menurut Iqbal, penghentian sementara tersebut berpotensi menimbulkan kesimpangsiuran baru karena saat ini ada lima izin tambang nikel di Raja Ampat yang masih aktif.
"Saya ingin menyampaikan bahwa apa yang disampaikan Pak Menteri Bahlil, yang katanya mau membuat ketidak-simpangsiuran, itu memungkinkan untuk membuat kesimpangsiuran baru atau kekeliruan," ujar Iqbal dilansir tayangan Kompas Petang di Kompas TV, Jumat (6/6/2025).
"Tak hanya satu, saat ini ada lima izin yang aktif, yang izinnya diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Ada Pulau Gag, ada Pulau Kawe, Pulau Manuran, ada Pulau Batang Pele, dan ada di Waigeo Besar," lanjutnya.
Iqbal menuturkan, meski pemerintah menyebut lokasi tambang nikel cukup jauh dari lokasi wisata Raja Ampat, tetapi aturan resmi melarang adanya pertambangan di pulau-pulau kecil.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pun menurutnya memperkuat larangan itu.
Aturan yang dimaksud merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K).
Sementara itu, Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023 memperkuat aturan ini.
Di sisi lain, Iqbal mengungkapkan deforestasi di Raja Ampat mencapai 500 haktare.
"Ini angka yang besar lho untuk pulau-pulau kecil. Dan 500 hektare ini besar. (Sebanyak) 300 hektare sendiri itu (deforestasi) ada di Pulau Gag," ungkap Iqbal.
"Bahkan kami melihat secara langsung, teman-teman scuba diving di sekitar Pulau Gag, itu sudah terlihat kehancuran terumbu karang di sana. Kita tahu bahwa 70 persen biodiversitas terumbu karang di dunia itu ada di Raja Ampat. Dan ini mau kita hancurkan?" lanjutnya.
Sehingga Iqbal mendorong agar pemerintah, terutama Kementerian ESDM tidak lemah terhadap perusahaan BUMN yang memiliki izin tambang di Pulau Gag.
"PT Gag kan kita tahu ya, saham mayoritasnya dimiliki oleh PT Antam. Ini punya negara, punya BUMN. Kementerian ESDM yang mengeluarkan (izin), BUMN yang punya. Kenapa sih tidak bisa duduk bersama untuk membicarakan Pulau Gag. Jadi posisi pemerintah tidak boleh lemah," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengklaim tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, hanya beroperasi satu, yang dimiliki oleh PT Gag Nikel, anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Ia menjelaskan, ada beberapa izin pertambangan di wilayah Raja Ampat, tetapi saat ini hanya satu yang beroperasi yakni Kontrak Karya (KK) yang dimiliki PT Gag Nikel.
"Yang beroperasi sekarang itu hanya satu, yaitu PT Gag Nikel, ini yang punya adalah Antam, BUMN," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Dia menuturkan, PT Gag Nikel awalnya merupakan pemegang kontrak karya yang dimiliki oleh pihak asing pada periode 1997-1998. Ketika pihak asing itu berhenti mengelola tambang, kemudian diambil alih oleh negara.
Setelahnya, negara memberikan kontrak karya tersebut kepada PT Antam. BUMN sektor pertambangan ini pun mendelegasikan pengelolaan tambang ke anak perusahaannya, PT Gag Nikel.
"Sekarang, tim kami sudah turun, mengecek. Agar tidak terjadi kesimpangsiuran, maka kami sudah memutuskan lewat Dirjen Minerba, untuk status daripada IUP PT Gag yang sekarang lagi mengelola, itu kan cuma satu ya. Itu untuk sementara kita hentikan operasinya," tutur Bahlil.
"Sampai dengan verifikasi lapangan. Kita akan cek, tetapi apa pun hasilnya nanti akan kami sampaikan setelah kroscek lapangan terjadi," tambahnya.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com
Berita tentang Raja Ampat lainnya
Raja Ampat
Papua Barat Daya
viral di media sosial
tambang nikel di Raja Ampat
Pulau Piaynemo
Tribun Jatim
TribunJatim.com
ASN Jadi Otak Penipuan Rp 750 Juta Casis Bintara Polisi, Ayah Korban Nyesal Terbuai Janji Manis |
![]() |
---|
Dalang Buruh Jahit Ditagih Pajak hingga Rp 2,8 Miliar Terbongkar, Ada Jejak Transaksi Miliaran |
![]() |
---|
Ironi Beras Bulog Sisa Impor Tahun Lalu Bau Apek Tapi Stok Pasaran Langka, Ombudsman: Masih Bisa |
![]() |
---|
Nasib Jaksa Ngaku Aparat, Pamer Pistol saat Ditegur Parkir Sembarangan, Kejagung Turun Tangan |
![]() |
---|
Bupati Pati Berakhir Minta Maaf dan Batalkan Pajak 250 Persen usai Percaya Diri Didemo 50 Ribu Orang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.