Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Dinda Heran Saldo Rekening Mendadak Bertambah Rp 1,2 Miliar, Jelaskan Hubungannya dengan Seseorang

Hingga akhirnya mahasiswi bernama Narandia Dinda Putri itu melaporkan temuannya tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Editor: Torik Aqua
Kolase Tribun Jateng
LAPOR KPK - Nasib Dinda setelah tahu rekeningnya ditransfer uang Rp 1,2 miliar. Langsung lapor KPK. 

TRIBUNJATIM.COM - Apes mahasiswi kaget setelah rekeningnya ditransfer uang Rp 1,2 miliar.

Hingga akhirnya mahasiswi bernama Narandia Dinda Putri itu melaporkan temuannya tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dinda merupakan mahasiswi asal Ogan Komering Ulu ( OKU ), Sumatera Selatan.

Ia kini menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi sembilan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.

Baca juga: Akhir Nasib Dinda Mahasiswi Terima Salah Transfer Rp 1,2 Miliar, Berani Datangi KPK Dipicu 1 Alasan

GELEDAH RUMAH JAPTO - Gedung Merah Putih KPK. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Ketua Pemuda Pancasila (PP), Japto Soerjosoemarno, pada Selasa (4/2/2025) kemarin
Gedung Merah Putih KPK (https://www.kpk.go.id/)

Pemeriksaan terhadap NDP dilakukan pada Rabu (18/6/2025) di Mapolres OKU bersama sepuluh saksi lainnya.

Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Sabtu (21/6/2025).

NDP diketahui merupakan mahasiswi semester akhir Fakultas Hukum di salah satu universitas di Baturaja.

Ia diperiksa karena diduga mengetahui aliran dana yang berkaitan dengan proyek yang tengah diusut oleh KPK.

Dinda sendiri tak pernah terpikir jika harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK.

Namun, Dinda akhirnya merasakan hal tersebut setelah menerima transferan di rekeningnya mencapai Rp 1,2 miliar.

Dinda sempat bertanya-tanya darimana asal uang sebanyak itu. 

Namun akhirnya, Dinda mengetahui asal muasal uang miliaran di rekeningnya tersebut.

Enggan terseret lebih jauh, Dinda pun menceritakan apa yang dialaminya ke awak media serta melaporkannya ke KPK.

Mahasiswi semester akhir itu menduga jika uang miliaran tersebut adalah uang korupsi.

Seperti diketahui, KPK tengah menyelidiki kasus suap proyek di Dinas PUPRsetelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu (15/6/2025).

Mereka menangkap enam tersangka, yaitu Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah (NOP); Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ); Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR); dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH). 

Kemudian, dua orang tersangka dari kalangan swasta yaitu MFZ (M Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso).

 Mengetahui kondisi itu, Dinda lantas menceritakan kejadian itu kepada media sekaligus meluruskan pemberitaan yang beredar, pada Kamis (19/6/2025) malam.

Mahasiswa Fakultas Hukum itu awalnya menjelaskan hubungan dirinya dengan satu di antara tersangka, Pablo.

Dinda diketahui bekerja di biro konsultan perpajakan dan kebetulan mengurus masalah pajak perusahaan yang dikelola Pablo.

Dua hari setelah OTT, dia diminta mencairkan uang Rp1,2 miliar yang terkirim ke rekening atas namanya.

Dinda mengaku memang membuat rekening yang khusus untuk keperluan operasional pekerjaannya sebagai konsultasi perpajakan.

"Rekening ini biasanya digunakan untuk berbagai transaksi finansial yang jumlahnya kecil–kecil seperti pembayaran upah jasa sebagai konsultan dan pembelian ATK," kata Dinda, dikutip dari Sripoku.com, Jumat (20/6/2025).

Awalnya Dinda mengira uang yang masuk ke rekeningnya ini untuk sisa uang jasa konsultan yang belum dibayar Pablo.

”Aku kaget ternyata ada dana Rp 1,2 M, lalu hari itu juga saya diperintahkan mencairkan dana tersebut dan menyerahkan kepada pihak yang ada hubungan dengan pemilik perusahaan” jelas Dinda.

Uang yang ditarik dari dua bank itu lalu diserahkan dua kali pertama diserahkan Rp 800 juta lebih tanpa ada saksi.

Karena merasa ada yang janggal, Dinda lantas membawa saksi saat menyerahkan uang senilai Rp 300 juta lebih dalam penyerahan ke-2.

Setelah kasus OTT KPK ini semakin ramai, selanjutnya Dinda dan temannya Maulana (sesama konsultan perpajakan) berinisiatif datang ke gedung merah putih.

"Kami datang untuk menginformasikan tentang uang Rp1,2 miliar. Karena kami khawatir uang tersebut ada kaitanya dengan kasus yang sedang ditangani KPK

Akhirnya berawal dari situlah kini Dinda dan temannya Maulana diperiksa sebagai saksi terkait  kasus OTT KPK suap di lingkungan  PUPR  Kabupaten OKU.  

Dinda dan Maulana dimintai keterangan saksi dari pihak Pablo yang kini sudah menjalani proses persidangan di  Pengadilan Tipikor Palembang.

Para tersangka penerima suap disangkakakn melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, dua tersangka dari pihak swasta, yakni MFZ dan ASS, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor.

Sementara itu, kisah rekening lainnya juga pernah terjadi di Surabaya, Jawa Timur.

Oknum polisi diduga melakukan pemerasan terhadap mahasiswa yang ada di Surabaya, Jawa Timur.

Dua mahasiswa diduga diperas oleh anggota Polsek Tandes Surabaya dan preman.

Dua mahasiswa itu, yakni KV (23) dan RA (23) mengalami kejadian tersebut setelah pulang dari kondangan di kawasan Krian, Sidoarjo, Jawa Timur pada Kamis (19/6/2025) sekitar pukul 22.00 WIB.

Ayah KV, Djumadi menceritakan bahwa putrinya saat itu bersama teman pulang dari kondangan menggunakan mobil.

“Mereka mengendarai mobil keluar dari exit Tol Tambak Sumur Pondok Candra, Sidoarjo ada sedikit persenggolan dengan roda dua tapi enggak masalah,” kata Djumadi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/6/2025), seperti dikutip TribunJatim.com, Rabu (25/6/2025).

Setelah menyelesaikan masalah yang bersinggungan dengan pengendara roda dua, KV dan RA melanjutkan perjalanannya dan berhenti di tempat yang lebih aman untuk mengecek kondisi mobil, tak jauh dari Pondok Candra.

Namun, tak lama setelah berhenti, dua orang berboncengan roda dua tiba-tiba berhenti di depan mobilnya.

Dua orang itu salah satunya berseragam polisi, sedangkan satu lagi berbaju bebas.

“Baru berhenti, tiba-tiba datang sepeda motor yang dikendarai oleh satu orang berseragam polisi dan satu orang preman. Langsung motong depan mobil,” ujarnya.

Djumadi menyampaikan bahwa orang berseragam polisi tersebut menggebrak pintu mobil bagian kanan.

Baca juga: Dampak Perang Iran-Israel, Kepulangan Jemaah Haji Banyuwangi dan Pamekasan Ditunda Demi Keamanan

Sementara itu, preman menggebrak pintu mobil sebelah kiri.

“Digebrak-gebrak, maksa buka pintu buka pintu, buka kaca, mana KTP,” ucap Djumadi menirukan perkataan oknum polisi.

RA yang kebingungan pun lantas menanyakan maksud dari kedatangan dua orang tersebut.

Saat itu, keduanya berdalih bahwa ada operasi gabungan dari TNI dan Polri.

PELECEHAN - Ilustrasi polisi. Oknum polisi berpangkat Briptu nekat lecehkan siswi SMK.
PELECEHAN - Ilustrasi polisi. Oknum polisi berpangkat Briptu nekat lecehkan siswi SMK. (Generated by AI)

“Waktu di cek KTP karena berbeda, kan cuma teman kuliah, mereka dituduh berbuat macam-macam. Anak saya posisi pakai kain batik panjang karena habis terima tamu,” ujarnya.

Tak lama setelahnya, oknum polisi tersebut mengambil alih setir mobil dan memaksa menuju Mapolda Jawa Timur, Jalan A Yani Surabaya.

Sementara itu, sang preman pergi meninggalkan mereka bertiga.

Setelah sampai di Jalan A Yani, oknum polisi tidak ingin masuk ke gerbang Mapolda.

Dia berhenti di pinggir jalan dengan alasan banyak anak buah dan wartawan.

Baca juga: Ini Dampak Bagi Asia Jika Iran akan Menutup Selat Hormuz Gegara Serangan AS terhadap 3 Lokasi Nuklir

“Akhirnya dibawa muter-muter Jalan A Yani sampai empat kali. Hingga akhirnya bilang ‘Sudah begini saja, saya mau bantu kamu. Kamu ada duit 10 juta enggak?’,” katanya.

KV dan RA pun menolak karena tidak membawa 10 juta. Oknum polisi itu, katanya, bersikeras meminta tujuh juta.

KV yang ketakutan akhirnya menelpon Djumadi. Djumadi mengaku mendengar anaknya dibentak dan menanyakan profil dirinya.

VIRAL DUGAAN PUNGLI - Tangkapan layar menunjukkan oknum Polisi lalu lintas Polsek Medan Baru diduga meminta uang dengan cara transfer lewat aplikasi kepada pelanggar lalu lintas, Senin (12/5/2025). Saat ini oknum polisi tersebut sudah diperiksa. Fakta baru dikuak Propam Polrestabes Medan.
VIRAL DUGAAN PUNGLI - Tangkapan layar menunjukkan oknum Polisi lalu lintas Polsek Medan Baru diduga meminta uang dengan cara transfer lewat aplikasi kepada pelanggar lalu lintas, Senin (12/5/2025). Saat ini oknum polisi tersebut sudah diperiksa. Fakta baru dikuak Propam Polrestabes Medan. (Tribunmedan.com/ Instagram @medanheadlines.id)

Karena tidak kunjung mendapatkan uang, oknum polisi lantas memaksa KV dan RA menuju minimarket yang tak jauh dari Mapolda Jatim untuk menarik uang dari mesin ATM.

“Ada berapa uang di ATM-mu? katanya. Anak saya dan temannya bohong jawab tinggal Rp 500.000 dan Rp 150.000. Dan si oknum memaksa untuk ambil dan mengancam,” tuturnya.

ATM milik KV dan RA pun diambil oleh oknum polisi.

Mereka diminta membayar Rp 7 juta kurangnya pada esok hari pukul 05.00 WIB.

Baca juga: Pemkab Madiun Matangkan Pembentukan Koperasi Merah Putih, Sudah Kantongi Akta Notaris

Saat perjalanan menuju minimarket, KV sempat memotret wajah oknum polisi dan mengirimkan foto itu kepada ayahnya melalui pesan.

Foto tersebut dijadikan barang bukti dan Djumadi menanyakan identitas oknum polisi itu kepada sejumlah koleganya di jajaran Polresta Sidoarjo dan Polrestabes Surabaya

“Akhirnya jam 6 ada yang telepon menyebutkan identitasnya mengacu kepada salah satu oknum anggota Polsek Tandes, Bripka H,” katanya. 

Djumadi mengatakan bahwa Bripka H kini telah diamankan oleh jajaran Polrestabes Surabaya. KV dan RA pun telah menjalani pemeriksaan.

Baca juga: Balasan Menohok Ivan Gunawan Dinyinyiri soal Tato usai Pulang Haji: daripada Badan Bersih Gak Solat

Bripka H, anggota Polsek Tandes, Surabaya, diamankan Propam Polrestabes Surabaya setelah diduga melakukan pemerasan terhadap dua mahasiswa.

Bripka H memeras korban dengan dalih operasi gabungan TNI-Polri.

Adapun korbannya adalah mahasiswa berinisial KV (23) dan RA (23).

“Tersangka sudah diamankan Propam Polrestabes Surabaya. Tadi saya sudah dapat laporannya,” kata Djumadi, ayah KV saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/6/2025).

Hal ini pun dibenarkan oleh Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Rina Shanty Dewi Nainggolan. Bripka H telah diamankan dan dimintai keterangan.

“Sudah dimintai keterangan oleh Propam dan ditangani,” kata Rina Shanty.

Kasus pemerasan itu berawal saat KV dan RA diberhentikan oleh Bripka H dan rekannya diduga seorang preman di kawasan Pondok Candra Sidoarjo pada Kamis (19/6/2025) sekitar pukul 22.00 WIB. 

Baca juga: Gaji Tak Kunjung Dibayar Perusahaan, Pekerja Bingung Lapor Siapa, Dinnaker Janjikan Perlindungan

Bripka H memeriksa KV dan RA yang berhenti di pinggir jalan untuk mengecek mobil setelah bersenggolan dengan kendaraan roda dua.

Bripka H berdalih sedang menjalankan operasi gabungan TNI-Polri hingga berujung menuduh korban berbuat macam-macam.

Bripka H lantas mengambil alih mobil menuju Mapolda Jatim dengan meminta uang Rp 10 juta untuk modus jalan damai. Bripka H juga sempat nego Rp 7 juta karena korban mengaku tak punya uang.

Bripka H lantas mengajak korban ke minimarket untuk mengambil uang. Korban pun memotret wajah Bripka H diam-diam untuk melapor.

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Artikel ini telah tayang di Sripoku.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved