Berita Viral
Balasan Pieter Ditolak Berbagai PTN di Indonesia, Lolos di 6 Kampus Top Jerman dan Kuliah Gratis
Ditolak berbagai PTN di Indonesia, Pieter berakhir lolos di 6 kampus di Jerman, ia pun berhasil mendapatkan kuliah secara gratis.
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Pieter Patonedi (24) adalah mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan S2 di Jerman.
Tepatnya, Pieter mengambil program studi Computer Science di RWTH Aachen University.
Sebelumnya, ia telah menyelesaikan pendidikan S1 di universitas dan program studi yang sama.
Jadi, Pieter sudah menetap dan berkuliah di Jerman selama enam tahun.
“Aku sudah dari tahun 2019 di Jerman. Awalnya S1 di sini, dan sekarang udah mau selesai dengan S2 di universitas yang sama,” jelas Pieter kepada KOMPAS.com pada Selasa (15/7/2025), seperti dikutip TribunJatim.com, Senin (21/7/2025).
Sebelum memutuskan kuliah S1 di luar negeri, Pieter sempat mencoba peruntungan di berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia.
Tetapi ia kerap kali tidak lolos atau kasarnya ditolak oleh berbagai PTN Indonesia.
Tepatnya, melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN (sekarang SNBP dan SNBT).
Tak bisa kuliah di Indonesia, Pieter tidak pantang menyerah dan terus mencoba peruntungan lainnya.
Sayangnya, Pieter harus gagal dan merelakan PTN incarannya waktu itu.
Baca juga: Petani Tembakau Sampang Terancam Rugi Besar, Kekhawatiran Harga Jual Anjlok Hantui Musim Tanam
Namun, alih-alih larut dalam kekecewaan, ia justru melihat peluang lain yakni kuliah di Jerman.
Ia mulai mempersiapkan diri untuk mengikuti Studienkolleg, sekolah penyetaraan bagi calon mahasiswa asing yang ingin melanjutkan kuliah disana.
“Setelah 6 bulan, aku melakukan ujian akhir, yang sebenarnya pelajaran SMA lagi, tapi dengan bahasa Jerman. Terus langsung daftar ke universitas negeri di Jerman, deh,” ujarnya.
Tak tanggung-tanggung, ia mengirimkan aplikasi ke enam universitas top di Jerman, yaitu RWTH Aachen, TU München (TUM), Karlsruhe Institute of Technology (KIT), TU Darmstadt, TU Dresden, dan Universität Stuttgart. Hasilnya, Pieter dinyatakan diterima di keenamnya.

Saat mendaftarkan diri di tahun 2019, program S1 Computer Science di RWTH Aachen, tempat Pieter mendaftar, tidak memiliki NC.
Hal ini menjadi salah satu jalan yang mempermudah proses penerimaan.
Dilansir dari laman DAAD, NC (numerus clausus) atau dalam bahasa Inggris ‘limited number’, berarti program studi tersebut memiliki penerimaan yang terbatas.
Misalnya, ada kriteria nilai, tes bakat, wawancara, pengalaman magang, hingga kuota kelas.
Sedangkan, non NC berarti penerimaannya terbuka dan tidak ada kuota yang membatasi seleksi masuk.
Baca juga: Keluarga Pelajar yang Hilang di Sungai Bondowoso Gelar Doa Bersama dan Tabur Bunga
Seperti Pieter yang langsung diterima di jurusan dan kampus yang ia pilih.
“Kalau program non-NC itu pasti keterima asalkan daftarnya tepat waktu dan dokumen kalian lengkap. Jadi nilai kalian itu benar-benar ga diliat,” jelas Pieter.
Biasanya, program studi seperti kedokteran, farmasi, kedokteran hewan, dan kedokteran gigi pasti memiliki NC.
Sedangkan, untuk jurusan dan universitas lain bisa berbeda-beda tergantung kebijakan yang berlaku.
Sebagai tambahan informasi, Pieter juga menjelaskan bahwa NC dan non NC umumnya berlaku untuk jenjang S1.
Baca juga: VIRAL TERPOPULER: Tangis Anak Dedi Mulyadi Bantah Buat Acara Makan Gratis - Batu Dihargai Rp86,5 M
Sementara, jenjang S2 memiliki kriteria khusus untuk seleksi masuk.
Bagi kamu yang bertanya-tanya apakah program studi non NC akan terkesan sangat ramai dan penuh, universitas Jerman ternyata mempunyai cara untuk mengatasi ini.
Berdasarkan pemaparan Pieter, dalam satu kelas biasanya bisa sampai ratusan mahasiswa.
Namun, ruangan kelas yang disediakan juga besar sehingga daya tampungnya sangat mencukupi.
Selain itu, pengajar juga diberikan mikrofon dan perlengkapan lainnya untuk menyampaikan materi secara memadai.
Baca juga: Misteri di Langit Malang, UFO Kembali Disorot, Begini Catatan Penampakan sejak Era 90-an
Saat ujian pun tetap bisa dilakukan secara serentak karena para mahasiswa disebar dalam ruangan yang banyak.
“Jadi sebenarnya resiko itu ada, tetapi universitas di sini biasanya bisa memperkirakan dan memfasilitasi dengan baik, sehingga ga terasa overpopulated,” jelasnya.
Selama berkuliah di Jerman, Pieter sendiri tidak menerima beasiswa. Namun, ia tak perlu membayar biaya pendidikan karena RWTH Aachen adalah universitas negeri.
“Biaya kuliah di universitas negeri Jerman itu benar-benar gratis, 0€! Kita hanya perlu bayar biaya transport dan beberapa biaya kecil lainnya,” ujar Pieter.
Adapun, rincian biaya lainnya juga sempat ia jelaskan dalam unggahan Reels di Instagram pribadinya @moinmoinindo.
Baca juga: DKC Garda Bangsa Probolinggo Dorong Industri Kreatif Lokal Lewat Fashion Show Batik
Dalam video tersebut ia menjabarkan sejumlah biaya yang dikeluarkan, antara lain:
- Tempat tinggal sharing, termasuk listrik, air, gas, dan pajak radio: 370 Euro atau Rp 7 Juta per bulan
- Makanan, bahan masak dan makan di luar 1-2 kali seminggu: 250 Euro atau Rp 4,7 Juta per bulan
- Asuransi kesehatan: 144 Euro atau Rp 2,7 Juta per bulan
- Biaya lain-lain: 100 Euro atau Rp 1,8 Juta per bulan
Untuk menanggung biaya hidup selama kuliah, Pieter juga bekerja paruh waktu di perkantoran dan menabung.
Menurutnya, ada banyak cara agar pengeluaran tetap hemat.
Salah satunya adalah dengan memasak sendiri dan berbagi tempat tinggal bersama mahasiswa lain.
Meski sistem pendaftaran di Jerman lebih terbuka, bukan berarti perjalanan kuliah bebas dari tantangan.
Pieter menyebut bahasa sebagai salah satu hambatan terbesar, terutama ketika sedang menempuh program S1 yang sepenuhnya menggunakan bahasa Jerman.
Menurutnya, sangat penting untuk memanfaatkan waktu demi memperkuat kemampuan bahasa asing.
“Dengan kalian bisa bahasa Jerman, kalian bisa membuka banyak banget pintu, seperti mengenal budaya Jerman dengan lebih seru, berteman dengan orang-orang dari berbagai negara, dan lain-lain,” tambahnya.
Selain bahasa, Pieter juga menekankan pentingnya aktif mencari informasi jika ingin berkuliah keluar negeri.
“Buat kalian yang ditolak dari PTN, jangan putus asa. Mungkin rezeki kamu justru ada di luar negeri, seperti di Jerman, di mana kesempatan belajar dan pengalaman baru menanti,” ujarnya.
Layaknya Pieter yang merasa dirinya berkembang tak hanya secara akademik, tapi juga secara pribadi. Belajar di luar negeri telah mendorongnya untuk keluar dari zona nyaman, membentuk pengalaman belajar yang lebih besar.
“Memang, kuliah di luar negeri bukan perjalanan yang mudah dan ada banyak tantangannya sendiri. Tapi justru dari situ kamu akan tumbuh. Kamu akan belajar hal-hal yang tidak diajarkan di kelas, seperti keberanian, kemandirian, dan toleransi,” kata Pieter.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
program studi Computer Science
RWTH Aachen University
Perguruan Tinggi Negeri
TribunJatim.com
berita viral
Sahroni Mundur Ditantang Salsa Erwina Hutagalung Juara Debat Se-Asia Pasific: Ane Mau Bertapa Dulu |
![]() |
---|
Edi Kaget Istri Beri Akta Cerai saat Mengaji di Rumah Mertua, Tak Tahu Ditalak |
![]() |
---|
Kisah Driver Ojol Riri Terima Pesanan Martabak dari Luar Pulau, Ternyata Salah Orderan |
![]() |
---|
Warga Terdampak Debu Tambang Cuma Diberi Ganti Rugi Sembako Rp200 Ribu, DPRD Tegur Perusahaan |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Kasihan Immanuel Ebenezer Diborgol Pakai Baju Oranye: Mungkin Dia Khilaf |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.