Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Dokter THT Peringatkan Sound Horeg Bisa Ganggu Saraf Pendengaran: Porak-porandakan Gendang Telinga

Dokter THT di Malang peringatkan paparan sound horeg bisa mengganggu saraf pendengaran: Porak-porandakan gendang telinga. Juga bisa buat uring-uringan

Penulis: Rifki Edgar | Editor: Dwi Prastika
Kolase Istimewa dan Tribun Jatim Network/Lu'lu'ul Isnainiyah
SOUND HOREG - Kolase Dokter THT dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) Malang, dr Meyrna Heryaning Putri dan sound horeg di Desa Urek-urek, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang. dr Meyrna mengatakan, sound horeg menyimpan ancaman serius bagi kesehatan telinga, Rabu (23/7/2025). 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Rifky Edgar

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Dokter THT dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) Malang, dr Meyrna Heryaning Putri, Sp.T.H.T.B.K.L., FICS., mengatakan, sound horeg menyimpan ancaman serius bagi kesehatan telinga.

Bahkan, suaranya bisa mengganggu saraf pendengaran.

Perempuan yang juga menjadi tenaga medis di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang itu memperingatkan paparan suara keras seperti sound horeg bisa menyebabkan kerusakan permanen pada pendengaran.

"Sound horeg bisa membuat pendengaran tidak optimal, merusak saraf telinga, bahkan menyebabkan tuli," katanya, Rabu (23/7/2025).

"Ini karena telinga kita memiliki batas aman dalam menerima suara, yaitu 85 desibel (db) selama delapan jam," tambahnya.

Ia menjelaskan, semakin tinggi intensitas suara, semakin pendek pula waktu toleransi aman telinga. 

Misalnya, pada 88 db hanya aman selama 4 jam, dan pada 91 db tinggal 2 jam. 

Baca juga: Parade Sound Horeg di Kediri Ricuh, Dibubarkan Polisi, Warga Protes Bakar Sampah dan Barang

Bahkan, suara 140 db yang tidak jarang ditemukan dalam sound horeg bisa menyebabkan kerusakan fatal hanya dalam hitungan detik.

"Volume suara 140 db bisa memporak-porandakan gendang telinga, tulang pendengaran, bahkan merusak rumah siput yang berfungsi menyampaikan suara ke otak," ucapnya.

Selain kerusakan fisik, gangguan pendengaran juga berdampak pada kualitas hidup. 

Seseorang bisa menjadi uring-uringan, sulit berkomunikasi, dan kehilangan kepercayaan diri dalam lingkungan sosial. 

Gejala awal biasanya berupa telinga terasa penuh atau berdenging, yang bisa berkembang menjadi hearing loss permanen jika terus diabaikan.

Untuk mencegah kerusakan, dr Meyrna menyarankan agar masyarakat tidak terbiasa mendengar suara keras dalam waktu lama.

Bila harus berada di sekitar sound horeg, disarankan untuk menggunakan pelindung telinga seperti earplug atau earmuff. 

Ia juga menyoroti kelompok usia rentan seperti bayi, anak-anak, lansia, serta individu dengan riwayat gangguan telinga.

Meski bahaya sound horeg sangat nyata, peminatnya justru semakin banyak.

Musik sound horeg dianggap sebagai bentuk hiburan sekaligus alat pelepas stres bagi masyarakat.

"Ada anggapan saat ini bahwa sound horeg adalah budaya yang harus dilestarikan. Padahal bahayanya besar," tambahnya.

Menurutnya, edukasi tentang risiko suara bising bukan hanya tugas dokter, tetapi harus menjadi tanggung jawab bersama.

"Siapapun bisa menyampaikan informasi, asalkan paham risikonya dan mampu menjelaskan dengan benar," ujarnya.

dr Meyrna mengajak masyarakat untuk tetap menikmati musik, namun dengan bijak. 

"Musik tidak salah. Tapi kita harus tahu batas kemampuan telinga kita. Jangan tunggu sampai rusak, baru sadar," tandasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved