Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah: Fungsikan WTO, IMF dan Bank Dunia Jadi Jalur Penyelesaian Adil

Adanya pemberlakuan tarif perdagangan dari AS ke banyak negara, termasuk ke Indonesia, jadikan tatanan perdagangan internasional jadi tak beraturan

Editor: Sudarma Adi
Istimewa via Tribunnews.com
Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah 

TRIBUNJATIM.COM - Adanya pemberlakuan tarif perdagangan dari AS ke banyak negara, termasuk ke Indonesia, menjadikan tatanan perdagangan internasional jadi tak beraturan.

Untuk itu, Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih memfungsikan organisasi perdagangan seperti WTO, IMF dan Bank Dunia jadi jalur penyelesaikan internasional yang lebih adil.

Said Abdullah menjelaskan, sejak pecah perang tarif antara China dengan Amerika Serikat (AS) tahun 2018, dan berlanjut hingga kini, eskalasinya meluas ke banyak negara pasca Presiden Trump memberlakukan tarif ke banyak negara.

"Sesungguhnya kita menuju tatanan internasional tak beraturan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (23/7/2025).

Baca juga: Gelar Pelatihan Kader Penggerak Koperasi, Said Abdullah: Wujud Gotong Royong dalam Bidang Ekonomi

Dijelaskan, dulu Indonesia memulai hubungan internasioal agar lebih berkembang bersama dengan bernaung bersama melalui General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). 

Kesepakatan dagang dan tarif ini dibuat karena banyak negara memberlakukan proteksi ekonominya pascadepresi besar tahun 1930.

GATT dibentuk dengan prinsip non diskriminasi, transparan dan memberlakukan setara antara produk ekspor dan impor. GATT kemudin tumbuh dan berkembang menjadi World Trade Organization (WTO) di tahun 1995

Negara maju seperti AS dan Eropa saat itu gencar mendorong perdagangan bebas di semua kawasan. Mereka memandang kebijakan tarif sebagai bentuk distori dari perdagangan yang harusnya bebas, sebagai mekanisme pasar.

"Negara negara berkembang seperti  Indonesia khawatir, era perdagangan bebas akan melibas barang barang mereka yang belum dianggap kompetitif, dan menguasai pasar domestik," katanya.

Sejalan waktu bergulir, semua negara “dipaksa” oleh negara negara maju untuk masuk keanggotaan WTO dan Ikut arena perdagangan bebas.

Tentu saja, di awal kepesertaannya pada WTO, negara negara berkembang seperti Indonesia “babak belur” seperti pertarungan Daud dan Goliat di gelanggang perdagangan bebas, karena ketimpangan kualitas produk, harga, dan kapasitas produksi. 

Sejak WTO berdiri telah terjadi 631 kasus sengketa perdagangan international di meja hijaukan di meja mereka, 503 diantaranya masuk level banding.

Waktu terus berjalan, Rezim WTO telah menjadi ruang yang lazim diakui sebagai mekanisme internasional. Negara negara berkembang dipaksa tumbuh lebih cepat dan berkualitas agar bisa bersaing di arena perdagangan bebas. Sebagian negara berkembang bahkan mampu menyalip negara negara maju. 

"Vietnam, Thailand, termasuk Indonesia contoh negara berkembang yang mampu bersaing di era WTO berkuasa. Bahkan China menjadi penguasa baru dalam perdagangan internasional. Tahun 2024 lalu, nilai perdagangan global China mencapai $6,164 billion, mengalahkan AS $5,424 billion," paparnya.

Baca juga: Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah Merespons Tarif 32 Persen Presiden Trump hingga Beri Saran

Anehnya, saat AS mulai tersalip, dan produk manufaturnya kalah bersaing, yang berdampak neraca perdagangan mereka defisit, lalu dengan seenaknya secara sepihak memberlakukan tarif kepada banyak negara. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved