Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Jejak Sunyi Penghayat Kepercayaan Kapribaden di Jombang, Keyakinan Hidup Menyatu dengan Sang Urip

Tapi di balik ketenangannya, ia menyimpan keyakinan mendalam pada jalan spiritual yang ia pilih, Penghayat Kepercayaan Kapribaden

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Samsul Arifin
TribunJatim.com/Anggit Pujie Widodo
PENGHAYAT KEPERCAYAAN JOMBANG - Herman Useno, salah satu penghayat kepercayaan Kapribaden saat ditemui di kediamannya di kawasan Perumahan Jombang Permai, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada Jumat (1/8/2025). Yakin dengan kepercayaan yang dipegang bisa membawa hidup lebih bermakna dan bermanfaat.  

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo 

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Di sebuah rumah sederhana di kawasan Perumahan Jombang Permai, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Herman Useno (65) menyambut dengan senyum tenang. 

Ia bukan tokoh agama besar, bukan pula pemimpin kepercayaan yang sering muncul di televisi.

Tapi di balik ketenangannya, ia menyimpan keyakinan mendalam pada jalan spiritual yang ia pilih, Penghayat Kepercayaan Kapribaden.

Kapribaden bukan nama sekte asing atau ajaran baru. Bagi Herman, Kapribaden adalah jalan laku.

Sebuah usaha mengenal diri hingga mampu menyatu dengan Sang Urip, sebutan untuk Tuhan dalam ajaran mereka.

Baca juga: 19 Warga di Jombang Memilih Jalan Hidup Menganut Penghayat Kepercayaan Tuhan YME

“Kami tidak menyebut ini agama. Ini kepercayaan. Agama tetaplah agama, dan kami menghormati semuanya,” ucap Herman saat ditemui di rumahnya pada Jumat (1/8/2025).

Ia kini menjabat sebagai Ketua Kapribaden Kabupaten Jombang. Dari ruang tamunya yang rapi dan bersahaja, ia menceritakan tentang keberadaan para penghayat kepercayaan di kota santri itu.

Menurutnya, cukup banyak warga yang mengikuti ajaran Kapribaden, namun tidak semuanya berani terbuka. Di KTP Herman, kolom agamanya sudah menjadi Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa (YME). Sebelumnya, kolom agama Herman hanya disini strip garis saja. 

Baca juga: Hasil Semedi Penghayat Kepercayaan Terkait Bupati Baru Bojonegoro, Berasal dari Selatan Agak Barat

“Mereka takut. Masih terbayang trauma masa lalu,” kata Herman, merujuk pada era ketika penghayat kepercayaan mendapat stigma berat dan sering ditekan secara sosial maupun administratif saat orde baru. 

Senin Pahing dan Doa Diam di Rumah Sendiri

Kehidupan spiritual penghayat Kapribaden tidak hingar-bingar. Tidak ada ritual massal berskala besar. Mereka berdoa di rumah masing-masing, terutama saat Senin Pahing, hari yang dianggap sakral.

“Yang kami sembah hanya satu, yakni Gusti. Tidak ada yang lain,” jelas Herman. 

Baca juga: Belum Punya Guru Agama, Anak Penghayat Kepercayaan di Tulungagung Masih Ikut Pelajaran Agama Lain

Dalam laku Kapribaden, tidak ada pemaksaan ritual atau pengkultusan sosok. Semua dimulai dari pengenalan akan diri sendiri, raga dan roh, atau dalam istilah mereka, urip. Ketika seseorang siap, ia bisa meminta “Kunci” semacam pengantar awal untuk mengenali urip dalam dirinya. 

Kitab yang biasnya di pegang bagi setiap pemeluk agama mu ada di kepercayaannya, namun ia menyebut kita yang digunakan tidak bisa dibaca, namun hanya dirasakan dengan hati. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved