Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Jejak Sunyi Penghayat Kepercayaan Kapribaden di Jombang, Keyakinan Hidup Menyatu dengan Sang Urip

Tapi di balik ketenangannya, ia menyimpan keyakinan mendalam pada jalan spiritual yang ia pilih, Penghayat Kepercayaan Kapribaden

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Samsul Arifin
TribunJatim.com/Anggit Pujie Widodo
PENGHAYAT KEPERCAYAAN JOMBANG - Herman Useno, salah satu penghayat kepercayaan Kapribaden saat ditemui di kediamannya di kawasan Perumahan Jombang Permai, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada Jumat (1/8/2025). Yakin dengan kepercayaan yang dipegang bisa membawa hidup lebih bermakna dan bermanfaat.  

Dari Tubuh ke Urip, Dari Kunci ke Asmo

Menurut ajaran ini, tubuh manusia terdiri dari tujuh lapisan. Rambut, kulit, daging, otot, tulang, sumsum, dan darah. Namun yang lebih utama adalah keberadaan urip roh yang berasal dari Tuhan dan menjadi inti kehidupan.

Setelah menerima Kunci, seseorang dapat meminta Asmo, atau nama bagi urip-nya. Proses ini bukan sekadar simbolik. Dalam pandangan mereka, memberi nama pada urip adalah bentuk penghormatan dan kesadaran bahwa diri sejati bukan semata tubuh, melainkan roh yang berasal dari Yang Maha Esa.

“Kalau sudah bisa mijil, menyatukan raga dan urip maka setiap tindakan bisa lebih selaras dengan petunjuk Tuhan,” terang Herman.

Harapan Setelah Keputusan MK

Sejak Mahkamah Konstitusi mengakui kepercayaan sebagai identitas yang sah pada kolom agama di KTP, para penghayat Kapribaden tak lagi merasa serba salah dalam urusan administrasi. 

Kini, mereka bisa menikah di catatan sipil dan dimakamkan sesuai adat setempat tanpa harus berpura-pura menjadi penganut agama resmi.

“Kami tidak ingin macam-macam. Harapan kami hanya bisa beribadah tanpa rasa takut,” ungkap Herman. 

Baginya, semua agama adalah baik. Tak ada alasan menolak doa siapa pun untuk orang yang meninggal. Kapribaden percaya bahwa doa adalah bentuk cinta, dan cinta tak mengenal batas sekat kepercayaan.

Membuka Tabir Sejarah

Kapribaden sendiri lahir resmi sebagai Paguyuban pada 30 Juli 1978. Di balik pendiriannya tersimpan cerita spiritual penuh simbol dan tantangan.

Sebuah “Sabdo Tinulis” sabda tertulis dalam aksara Jawa menjadi landasan awal.

Tongkat dari kayu galih kelor yang diberikan Romo Semono kepada salah satu pengikut menjadi simbol komando dan amanah.

Pada masa Orde Baru, ajaran ini berada dalam bayang-bayang kecurigaan karena diyakini memiliki kedekatan historis dengan Presiden Soekarno.

Meski begitu, pengikut Kapribaden tidak pernah mendesak pengakuan lewat promosi. Semua disampaikan dari mulut ke mulut, dari hati ke hati. Seperti yang diyakini Herman, “Kalau cocok, jalani. Kalau tidak, ya tidak apa-apa," bebernya. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved