Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Penumpang Bus Takut Sopir Ngantuk Jika Tak Putar Musik: Emang Pemerintah Mau Tanggung Jawab?

Kebijakan pemerintah soal royalti musik membuat para sopir bus antarkota tak mau memutar lagu. Rupanya, ini membuat penumpang khawatir.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.com/ SHINTA DWI AYU
POLEMIK ROYALTI MUSIK - PO bus di Tanjung Priok, Jakarta Utara, tak lagi menyetel lagu ketika beroperasi. Sejumlah penumpang di Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengaku tak setuju pengenaan royalti lagu yang diputar di dalam bus antarkota. 

Selain itu, dengan tidak diputarnya lagu di dalam bus membuat kondisi di moda transportasi itu menjadi sunyi dan tak lagi menyenangkan.

"Agak aneh sih, sepi banget jadinya sepanjang perjalanan juga. Enggak bisa dengar lagu dangdut lagi, padahal kan itu ciri khas bus antarkota," kata Rexy.

Seperti diketahui, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, hingga hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko mengatakan aturan ini tetap berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan musik digital seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music.

"Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah," kata Agung dalam keterangan tertulis, Senin (28/7/2025).

Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait.

Kata Pengusaha Bus

Penerapan royalti musik yang muncul dari Lembaga Menejemen Kolektif Nasional (LMKN) masih menjadi polemik bagi pengusaha bus.

Mereka lebih memilih bus tanpa alunan musik, dengan memberitahukan terlebih dahulu pada calon customer bus soal hal ini.

Gunawan Agung Aprilianto, pemilik perusahaan otobus (PO) Pandawa 87 asal Kota Pasuruan, Jawa Timur, memilih tidak memutar musik di bus setelah adanya pemberlakuan royalti musik oleh LMKN.

"Kami sampaikan kepada calon customer atau penyewa bahwa bus untuk sementara tidak memutar musik atau bus dalam keadaan hening tanpa musik selama perjalanan," ujar Gunawan pada Kompas.com, Kamis (21/08/2025).

Dia tidak mau berspekulasi terkait pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Selama ini, pihak otobus belum menerima sosialisasi terkait royalti.

Ia khawatir akan muncul tagihan yang nernilai fantastis jika musik tersebut dihitung berdasar jumlah unit. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved